Lobster merupakan hewan
avertebrata anggota Filum Arthropoda yang hidup di dalam air (Robles, 2007). Perikanan
laut mengenal ada 2 jenis udang yaitu, udang penaied dan udang lobster. Dua
jenis udang ini merupakan sumberdaya perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Lobster yang dikenal dengan nama lain spiny lobster merupakan salah
satu marga dari family Palinuridae memiliki 49 spesies. Di perairan Indo-Pasific
Barat terdapat 11 spesies, dan 6 diantaranya terdapat di perairan Indonesia. Enam
spesies lobster yang ada di Indonesia adalah: Panulirus homarus, Panulirus
panicillatus, Panulirus cygnus, Panulirus polyphagus, Panulirus versicolor dan
Panulirus ornatus (Moosa & Aswandy, 1984).
Lobster
(Palinuridae) merupakan salah satu jenis biota laut yang memiliki nilai
ekonomis penting (Williams 2007). Data statistik perikanan Indonesia pada tahun
2012 menunjukkan bahwa lobster menempati urutan keempat komoditi ekspor tertinggi
setelah udang Penaeus (WWF 2015). Salah satu negara tujuan ekspor benih lobster
Indonesia adalah Vietnam, dimana volume ekspor benih lobster ke Vietnam pada
tahun 2012 tercatat sebanyak 45 kg atau senilai 680 US$ (Hilal dan Fachri 2016).
Jika ditinjau dari jumlah tangkapan lobster di dunia, maka lobster yang ditangkap
didominasi oleh lobster dari famili Nephropidae (61%), famili Paniluridae (31%)
dan Scyllaridae (1%) (FAO 2011).
KLASIFIKASI LOBSTER
Lobster
(Panulirus versicolor) merupakan salah satu genus yang termasuk ke dalam
kelompok udang tawar (Crustacea), yang secara alami memiliki ukuran tubuh besar
dan seluruh siklus hidupnya di lingkungan air tawar. Lobster memiliki beberapa
nama internasional, yaitu crawfish dan crawdad. Berdasarkan penyebarannya di
dunia, terdapat 3 famili lobster yaitu famili Astacidae, Cambaridae,
Parastacidae (Handoko, 2013). Tubuh lobster dilapisi oleh kutikula yang
mengandung zat kapur.
Kingdom
|
:
Animalia
|
Phylum
|
:
Anthropoda
|
Class
|
: Malacostraca
|
Ordo
|
: Decapoda
|
Family
|
: Panulirudae
|
Genus
|
:
Panulirus
|
Spesies
|
: Panulirus versicolor
|
MORFOLOGI LOBSTER
Tubuh
lobster dibagi menjadi dua bagian, yaitu kepala dada (chepalothoraks) dan badan
(abdomen) (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Chepalothoraks
diselubungi oleh karapas yang memanjang dari somit terakhir sampai mata,
kadang-kadang membentuk rostrum yang menonjol di atas mata. Pada bagian
lateral, karapas menutupi ruang branchial sehingga melindungi insang.
Chepalothoraks
terdiri atas 14 somit yang mengalami fusi, masing-masing dengan sepasang kaki
gerak, 6 somit pertama terdiri dari chepalon, dan 8 terakhir pada thoraks
(Gambar 2). Kaki gerak pada thoraks mencakup mata, antena dan antenula, mulut,
serta 5 pasang kaki jalan ( Lukito dan Prayugo, 2007).
Mata
lobster cukup besar, berupa mata majemuk yang terdiri dari ribuan mata yang
didukung oleh tangkai mata (stalk). Pergerakan mata bisa dilakukan dengan cara
memanjang dan memendek. Namun pada beberapa jenis lobster yang matanya tidak
bisa digerakkan sama sekali atau bahkan sama sekali tidak ada. Lobster memiliki
2 pasang antena (sungut), satu pasang berukuran pendek (antennula) dan satu
pasang lainnya berukuran lebih panjang yang berada dibagian luar. Antena pendek
berfungsi sebagai sensor kimia dan mekanis, yaitu alat perasa air atau makanan.
Antena panjang berfungsi sebagai alat peraba, perasa dan pencium. Selain itu
antena juga digunakan sebagai alat proteksi (Aulina. L, 2013).
Bagian
mulut pada lobster mencakup mandibel, maksila, dan maksiliped. Mulut berfungsi
untuk menghancurkan makanan dengan cara menggerakkan dari samping kiri ke
samping kanan. Pada bagian perut terdapat 5 pasang kaki renang. Dibandingkan
kaki jalan dan capit, ukuran kaki renang jauh lebih kecil dan pendek. Pada
lobster betina, 4 pasang kaki renangnya bisa digunakan untuk memegangi telur
yang melekat pada perutnya. Masing-masing kaki tersebut akan bertautan
melingkari kumpulan telurnya. Saat menggendong telur, kaki ini terkadang
bergerak seperti gerakan mengipas. Gerakan tersebut dapat memberikan suplai oksigen
yang dibutuhkan untuk telur yang digendongnya (Wiyanto dan Hartono,2003; Lukito
dan Prayugo, 2007).
Lobster
terdiri dari kepala dan thorax yang tertutup oleh karapas dan memiliki abdomen
yang terdiri dari enam segmen. Karakteristrik yang paling mudah untuk mengenali
lobster adalah adanya capit (chelae) besar yang pinggirnya bergerigi tajam yang
dimiliki lobster untuk menyobek dan juga menghancurkan makanan (Spence,1989).
Isnansetyo dan Yuspanani (1993) memberikan gambaran morfologi udang karang,
yaitu mempunyai bentuk badan memanjang, silindris, kepala besar ditutupi oleh
capace berbentuk silindris, keras, tebal dan bergerigi. Mempunyai antenna besar
dan panjang menyerupai cambuk, dengan rostum kecil. Pada udang barong betina
endopod pada pleopod II tanpa appendix interna/stylamblys.
CIRI-CIRI LOBSTER
(Lukito dan Prayugo, 2007)
Ciri
lain yang terdapat pada lobster adalah rostrumnya hampir berbentuk
segitiga memipih, lebar, dan terdapat duri di sekeliling rostrum tersebut.
Dilihat
dari organ tubuh luar, lobster memiliki beberapa alat pelengkap sebagai
berikut :
|
Sepasang antena sebagai perasa dan peraba terhadap pakan dan
kondisi lingkungan.
|
Sepasang antenula untuk mencium pakan, 1 mulut dan sepasang
capit (cheliped).
|
Enam ruas badan (abdomen).
|
Ekor, 1 ekor tengah (telson) terletak di semua bagian tepi ekor.
serta 2 pasang ekor samping (uropod).
Enam pasang kaki renang (pleopod) yang berperan dalam
melakukan gerakan renang.
|
Enam pasang kaki untuk berjalan (pereiopod) (Aulia. L, 2013).
|
Lobster
tidak memiliki tulang dalam (internal skeleton), tetapi seluruh
tubuhnya terbungkus oleh cangkang (eksternal skeleton) (Tim Karya
Tani Mandiri, 2010).
Lobster
merupakan spesies dimorfisme, yakni terdiri dari jenis kelamin
jantan dan betina. Jenis kelamin jantan dan betina dapat dibedakan secara pasti
jika telah mencapai 2 bulan dengan panjang total rata- rata 5 s/d 7 cm.
Ciri-ciri primer pembeda jenis kelamin calon induk lobster adalah bentuk
tertentu yang terletak pada tangkai kaki jalan dan ukuran capit, sedangkan
ciri-ciri sekunder yang dapat dilihat secara visual adalah kecerahan warna
tubuhnya (Royadi, 2011).
Calon
induk jantan memiliki tonjolan di dasar tangkai kaki jalan ke-5 jika dihitung
dari kaki jalan di bawah mulut disebut pethasma, sedangkan ciri lobster betina
adalah adanya lubang bulat yang terletak pada dasar kaki ke-3 yaitu thelicum
(Gambar 3). Berdasarkan capitnya, calon induk jantan memiliki ukuran capit 2-3
kali lebar buku pertama (tangkai capit) dan calon induk betina memiliki ukuran
capit yang sama atau 1,5
kali
buku pertama (KPH Jember, 2006).
REPRODUKSI LOBSTER
Dalam
sistem reproduksi, lobster jantan meletakan massa dan spermatoforik di bagian
sinertum dari udang betina. Massa Spermatoforik yang baru dikeluarkan bersifat
lunak, kemudian mengeras dan warnanya berubah menjadi kehitaman. Udang betina
membawa dan menyimpan telurnya di bagian bawah perutnya. Masa inkubasi telur
udang terjadi berkisar antara 3 atau 4 minggu. Perkembangan telur terlihat
dengan adanya perubahan warna semula dari merah menjadi merah tua gelap. Induk
betina yang telurnya matang cendrung bergerak ke peraiaran yang lebih dangkal (Romimohtarto,
2001). Subani, 1984 dalam utami 1999, lobster dapat digolongkan sebagai
binatang yang mengasuh dan memelihara keturunannya walaupun sifatnya hanya
sementara. Lobster betina yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara
meletakkan atau menempelkan butir-butir telurnya di bagian bawah badan
(abdomen) sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva udang.
Menjelang akhir periode pengeluaran telur dan setelah dibuahi, lobster akan
bergerak menjauhi pantai dan menuju ke perairan karang yang lebih dalam untuk
penetasan Nontji (1993) menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan setiap
ekor betina lobster dapat mencapai lebih dari 400.000 butir. Telur-trlur
tersebut akan menetas dan berubah menjadi larva pelagis. Selanjutnya dikatakan pula
bahwa, udang karang (lobster) mempunyai daur hidup yang kompleks. Telur yang
telah dibuahi menetas menjadi larva dengan beberapa tingkatan (stadium). Larva
lobster memiliki bentuk yang sangat berbeda dari yang dewasa. Larva pada
stadium filosoma misalnya, mempunyai bentuk yang pipih seperti daun sehingga
mudah terbawa arus. Semenjak telur menetas menjadi larva hingga mencapai
tingkat dewasa dan akhirnya mati, maka selama pertumbuhannya, lobster selalu
mengalami pergantian kilit (moulting). Pergantian kulit tersebut lebih sering
terjadi pada stadia larva.
HABITAT LOBSTER
Habitat
udang karang (lobster) pada umumnya adalah di perairan pantai yang banyak
terdapat bebatuan /terumbu karang. Terumbu karang ini disamping sebagai barrier
(pelindung) dari ombak, juga sebagai tempat bersembunyi dari predator, serta
sebagai daerah pencari makan (Verianta, 2016). Secara umum habitat spiny lobster
memiliki karakteristik yang sama, baik jenis lobster yang berada di pantai
Utara Jawa dan sebarannya di dunia. Habitat lobster adalah daerah-daerah yang
banyak terdapat karang-karang, terumbu karang, batuan granit, atau batuan
vulkanis (Subani, 1983).
Habitat
asli lobster adalah danau, rawa, atau sungai air tawar. Di samping itu, habitat
alam yang selalu ditempati lobster juga harus dilengkapi tumbuhan air atau tumbuhan
darat yang memiliki akar atau batang terendam air dan daunnya berada di atas
permukaan air. Beberapa spesies lobster hidup dengan suhu air minimum 8◦C. Namun
banyak spesies lobster dapat hidup di lingkungan dengan suhu air 26-30◦C (Tim
Karya Tani Mandiri, 2010). Lobster umumnya aktif mencari makan pada malam hari
(nokturnal) dan juga termasuk jenis pemakan segala (omnivora) (Wiyanto dan
Hartono, 2003).
Dalam
pertumbuhannya, lobster juga melakukan proses pergantian kulit (molting), yang
merupakan proses alami yang terjadi. Hewan tersebut mempunyai kerangka luar
(eksoskeleton), sehingga perlu mengganti kerangkanya bila badannya tumbuh
membesar, karena kerangka bagian luar yang bersifat kaku tidak ikut tumbuh.
Frekuensi molting pada lobster selalu beriringan dengan pertambahan umur dan
tingkat laju pertumbuhan. Semakin baik pertumbuhan maka akan semakin sering
melakukan molting (Lukito dan Prayugo, 2007).
Fungsi
dari molting adalah untuk percepatan pertumbuhan, percepatan pematangan gonad,
dan regenerasi bagian tubuh yang cacat seperti capit yang patah. Molting
pertama terjadi seminggu setelah burayak melepaskan diri dari induknya, atau
sekitar berumur 2-3 minggu. Lobster memiliki
waktu molting yang bervariasi, sesuai dengan umur lobster. Lobster yang masih
muda biasanya hanya butuh waktu beberapa detik untuk molting, sementara lobster
yang lebih dewasa memerlukan waktu sekitar 3-4 menit untuk molting (Wiyanto dan
Hartono, 2003).
Proses
molting merupakan proses yang rumit karena melibatkan berbagai proses yang
bersifat hormonal, ada dua jenis hormon yang bertanggung jawab terhadap proses
molting yaitu hormon ecdysis dan MIH (moult inhibiting hormone). Ecdysis
berperan dalam memicu proses molting, sedangkan MIH berfungsi sebaliknya, yaitu
menghambat proses molting. Proses molting melalui 4 tahapan yaitu preecdysis,
ecdysis, metaecdysis, dan intramolting (Lukito dan Prayugo, 2007).
FISIOLOGI LOBSTER
Spesies
ini mempunyai 2 pasang antenna yang berfungsi sebagai sensor peraba ataupun
sebagai sensor pendeteksi makanan. Mempunyai mata pada bagian kepala yang
merupakan panca indra melihat pada hewan ini. Terdapat mulut yang berfungsi
sebagai alat penghancur makanan ataupun masuknya makanan. Memiliki 1 pasang
mandibula, berfungsi untuk menggigit mangsanya. Hewan-hewan Crustacea bernapas
dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah
yang dimilikinya adalah sistem peredaran darah terbuka. Bagian sefalotoraks
dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri
dari 1 pasang kaki capit (keliped) yang berguna untuk memotong atau memegang
makanan. Juga 4 pasang kaki jalan yang berguna untuk melakukan pergerakan saat
dalam kondisi tidak berenang. Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang
kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor yang berguna memungkinkan
lobster ini berenang di perairan. Pada udang betina, kaki di bagian abdomen
juga berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem saraf krustasea disebut sebagai
sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena
(indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan).
PERAN LOBSTER DI PERAIRAN
Panulirus
versicolor atau yang dikenal dengan lobster mempunyai peran penting didalam
perairan, khusunya di laut. Penghuni dasar laut ini, sering ditemukan di celah
atau lubang karang-karang atau bebatuan sebagai tempat tinggalnya. Hewan ini
berperan sebagai pemangsa dan mangsa di dalam peraiaran. Dengan memakan hewan
lain yang berada di dasar, menjadikannya sebagai kelas pemangsa. Tak hanya
memangsa ukuran yang lebih kecil dari tubuhnya, lobster pun bisa memangsa ikan
yang sedang terluka dengan ukuran yang lebih besar dari tubuhnya. Namun lobster
pun mempunyai predator yang mengincarnya, seperti hiu martil, gurita dan hewan
karnivor lainnya yang hidup di dasar peraiaran.
PERTUMBUHAN LOBSTER
Secara
umum dikenal adanya tiga tahapan stadia larva, yaitu “naupliosoma”, ”filosoma”,
dan “puerulus”. Perubahan dari stadia satu ke stadia berikutnya selalu terjadi
pergantian kulit yang diikuti perubahan-perubahan bentuk (metamorphose) yang
terlihat dengan adanya modifikasi-modifikasi terutama pada alat geraknya. Pada
stadia filosoma yaitu bagian pergantian kulit yang terakhir, terjadi stadia
baru yang bentuknya sudah mirip lobster dewasa walaupun kulitnya belum mengeras
atau belum mengandung zat kapur. Pertumbuhan berikutnya setelah mengalami
pergantian kulit lagi, terbentuklah lobster muda yang kulitnya sudah mengeras
karena diperkuat dengan zat kapur. Bentuk dan sifatnya sudah mirip lobster
dewasa (induknya) atau disebut sebagai juvenile. Lama hidup sebagai stadia
larva untuk lobster berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Lobster yang hidup di
perairan tropis, prosesnya lebvih cepat dibanding dengan yang hidup di daerah
sub-tropis. Waktu yang diperlukan untuk mencapai stadia dewasa untuk lobster
torpis antara 3 sampai 7 bulan (Subani, 1984 dalam utami, 1999).
TINGKAH LAKU LOBSTER
Udang
barong dikenal sebagai udang karang, karena hampir sepanjang hidupnya memilih
tempat-tempat di karang, baik karang yang masih hidup maupun yang telah mati di
sekitar pantai dan teluk (Subani 1981) diacu dalam Adnyanawati (1994).
Kebiasaan hidupnya merangkak di atas dasar pasir berkarang, diantara
karang-karang, gua-gua karang, diantara rumput-rumput laut dan bunga karang.
berdasarkan kebiasaan merangkaknya, udang karang dapat dikatakan tidak pandai
berenang walaupun memiliki kaki renang (Subani 1978). Pada saat matahari
tenggelam udang barong meninggalkan liang untuk mencari makan di malam hari
pada daerah terdekat dengan habitatnya, seperti pada batu karang datar dan
hamparan rumput Iaut. Hal ini dikarenakan Udang barong adalah hewan nocturnal.
Dalam upaya mencari makan, udang barong memangsa hewan yang bergerak lambat
serta mudah ditangkap atau makhluk hidup yang melekat didasar perairan
(Phillips dan Cobb 1980 diacu dalam Adnyanawati 1994). Makanan tamanya adalah
porifera, echinodermata, moluska, crustacea dan ikan kecil serta larva ikan.
Menurut Herrkind (1980) dan Lipcius (1985) tepat sebelum mencapai tahap dewasa
udang barong akan melakukan pergerakan dari habitat perawatan menuju tempat
yang lebih dalam, yaitu habitat karang, temp at dimana reproduksi akan terjadi.
Hasil penelitian, menyatakan bahwa udang barong memiliki kemampuan untuk
menentukan lokasi keberadaannya seeara geografi dari informasi yang dihantarkan
oleh daya magnetik bumi. Kemampuan seperti ini dikenal "magnetic map
sense", seperti pada burung merpati (Lohmann et al.1995).Peluang udang
barong memasuki bubu dipengaruhi oleh adanya predator, kompetitor, mangsa udang
barong yang terikat dan berada di sekeliling bubu (Hestirianoto 1985).
MANFAAT LOBSTER
Lobster
(Panulirus sp.) merupakan komponen penting bagi perikanan udang di Indonesia,
dimana menurut catatat Statistik Perikanan Indonesia tahun 2005, lobster
menempati urutan ke empat untuk komoditas ekspor dari bangsa Krustacea setelah
marga Penaeus, Metapeaneus dan Macrobrachium (Ditjenkan, 2007). Meningkatnya
pasar domestik maupun ekspor menyebabkan penangkapan komoditas lobster
semakin intensif. Intensifikasi penangkapan yang tidak didasarkan pertimbangan
kelestarian sumberdaya seperti penangkapan menggunakan bahan peledak, potas dan
lain-lain akan berakibat pada kerusakan hábitat dan ekosistem. Pemanfaatan yang
seperti itu akan berakibat pada menurunnya stok lobster, kepunahan spesies,
ketidak seimbangan ratio antara jantan dan betina, serta aspek biologi lainnya
(Junaidi et al., 2010). Musim penangkapan udang karang berlangsung sepanjang
tahun dengan puncaknya pada bulan September hingga Februari (Wahyuni et al., 1994).
Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa puncak musim penangkapan terjadi
pada buan November hingga Maret (Subani & Prahoro,1990).
Di
Indonesia, pulau Lombok merupakan satu-satunya pulau dengan ketersediaan benih lobster
(puerulus) yang cukup melimpah (Priyambodo dan Sarifin 2009). Harga benih lobster
(puerulus) yang sangat tinggi (Rp. 12.000 s.d. Rp. 17.000/ekor) mendorong
nelayan di sekitar perairan teluk Grupuk-Lombok untuk menangkap benih lobster
dari alam (Erlania et al. 2014). Lebih dari 90% benih lobster (puerulus) yang
ditangkap oleh nelayan di pulau Lombok adalah jenis lobster pasir P. homarus,
10% jenis lobster mutiara P. ornatus, serta sebagian kecil jenis lobster bambu
P. versicolor dan lobster batik P. longipes (Jones 2010). Puerulus yang
ditangkap kemudian melalui proses pembesaran dengan menggunakan keramba jaring
apung (KJA) selama 8-10 bulan masa pemeliharaan sampai siap untuk dipanen
dengan kisaran berat lobster adalah 115-140 gram (Petersen et al. 2013).
Jadi
manfaat lobster bagi indonesia sebagai nilai ekspor sehingga menambah devisa
negara indonesia. Untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi terhadap lobster
terutama di wilayah Asia, Eropa dan Amerika, maka kegiatan budidaya lobster
sudah banyak dilakukan di beberapa negara termasuk di Indonesia (Phillips dan
Matsuda 2011). Sebagian besar kegiatan budidaya lobster adalah kegiatan pembesaran
dengan menangkap benih (puerulus) dari alam. Hal ini dikarenakan sampai saat
ini belum tersedianya benih lobster dari hasil kegiatan budidaya (Williams
2007).
SPESIES LOBSTER YANG
TERTANGKAP DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN TIMUR INDONESIA
Adapun
ciri spesies lobster berdasarkan (Carpenter & Neim, 1998) yang tertangkap
selama penelitian antara lain:
LOBSTER MUTIARA
Memiliki
warna dasar tubuh kehijauan dengan pola garis tipis berwarna hitam dan kuning
disetiap ruas tubuhnya, memiliki pola garis vertikal berwarna hitam dan
kekuningan pada setiap kakinya, dan memiliki ekor berwarna orange.
LOBSTER PAKISTAN
Memiliki
warna dasar tubuh hijau muda dengan pola garis berwarna kekuningan pada setiap
ruas antar segmennya, dan pada setiap kakinya memiliki bercak kuning.
LOBSTER BAMBU
Memiliki
warna dasar tubuh hujau terang dengan pola garis tipis yang diapit warna hitam pada
setiap segmennya, memiliki anterna berwarna merah, dan pada setiap kakinya memiliki
pola garis horizontal berwarna hitam dan kekuningan
LOBSTER PASIR
Memiliki
warna dasar hijau kecoklatan, pada setiap kakinya memiliki bercak putih, dan pada
lempeng antenula terdapat 2 buah duri besar yang diikuti oleh duri-duri kecil dibelakangnya.
PENULIS
Rhega
Farianda
FPIK
Universitas Brawijaya Angkatan Tahun 2015
EDITOR
Gery
Purnomo Aji Sutrisno
FPIK
Universitas Brawijaya Angkatan Tahun 2015
DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjoyo,
M. Djambitu. 1989. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga
Google
Image. 2015. http://www.googleImage.com. Diakses pada 1 November 2015
Nontji,
Anugrah. 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan
Ridwanudin,
A., V. Fahmi dan I. S. Pratama. 2018. Pertumbuhan
Lobster Pasir Panulirus homarus dengan Pemberian Pakan Moist. Jurnal Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia. 3(2): 95-103.
Romimohtarto,
Kasijan. 2009. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan
Setyanto,
A., N. A. Rachman dan E. S. Yulianto. 2018. Distribusi dan Komposisi Spesies
Lobster yang Tertangkap di Perairan Laut Jawa bagian Jawa Timur, Indonesia.
Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. 20(2): 49-55.
Smayani.2015.https://smayani.wordpress.com/2009/05/13/crustacea/.Diakses
pada 1 November 2015
Wikipedia.
2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Krustasea.
Diakses pada 1 November 2015
Wikipedia.2015.https://id.wikipedia.org/wiki/Panulirus_versicolor.Diakses
pada 1 November 2015
Post a Comment for "Lobster, Lobster Air Laut, Lobster Hijau, Atau Lobster Bambu; Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll"