1.1. Pengantar
Didalam
manajemen kolam ikan, air merupakan media paling
vital
dalam kehidupan ikan budidaya. Selain jumlahnya, kualitas air
juga
membutuhkan perhatian yang paling serius agar dapat
memenuhi
syarat untuk mencapai kondisi air yang optimal sebagai
salah
satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Beberapa hal perlu
dilakukan
sebagai aspek ekologi di dalam manajemen kolam ikan
antara
lain menjaga kondisi air tetap dalamkondisi baik untuk
budidaya
ikan dengan memperhatikan faktor fisik, kimia dan
biologinya.
Ekologi
perairan sangat ditentukan oleh kondisi letak lintang
suatu
tempat dipermukaan bumi (letak geografi) serta kondisi
topografi.
Geografi suatu tempat akan menentukan iklim dan cuaca
yang
berakibat akan menentukan kondisi lingkungan perairan,
seperti:
suhu perairan, jumlah penyinaran matahari kedalama
perairan,
pergerakan arus air dll. Sedangkan topografi akan
menentukan
kondisi, antara lain : arus sungai, suhu udara dan
sushu
perairan, posisi penyinaran matahari dll.
Selain
dua hal di atas keadaan tanah juga menjadi pembatas bagi
produktifitas
suatu perairan. Tanah yang berada di wilayah gunung
berapi
akan cenderung ber pH netral dan sedikit agak asam
sedangkan
tanah yang berada diwilayah pegunungan kapur akan ber
pH basa.
1.2 Tujuan
Penguasaan
materi di dalam modul ini, dirancang untuk dasar landasan tentang proses
budidaya
perikanan, dimana disini akan dijelaskan tentang :
· Aspek-aspek
ekologi di dalam manajemen Kolam Ikan
· Pemupukan dengan
menggunakan pupuk anorganik
1.3 Definisi
Membahas
pengelolaan kualitas dan kuantitas air dan kualitas tanah untuk kegiatan akuakultur.
Materi bahasan meliputi pengelolaan kualitas air dan tanah sebelum digunakan
untuk kegiatan akuakultur, pengelolaan kualitas air serta kualitas tanah selama
proses produksi, serta pengelolaan limbah hasil kegiatan akuakultur, untuk
memenuhi
kebutuhan biologi yang optimal untuk biota budidaya dan kelestarian lingkungan.
Pendekatan kegiatan pengelolaan adalah pendekatan pengelolaan akuakultur pada
kontrol aspek ekologi.
2. Aspek-aspek Ekologi dalam Manajemen Kolam Ikan
Seandainya
komposisi kimia air kolam (pH & Alkalinitas, salinitas, nitrogen, fosfor,
dll) ada dalam kualitas yang baik untuk budidaya ikan, maka intensifikasi budidaya
ikan dapat dicapai dengan mengontrol 4 faktor ekologi, yaitu:
2.1 SUHU AIR
Karena
suhu air di daerah tropis dalam kisaran yang baik untuk mendukung pertumbuhan
ikan, maka seringkali faktor ini dapat diabaikan.
2.2 SUPLAI MAKANAN YANG CUKUP
Suplai
makanan terutama makanan alami tergantung pada kesuburan kolam yaitu
ketersediaan nutrient (komposisi kimia air kolam) untuk fitoplankton. Hal ini
dapat ditanggulangi dengan manajemen kualitas air kolam, missal : pengapuran
dan pemupukan. Karenanya komposisi kimia air kolam dapat diperbaiki dengan
tujuan meningkatkan produktivitas kolam.
2.3 SUPLAI OKSIGEN
Suplai
Oksigen secara teknis mudah diatasi dengan pemberian aerasi (paddle wheel),
akan tetapi menciptakan keseimbangan “produksi-konsumsi oksigen” (neraca
oksigen) adalah hal yang sangat penting dalam manajemen kolam. Oleh karena itu
memahami dinamika oksigen dalam kolam ikan adalah penting untuk menyusun neraca
oksigen (oxygen budget) tersebut.
2.4 MEMBUANG METABOLIT (PRODUK-PRODUK EKSRESI)
Membuang
metabolit secara tehknis juga mudah diatasi dengan cara mengganti air, akan
tetapi selama ekosistem “masih” mampu memanfaatkan metabolit tersebut sebagai
sumber nutrient (bagi fitoplankton), maka yang penting adalah bagaimana mengoptimalisasikan
ekosistem tersebut.
Pengapuran (Liming)
Menciptakan
kondisi pH air kolam dalam kisaran yang optimal (pH:7-8,5) untuk ikan/udang
adalah salah satu aspek memperbaiki/mempertahankan kondisi ekologi kolam. Hal
ini erat kaitannya dengan alkalinitas, kesadahan (hardness) dan buffer system.
Materi
kapur (CaCO3, CaOH2 dan CaO) melepaskan ion-ion yang dapat
meningkatkan
alkalinitas dan kesadahan pada proporsi yang ekivalen. Sehingga pengapuran
menghasilkan sekaligus peningkatan alkalinitas dan kesadahan. Selain itu juga
dapat menetralisir keasaman serta menghasilkan sistem penyanggaan yang baik,
juga meningkatkan ketersediaan karbon untuk fotosintesa, dengandemikian
pengapuran juga meningkatkan respon pemupukan. Reaksi materi kapur
-
CaCO3 + H2O + CO2 __ Ca++ + 2HCO3-
-
Ca(OH)2 + CO2 _ CaCO3 + H2O
- CaO
+ CO3 _ CaCO3
Setelah
pengapuran akan terjadi kompetisi CO2 dengan fitoplankton, sampai terjadi
keseimbangan baru dimana ketersediaan CO2 justru makin besar, karena CaCO3
dapat menjebak/menangkap CO2.
Efek
Pengapuran pada Kolam :
1.Meningkatkan
pH air kolam, adakisaran yang disukai oleh ikan.
2.Meningkatkan
alkalinitas air kolam sehingga fluktuasi pH tidak besar, dan meningkatkan
ketersediaan karbon serta kalsium.
3.Memperbaiki
kualitas tanah dasar kolam
-
Menaikkan pH tanah dasar
-
Meningkat aktivitas biologis
-
Mempercepat dekomposisi dan
4.
mempercepat proses prsipitasi bahan organik (yang berlebih) yang tersuspensi
5.
Meningkatkan reaksi (proses) nitrifikasi senyawa amonia (menjadi nitrat),
karena
proses
nitrifikasi memerlukan karbon.
6.
Membasmi parasit dan penyakit.
Kapan “Liming” dilakukan?
a.
Jika pH air terlalu rendah
b.
Jika alkalinitas terlalu rendah
c.
Jika tanah dasar kolam terlalu berlumpur
d.
Jika kandungan bahan organik terlalu tinggi
e.
Jika ada ancaman parasit dan penyakit ikan
Bagaimana mengidentifikasi kolam yang memerlukan “Liming”
· Kesadahan/alkalinitas
air kolam dari analisa kesadahan air kolam, dapat dihitung secara langsung
kebutuhan CaCO3 untuk menaikkan nilai kesadahan air sampai
level
tertentu.
· Jika
kolam luas I ha dengan kedalaman 1 m dan kesadahan total adalah 5 mg/l, maka
jumlah CaCO3 yang diperlukan untuk menaikkan kesadahan menjadi 20 mg/l
· CaCO3
umunya bereaksi dengan koloid lumpur serta tanah dasar kolam yang bersifat asam
dan kesadahan air tidak akan mencapai level kesadahan yang diinginkan.
· CEC
Tanah dasar kolam CEC (Cation exchange capacity) atau kapasitas pertukaran
kation yaitu jumlah kation yang diabsorbsi oleh koloid. Tanah yang dinyatakan
dalam “MEQ”
· Modifikasi
Prosedur Adam-Evans Boyd (1974) berhasil memodifikasi prosedur Adam-Evans untuk
menghitung kebutuhan kapur (CaCO3). Boyd menemukan bahwa ada korelasi antara kesadahan
air kolam dengan pH tanah (diukur dari 1:1, tanah kering dengan akuades) Jika
pH tanah aquades > 5.9 _ kesadahan total > 5.9, maka tanah dasar kolam perlu
pengapuran.
Gambar 1
Kesadahan
air kolam juga erat berkorelasi dengan “basa tak jenuh” (Base unsaturation)
dengan tanah dasar kolam. Begitu pula antara pH tanah dengan “basa tak jenuh”
berkorelasi sangat erat.
Gambar 2
·Dengan
demikian, dengan mengetahui “selisih” basa tak jenuh maka kebutuhan kapur dapat
dihitung (seperti yang dikemukakan oleh Adam Evans procedure).
·Maka
dengan mengetahui kesadahan air kolam kebutuhan CaCO3 untuk menaikkan pH tanah
sesuai dengan yang diinginkan dapat dihitung.
·“Basa
tak jenuh” berkisar antara 0-1 selisih “basa tak jenuh” = 0.5 G 5 MEQ Acidity
·Jika
pH tanah = 5 akan dinaikkan menjadi 6.5 dan diketahui selisih basa tak jenuh
nya = 0.5, maka kapur yang dibutuhkan untuk tiap 100 gram tanah adalah 5 x 50
mg CaCO3 = 250 mg CaCO3
·Jika
kolam mempunyai luas 1 Ha, kedalaman tanah efektif untuk dikapur = 5 cm. berapa
kebutuhan kapur (CaCO3)?
PRODUKSI PRIMER
· Produksi
primer = jumlah total senyawa bahan organik baru yang terbentuk oleh aktivitas
fotosintesa Produktivitas primer = laju pembentukan senyawa bahan organic baru jika
Q=produksi
primer, dan T=waktu
Produktivitas Primer = Q/T
· Dalam
mengukur produksi primer ada beberapa parameter yang dapat digunakan
untuk
mengekspresikan “laju sintesa”, missal :
-
Karbon organic
-
Bahan organic (berat kering)
-
Biomass plankton (fito) dan
-
Evolusi (perubahan) oksigen
· Evolusi
oksigen karena aktifitas fotosintesis adalah parameter yang paling praktis dan
dapat diandalkan keabsahannya serta dapat dilaksanakan dengan cepat, yaitu dengan
“Light and dark bottle method”. Adalah mengukur jumlah oksigen yang diproduksi
selama fotosintesa dan jumlah oksigen yang dikonsumsi dalam respirasi._
Gross
Photosynthesis(mg/L) = LB-IB
Respiration
(mg/L) = IB-DB
Net
Photosynthesis (mg/L) = LB-DB
L =
Light, D = Dark, I = Initial awal
Reaksi
fotosintesis : 6CO2 + H2O ---_ C6H12O6 + 6O2
Molekul
oksigen yang dihasilkan adalah ekuivalen dengan 1 atom karbon yang diproduksi. Daftar
ekuivalen diantara parameter-parameter produksi fitoplankton
Gambar 3
3. PEMUPUKAN ANORGANIK (PERTEMUAN II)
· Tujuan
pemupukan ini adalah menstimulir pertumbuhan fitoplankton (primary production),
atau dapat disebut membangun “autotrophic feeding pathway”.
· Dengan
menstimulir produksi primer, kita dapat menstimulir produksi dari semua tingkatan
trofik lainnya, karenanya mempengarhi produksi ikan.
· Mineral
dan cahaya diperlukan untuk proses fotosintesa. Jika mineral ada dalam
jumlah
yang mencukupi, maka kepadatan fitoplankton akan meningkat dan penetrasi cahaya
ke dalam kolam akan menurun. Hal ini akan membatasi produksi primer oleh
fitoplankton pada kedalaman yang lebih dalam.
· Pada
dosis “pemupukan standard” (standard fertilization : 50 kg single super phosphate/
ha dan 50 kg ammonium sulfat/ ha).
· Pada
budidaya ikan semi intensif tampak nyata menstimulir produksi primer, tetapi
menerapkan 2 x (double) dari dosis tersebut tidak menghasilkan produksi primer
yang lebih tinggi karena “autoshading effect”.
· Rata-rata
laju fotosintesa harian pada kolam ikan di daerah tropis adalah 4 gram/m2/ hari
(}8gram biomass.m2/hari). Ini adalah produksi maksimum yang bias dicapai
sampai cahaya matahari menjadi faktor pembatas karena autoshading.
· Berapa
input nutrient harian yang diperlukan untuk mempertahankan laju fotosintesa
maksimum?
· Fitoplankton
mempunyai komposisi kimia yang relative konsisten, bila diukur sebagai % berat
kering. Jika nutrient-nutrien tersedia secara berlebih dan hanya cahaya yang
menjadi faktor pembatas pertumbuhan, maka fitoplankton mempunyai komposisi
sebagai berikut : 45-50% C, 8-10% N dan 1% P, atau dengan perbandingan C:N:P
adalah sekitar 50:10:1 berdasarkan berat kering.
· Untuk
mempertahankan laju fotosintesis maksimum, maka kebutuhan nutrient minimum
hariannya adalah :
- 4
mg C/L/hari _ (40 kg C/ha/hari)
- 0.8
mg N/L/hari) _ (8 kg N/ha/hari)
-
0.08 mg P/L/hari (0.8 kg P/ha/hari)
Dengan
asumsi bahwa :
-
Kedalaman air kolam 1 m
-
Efisiensi transfer nutrient adalah 100%
-
Tidak ada “recycling” nutrient dalam system tersebut
· Bahwa
ada 3 faktor utama yang mempengaruhi kebutuhan akan pemupukan (nutrient yang
diaplikasikan), jumlahnya bergantung pada :
a.
Kebutuhan akan “makanan alami” bagi ikan
b.
Kubutuhan nutrient pada fitoplankton
c.
Ketersediaan nutrient dalam air kolam
· Perlu
dingat bahwa bukan hanya pupuk anorganik saja yang dapat menyediakan nutrient
untuk fitoplankton, dekomposisi bahan organic juga melepaskan nutrient yang
terlarut yang dapat dipakai oleh fitoplankton.
· Berapa
jumlah pupuk yang diaplikasikan di kolam dipengaruhi oleh reaksi kimia
dalam
kolam tersebut. Senyawa-senyawa kimia/ nutrient (missal: C, N, P, K, Si dll)
berada dalam keseimbangan yang relative konstan.
Misal
: kelebihan P akan terjadi presipitasi fosfat.
Kelebihan
N, akan menguap/dilepas dalam bentuk gas ammonia
· Makin
besar konsentrasi nutrient terlarut melebihi level keseimbangan, akan makin
ceoat pula proses “stabilisasi” tersebut.
· Hepher
_ menemukan bahwa dari segi praktis (dalam praktek) tidak ada
justifikasi
biologis ataupun ekonomis untuk melakukan pemupukan dengan dosis
melebihi
0.5mg P/L atau 1.4 mg N/L. Melebihi dosis standart tersebut : 60 kg single-superphosphate/ha/2
minggu
60 kg
ammonium-sulphate/ha/2minggu
· Hepher
_ bahwa konsentrasi maksimum dimana air dapat menahan nutrient N dan P dalam
air adalah 2 mg N/L (20 kg N/ha) dan 0.5 mg P/L (5kg P/ha). Jadi penambahan
nutrient > konsentrasi tersebut adalah tidak bermanfaat dan pemborosan.
Perlu diingat :
· Konsentrasi
N dan P serta sifat kelarutannya dalam air untuk tiap jenis pupuk adalah
berbeda, maka perlu dilakukan “koreksi” dalam aplikasi pemupukan.
· Akan
selalu terjadi “recycling” nutrient dalam ekosistem (kolam)
· Kehilangan
nutrient dari system
· Dekomposisi
bahan organic oleh bakteri memerlukan oksigen _ disebut BOD
(Biochemical
oxygen demand)
· BOD
pada permukaan sedimen } 3-4 gram O2/m3/hari
Respirasi
_ CH2O + O2 = CO2 + H2O
4.DINAMIKA OKSIGEN TERLARUT PADA KOLAM
· Oksigen
terlarut (DO) digunakan secara terus menerus oleh biota kolam dalam respirasi
baik siang maupun malam. Oksigen diproduksi hanya pada saat siang hari, pada
saat malam hari sumber oksigen hanya berasal dari difusi.
· Dinamika
oksigen terlarut didalam kolam terutama malam hari haruslah
dipahami
dan prediksi oksigen terlarut dapat didekati dengan model
matematika
sebagai berikut :
· DO
pagi = DO sore } DO difusi – DO ikan -DO mud – BOD
DO
difusi : Mengukur DO difusi secara praktis tidak mungkin dilaksanakan. DO bias
mencapai
12-18 mg/L pada sore hari sedangkan DO teoritis (100% jenu) = 7.7 – 8.5 mg/L
· DO
untuk respirasi ikan :
Rumus
umum yang dipakai untuk menduga laju respirasi ikan dalam kisaran
suhu
20-30oC
Y=0.001
W 0.82
Dimana
Y=gram O2 yang dikonsumsi/berat ikan/jam
W=rata-rata
berat ikan (gram)
· DO
mud :
DO
mud respiration adalah total DO yang dikonsumsi oleh bentos termasuk
oksidasi
bahan organic dalam tanah.
Dilaporkan
bervariasi antara 6-125 mg O2/m2/jam
· BOD:
BOD
respirasi oleh plankton _ DO Plankton
BOD
respirasi oleh bakteri _ DO bahan organic
Sehingga
besarnya BOD tergantung pada :
· Kepadatan
Plankton
· Konsentrasi
bahan organic
· Suhu air
· Faktor
yang paling penting adalah konsumsi BOD oleh plankton, terutama fitoplankton,
karena nutrient hasil dekomposisi bahan organic akan digunakan fitoplankton
sehingga dapat menyebabkan blooming.
5. MANURING
· Jika
aplikasi pupuk kandang (manure) dilakukan dengan dosis yang tepat, suatu
hubungan linier antara “stocking density” dan “maximum fish yield” akan
tercapai.
· Pada
kondisi tersebut ekosistem dan produktivitas kolam sangat mendukung pertumbuhan
ikan.
· Dosis
pupuk kandang yang optimal adalah jumlah bahan organik tertinggi yang mampu
diproses dalam ekosistem kolam tanpa menyebabkan perubahan yang buruk terhadap
lingkungan dan pertumbuhan ikan.
REFERENSI
· Departemen
Mekanisasi Pertanian, Fatemeta-IPB Bogor, 1976. Kapita Selekta Tanah dan Air.
IPB Bogor.
· Kartasapoetra,
A.G., 1986. Konservasi Tanah dan Air, Bina Aksara Jakarta
· Hardjodinomo,
Sukirno (1975). Iklim dan Pengairan, PT. Karya Nusantara. Bandung
PROPAGASI
1. Latihan
Terangkan
bagaimana 4 faktor ekologi sangat penting di dalam manajemen kolam
ikan
2. Pertanyaan
a)
Metode manuring yang bagaimanakah yang sebaiknya dilakukan didalam manjemen
kolam
ikan?
b)
Apakah yang disebut dengan primary production/produksi primer?
3. Tugas
Carilah
literatur yang berkaitan dengan aspek ekologi didalam manajemen kolam
ikan
kemudian berikan tanggapan saudara (dalam bentuk makalah).
Penulis
Maheno Sri
Widodo
Rinda
Puspasari
Dosen FPIK
Universitas Brawijaya
Publisher
Gery Purnomo Aji Sutrisno, S.Pi
Post a Comment for "Modul Aspek Ekologi dalam Manajemen Kolam Ikan (Dasar Akuakultur Atau Aquaculture )"