PENGERTIAN LIMNOLOGI ATAU LIMNOLOGY
Menurut
Cole dan Paul (1994) , Istilah Limnologi berasal dari kata Yunani yaitu limne
berarti kolam, rawa, atau danau, ilmu ini muncul khusus dari danau
penyelidikan. Namun seiring waktu berlalu, limnologi menjadi ilmu perairan
pedalaman, peduli dengan semua faktor air (habitat lotic) serta genangan air
(habitat lentic). Itu diwujudkan dari danau terbesar ke terkecil dari kolam dan
mencakup perairan fana dan lahan basah serta danau permanen yang telah ada
selama jutaan tahun. Meskipun dianggap berbagai tipe ekosistem dan lokasi
geografis yang berbeda.
limnologi
adalah studi tentang hubungan struktur fungsional dan produktivitas organisme
ekosistem perairan dalam seperti yang diatur oleh dinamika fisik, kimia, dan
lingkungan biotik. Pemeriksaan pemahaman limnologi perbedaan sifat fisik dan
biotik antara ekosistem danau, waduk, dan sungai yang berbeda. Namun, di antara
berbagai faktor lingkungan yang dinamis yang mempengaruhi metabolisme,
pertumbuhan, dan kapasitas reproduksi organisme, kesamaan fungsional ditemukan
di tengah-tengah proses dan kontrol metabolisme, fluks energi, dan bahan
bersepeda (Wetzel, 2001)
PARAMETER FISIKA
PENGERTIAN SUHU
Suhu
adalah ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Benda yang panas
memiliki suhu yang tinggi. Sedangkan benda yang dingin memiliki suhu yang
rendah (Sugiyono, 2010).
Suhu
menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin
panas benda tersebut. Secara mikroskopis
suhu menunjukkan suatu energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak,
baik itu dalam betuk perpindahan maupun gerakan sitempat getaran (Fatah, 2015).
FAKTOR PEMBATAS SUHU
Suhu
mempengaruhi kehidupan organisme. Organisme dapat hidup pada suhu sampai 300o C
dengan kisaran suhu – 200 sampai 100o C. Akan tetapi kebanyakan organisme hanya
dapat hidup pada kisaran suhu yang lebih sempit. Pada umumnya batas atas
/maksimumlebih kritis atau lebih membahayakan kehidupan organisme daripada
batas bawah/minimum ( Miftahul, 2013 ).
Suhu
perairan yakni 30 ºC, dimana pada saat
cuaca sedikit mendung dan usai hujan, sedangkan suhu tertinggi yaitu 32 ºC
karena pada cuaca cerah. Suhu yang normal untuk pertumbuhan di perairan tropis
berkisar antara 24 °C – 35 °C. Selain itu, kecepatan arus yang terukur berkisar
antara 0,044 – 0,238 m/s (Hutomo, 1985 dalam Feryatun et al, 2012).
PENGERTIAN KECEPATAN
ARUS
Kecepatan arus merupakan besar arus yang terjadi yang dapat ditentukan dengan menghitung
resultan dari dua komponen utama u dan v. dapat dibuktikan dengan dilakukannya analisis arus geostropik di
permukaan laut Indonesia yaitu perairan bagian selatan Pulau Jawa dengan
menggunakan data gabungan dari beberapa satelit altimetry (Sartono, 2014).
Kecepatan
arus pada posisi pengukuran dekat dengan pantai terukur lebih rendah dari pada
posisi pengukuran yang ke arah laut. Hasil pengukuran kecepatan arus dengan
metode yang sama di muara sungai Porong, Kabupaten Pasuruan saat bulan purnama
dan perbani relatif lebih kecil yakni berkisar antara 8 sampai 27 cm/det
(Sudarto et al, 2013).
FAKTOR PEMBATAS
KECEPATAN ARUS
Aliran
arus relatif konstan dalam memindahkan sejumlah besar massa air dari satu
tempat ke tempat lainnya. Arus laut terbentuk dari tenaga angin, pasang surut,
ataupun perbedaan tekanan. Pembentukan
arus tersebut menghasilkan gerak di perairan, gerak perairan (arus) kemudian
dikonversi menjadi energi listrik. (Firdaus et al.,2015).
Salinitas
dan suhu merupakan sebagian dar factor oseanografo yang berperan penting dalam
proses fisika maupun biologi perairan. Perbedaan salinitas dan suhu mencolok
akan menghambat proses pencampuran. Sehingga kecepatan arus yang akan
dihasilkan akan terganggu (Kalangi et al.,2012).
PENGERTIAN KECERAHAN
Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi. Kecerahan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di
dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kecerahan merupakan
indikator penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga
dapat mengalami proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kecerahan
biasanya terganggu akibat adanya partikel anorganik yang berasal dari erosi
dari DAS dan resuspensi sedimen di dasar waduk (Pujiastuti et al, 2013).
Kecerahan
merupakan faktor penentu daya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan.
Rendahnya kecerahan disebabkan oleh adanya aktifitas-aktifitas yang tinggi di
perairan ini seperti kegiatan transportasi, pelabuhan dan pemukiman. Adapun
faktor lain yang mempengaruhi ialah blooming-nya fitoplankton di perairan
(Efrizal, 2010).
FAKTOR PEMBATAS
KECERAHAN
Kecerahan
air menjadi rendah karena kekeruhan disebabkan oleh partikel-partikel tanah,
partikel bahan organik dan biota renik. Keruhnya warna air ditentukan warna
senyawa atau bahan terlarut dan melayang di dalam air misal warna coklat, maka
banyak terdapat partikel tanah . Jika warna hijau sampai hijau tua atau hijau
abu-abu maka banyak mengandung plankton berarti perairan masih ditembus oleh
cahaya (Rohmani, 2013).
Kecerahan
sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut dan Lumpur. Semakin banyak
partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan
atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi
makan dari organisme (Sembiring, 2008 dalam Tarigan, 2012).
PENGERTIAN KEDALAMAN
AIR
Kedalaman
merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah teknik berbagai
pesisir seperti erosi. Pertambahan stabilitas garis pantai, peabuhan dan
kontraksi, pelabuhan, evaluasi, penyimpanan pasang surut , pergerakan,
pemeliharaan, rute navigasi (Roonewale et al., 2010 dalam Tarigan, 2012).
Batimetti
(dari bahasa Yunani, yang berari barus atau kedalam dan ukuran) adalah ilmu
yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai
samudra atau danau. Sebuah peta gimetri ummnya menampilkan relief panati ar=tau
daratan dengan garis-garis kontor atau contor line (Aridianto, 2010).
FAKTOR PEMBATAS
KEDALAMAN AIR
Menurut
Cahyono (2011), Kedalaman perairan menentukan layak atau tidaknya suatu
perairan tersebut untuk digunakan.
Perairan umum seperti sungai, parit dan saluran irigasi teknis yang
layak untuk digunakan adalah memiliki kedalaman minimal 1 meter. Dan terbawanya
berbagai material partikel dan kandungan oleh aliran sungai semakin mempercepat
proses pendangkalan di perairan pantai.
Kedalaman
perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi
yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh
gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari 3 meter dari
pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih besar dari dasar
jaring (Setiawan, 2010).
PENGERTIAN WARNA
PERAIRAN
Warna
air mempengaruhi sifat optis perairan karena menentukan transmisi cahaya dan
akhirnya mempengaruhi proses biologis. Sampai batas tertentu, warna air memberi
petunjuk kualitatif mengenai produktifitas perairan misal danau, sungai dan
kolam. Warna perairan dipengaruhi keberadaaan plankton, blooming dapat
memberikan gambaran mengenai keadaan perairan sesungguhnya (Prasetyaningtyas et
al., 2012).
Warna
suatu perairan umumnya disebabkan oleh bahan terlarut seperti asam humus,
tannin, plankton atau gambut. Dominasi bahan-bahan terlarut tersebut dapat
dibedakan dari warna suatu perairan. Perairan yang mengandung banyak lumpur
biasanya berwarna cokelat, bila mengandung banyak plankton warna airnya merah
seperti teh, dan bila mengandung limbah industri warna airnya hitam (Khairuman dan Amri,
2010).
FAKTOR PEMBATAS WARNA
PERAIRAN
Warna
perairan dapat disebabkan kekeruhan partikel-partikel tanah, partikel bahan
organik dan biota renik maka kecerahan warna perairan menjadi rendah. Warna air ditentukan warna
senyawa atau bahan terlarut atau melayang di dalam air misal warna coklat dari
kekeruhan tinggi. Warna hijau sampai hijau tua atau hijau abu-abu maka banyak
mengandung plankton (Rohmani, 2013).
Warna
perairan dapat disebabkan oleh adanya bahan-bahan tersuspensi dan terlarut.
Baik yang berasal dari ion-ion logam seperti besi dan mangan, dari bahan organik, baik yang hidup maupun yang mati. Bahan
organik yang hidup misalnya plankton dan bahan organik yang mati seperti
protein, lemak dan karbohidrat (Syahrul et al., 2015).
PENGERTIAN SUBSTRAT
PERAIRAN
Substrat
dasar perairan merupakan salah satu potensi abiotik yang luar biasa. Substrat
berguna sebagai habitat, tempat mencari makan, dan memijah bagi sebagian besar
organisme akuatik.Selain itu dasar perairan memiliki komposisi yang sangat
kompleks mulai dari substrat berukuran kecil sampai batu-batuan (Susanto, 2011)
Substrat
perairan misalnya adalah substrat pasir sangat halus memiliki tingkat kekasaran,
kekerasan dan ukuran diameter fraksi lebih besar dari pada substrat pasir
berlumpur. Secara hidroakustik substrat pasir sangat halus memiliki nilai
hambur balik yang lebih besar dari pada substrat pasir berlumpur. Perbedaan
suatu substrat dalam perairan juga merupakan indicator penting perairan.
FAKTOR PEMBATAS SUBSTRAT
PERAIRAN
Kandungan
bahan organik menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam
perairan. Tipe substrat berbeda-beda seperti pasir Lumpur dan tanah liat. Hal
ini sangat mempengaruhi substrat perairan (Sembiring, 2008 dalam Tarigan, 2012)
Menurut
Suliati (2006) dalam Tarigan (2012), kecerahan arus sungai dipengaruhi oleh
kemiringan. Kekasanan kadar sungai. Kedalaman dan kelebaran sungai sehingga
kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya
akan mempengaruhi jenis substrat dasar sungai pada umumnya, tipe substrat dalam
sungai dapat berupa Lumpur, pasir, kerikil dan sampah.
PARAMETER KIMIA
PENGERTIAN PH (DERAJAT
KEASAMAN)
pH
merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma
aktivitas ion hydrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hydrogen
tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada
perhitungan teoritis (Juwana,2011).
Derajat
keasaman merupakan salah satu parameter penentu produktivitas suatu perairan.
Pada umumnya pH air laut tidak banyak bervariasi karena adanya system
karbondioksida dalam laut, maka air laut mempunyai kapasitas penyangga (buffer)
yang kuat. Derajat keasaman (pH) air laut permukaan di Indonesia umumnya
bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0-8.5 (Nontji 2001 dalam Anwari
2013).
FAKTOR PEMBATAS PH (DERAJAT
KEASAMAN)
Setiap
spesies memiliki toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH ideal bagi
kehidupan organisme aquatic termasuk plankton pada umumnya berkisar antara 7
sampai 8,5. pH ideal bagi kehidupan aquatic umumnya berkisar antara asam lemah
dan basa lemah. Air yang mempunyai pH antara 6,7 sampai 8,6 mendukung populasi
ikan. Pada umumnya ikan hidup pada pH netral, tapi toleran pada pH 4,5-11. Oleh
sebab itu, pH dapat dijadikan sebagai factor pembatas ekosistem perairan.
Perairan yang mempunyai nilai kisaran pH 4 tidak dapat mendukung untuk tumbuh
dan berkembangnya organisme aquatic baik ikan, tanaman maupun invertebrate
(Barus 1996 dalam Anwar 2012)
Kadar
ion hydrogen (pH) perairan merupakan parameter lingkungan yang berhubungan
dengan susunan spesies dari komunitas dan proses-proses hidupnya. Perairan
dengan pH kurang dari 4 merupakan perairan yang memiliki kondisi asam dan akan
menyebabkan organisme akuatik mati, sedangkan dengan pH lebih besar dari 9,5
merupakan perairan yang tidak produktif . nilai ph ini mempunyai batas toleransi yang sangat
bervariasi, dan dipengaruhi oleh banyak factor antara lain suhu, oksigen
terlarut, alkalinitas dan stadia organisme (Wardoyo,1975 dan Pescod,1973 dalam
Hasbi,2014).
PENGERTIAN OKSIGEN
TERLARUT (DO)
Oksigen
terlarut adalah parameter utama di sungai, dan penting untuk metabolisme
seluruh organisme aerobik akuatik. Menurut Hauer and Lamberti (1996) mengatakan
konsentrasi oksigen terlarut tidak sama di dalam atau di antara badan sungai
tergantung pada masukan bahan organik dan kondisi perairan.
Oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan
untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber
utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara
bebas dan hasil fotosintesisorganisme yang hidup dalam perairan tersebut
(SALMIN, 2000).
FAKTOR PEMBATAS OKSIGEN
TERLARUT (DO)
Kecepatan
difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan
air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang
dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut
akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin
tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar
oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik (Wardoyo, 1978).
Distribusi
ini berkaitan dengan kelarutan oksigen yang dipengaruhi oleh temperatur
perairan. Kelarutan oksigen bertambah seiring dengan penurunan temperatur
perairan, walaupun hubungan ini tidak selamanya berjalan secara linier.
Beberapa penelitian menunjukkan oksigen di sungai yang bermuara di pantai
Sumatera mengalami penurunan khususnya di sungai siak cukup rendah dengan
kisaran 0 – 2,4 mg/l sehingga dikategorikan pada tercemar berat (Kaban, et.al,
2009).
PENGERTIAN KARBONDIOKSIDA
(CO2)
Karbondioksida
(CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua
atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia
berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer
bumi. Kandungan karbondioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300 ppm)
sampai dengan 0,06% (600 ppm) bergantung pada lokasi. Karbondioksida adalah
salah satu gas rumah kaca yang penting karena, ia menyerap gelombang inframerah
dengan kuat (Daniel, 2003 dalam Sehabudin, 2011).
Karbondioksida
(CO2) merupakan salah satu gas rumah kaca penyebab utama pemanasan global yang
mengakibatkan dampak perubahan iklim. Banyak penelitian menyebutkan bahwa laut
diduga dapat menyerap CO2 di atmosfer. Tantangan penting dalam bidang sains
iklim adalah bagaimana mengembangkan secara kuantitatif dan prediksi dari
penyerapan CO2 oleh lautan (Susandi et al., 2006 dalam Ramawijaya et al.,
2012).
FAKTOR PEMBATAS KARBONDIOKSIDA
(CO2)
Karbondioksida
merupakan hasil respirasi/ pernafasan ikan. Senyawa ini dibutuhkan tanaman air
untuk melakukan fotosintesis. Kandungan CO2 merupakan faktor pembatas kehidupan
ikan, semakin kecil kadarnya semakin baik, tetapi tidak bagi tanaman air karena
digunakan untuk fotosintesis (Kuncoro, 2008).
Perairan
tawar air yang memiliki pH 7-8 biasanya mengandung ion karbonat <500mg/l dan
hampir tidak pernah kurang dari 25 mg/l. Ion ini mendominasi sekitar 60-90%
bentuk karbon anorganik total di perairan. Kadar karbondioksida sebesar 5-10
mg/l di dalam air masih dapat ditoleransi oleh hewan air asalkan kadar
oksigennya cukup tinggi. Akan tetapi kadar karbondioksida 50-100 mg/l dapat
mematikan ikan dan udang dalam waktu lama (Yumame et al., 2013).
PENGERTIAN ALKALINITAS
Alkalinitas
dapat didefinisikan sebagai kapasitas sebuah zat terlarut untuk bereaksi dengan
dan menetralisir asam . Sifat alkalinitas ditentukan oleh titrasi dengan asam
kuat, dan titik akhir titrasi adalah pH di mana hampir semua zat terlarut
berkontribusi terhadap alkalinitas bereaksi . Titik akhir pH yang harus
digunakan dalam titrasi ini adalah fungsi dari jenis larutan terlarut yang
bertanggung jawab atas alkalinitas dan konsentrasi mereka (Hem,1989).
Alkalinitas
adalah gambaran kapasitas air tuntuk nenetlalkan asam atau kuantitas anion di
dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan
sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan. Secara khusus,
alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas menyangga
dari ion bikarbonat, dan sampai tahap terlentu terhadap ion karbonat dan
hidroksida dalam air. (Effendi, 2003 dalam Hutasoit,2010)
FAKTOR PEMBATAS ALKALINITAS
Untuk
tumbuh optimal, plankton menghendaki total alkalinitas sekitar 80 – 120 ppm.
Pada kisaran total alkalinitas kurang atau melebihi dari kisaran tersebut,
pertumbuhan plankton terhambat. Namun demikian bukan berarti pertumbuhan
plankton pasti optimal bila total alkalinitas air cukup. Hal ini karena masih
banyak parameter kualitas air yang mempengaruhi pertumbuhan plankton, seperti
ketersediaan CO2 dan pH (Kordi dan Tancung, 2010).
Tingkat
kebasaan atau alkalinitas merupakan suatu indeks dimana perairan tersebut
bersifat netral, di atas netral (basa), dan di bawah netral (asam). Alkalinitas
ikan nila berkisar antara 50–300 mg/l. Keadaan tersebut menggambarkan tingkat
alkali yang cocok untuk kehidupan ikan nila yang dibudidayakan (Effendi, 2003)
PENGERTIAN TOTAL
ORGANIK MATERIAL (TOM)
menggambarkan
kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik
terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Bahan organik merupakan bahan
bersifat kompleks dan dinamis nberasal dari sisa tanaman dan hewan yang
terdapat di dalam tanah yang mengalami perombakan. Bahan ini terus-menerus
mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan
biologi. Dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
susunan residu, suhu, pH, dan ketersediaan zat hara dan oksigen (Rakhman, 1999
dalam Ramdhan, 2015).
Bahan
organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat
maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah
dan di perairan menjadi faktor kualitas perairan pada suatu lingkungan. Bahan
organik dalam jumlah tertentu akan berguna bagi perairan, tetapi apabila jumlah
yang masuk melebihi daya dukung perairan maka akan mengganggu perairan itu
sendiri. Gangguan tersebut berupa pendangkalan dan penurunan mutu air (Odum,
1997 dalam Sari et. al., 2014).
FAKTOR PEMBATAS TOTAL
ORGANIK MATERIAL (TOM)
Menurut
Risamasu dan Prayitno (2011) dalam Putri et al (2014), juga menyatakan bahwa
nitrogen (N) dan fosfor (P) berperan penting dalam pertumbuhan dan metabolisme
fitoplankton termasuk tumbuhan autotrof. Keberadaan karbon jumlahnya sangat
melimpah sebagai karbondioksida (CO2), sehingga dianggap bahwa nitrogen dan
fosfor yang paling dipertimbangkan. Nitrogen dan fosfor yang merupakan makro
nutrien, keduanya mempunyai manfaat sebagai nutrien pembatas bagi pertumbuhan
fitoplankton. Hubungan antara keragaman fitoplankton dan faktor kualitas air
memperlihatkan bahwa keragaman fitoplankton memiliki keterkaitan dengan
alkalinitas dan bahan organik terlarut (BOT) (Pirzan dan Petrus, 2008 dalam
Galingging, 2011).
Fosfor
memainkan peran utama dalam metabolisme biologis karena merupakan unsur penting
pembentukan protein dan membantu metabolisme sel. Dengan demikian, fosfor
menjadi faktor pembatas komposisi fitoplankton perairan sebagai produsen.
Konsentrasi fosfor menunjukkan tingkat kesuburan perairan yaitu rendah (0–0,2
mg/L), cukup (0,021–0,05 mg/L), baik (0,051–0,1 mg/L) dan sangat baik (>
0,101 mg/L). (Indrayani et.al, 2015).
PENGERTIAN ORTOFOSFAT
Senyawa
fosfat di dalam air akan terhidrolisis menjadi ortofosfat. Ortofosfat merupakan bentuk aktif dari fosfat.
Ortofosfat (O-PO43-) dapat menurun disebabkan karena adanya penguapan dan
percikan air. Ortofosfat juga dapat digunakan sebagai paramater pengendalian
korosi pada suatu perairan (Erlina et.al.,2010).
Ortofosfat
sering disebut sebagai gugus fosfat dimana berupa batuan beku(apatit) atau
sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis. Contohnya kalsium ortofosfat bersifat
penting karena merupakan bioaktif seperti apatite. Kalsium ortofosfat ini juga
dapat mengatasi kerusakan pada jaringan kalsifikasi(tulang dan gigi)
(Adrian,2012).
FAKTOR PEMBATAS ORTOFOSFAT
Menurut
Sumardianto(1995) dalam Yuliana(2012), bahwa kandungan ortofosfat yang optimal
bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27 – 5,51mg/l. Sedangkan kandungannya
kurang dari 0,02mg/l maka akan menjadi faktor pembatas. Yang artinya
fitoplankton tidak dapat tumbuh dengan optimal.
Menurut
Effendi(2003) dalam Rinaldy et.al.(2012),bahwa kandungan ortofosfat yang
terdapat di perairan umumnya jarang melebihi 0,1mg/l, kecuali pada perairan
yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu.Kandungan fosfat
di perairan sering menjadi faktor pendorong terjadinya dominasi fitoplankton.
Faktor pembatas bila kadarnya
kurang dari 0,004mg/l, sementara pada kadar lebih dari 1mg/l dapat menimbulkan
blooming.
PENGERTIAN NITRAT
(NO3)
Menurut
Munampiring(2010), nitrat (NO3) adalah ion – ion anorganik alami, yang
merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktivitas mikroba di tanah atau air
menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama menjadi ammonia.
Kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat
dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang
paling sering ditemukan di dalam air bawah Tanah maupun air yang terdapat di
permukaan.
Menurut
Effendi (2003) dalam irawati (2015) , menjelaskan bahwa nitrat adalah bentuk
nitrogen utama dalam perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi
pertumbuhan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan stabil. Nitrat
dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
FAKTOR PEMBATAS NITRAT
(NO3)
Effendi dalam
Simanjuntak,(2012) dalam Patty., (2014), kadar nitrat perairan
> 0,2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi yang
dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton
dengan cepat (blooming). Bila
ditinjau dari kadar
nitrat yang merupakan salah
satu indikator kesuburan
maka kisaran kadar
nitrat masih dalam batas aman kesuburan
di suatu perairan.
Menurut
Ulqodry.,(2010) Rata-rata kandungan nitrat permukaan sebesar 0,37 g-at N/L,
sedangkan untuk lapisan dasar hanya sebesar0,16 g-at N/L. Hal ini diduga
terjadi pengadukan (tur-bulence) dasar perairan yang kuat, sehingga zat
harayang berada di dasar perairan terangkat ke lapisanpermukaan. Adanya
kandungan nitrat yang rendahdan tinggi pada kedalaman-kedalaman tertentu
dapatdisebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanyaarus pada kedalaman
tersebut yang membawa fosfatdan kelimpahan fitoplankton
PENGERTIAN BIOCHEMICAL
OXYGEN DEMAND (BOD)
Biochemical
oxygen demand ( BOD ) disebut juga kebutuhan oksigen biologis ) adalah jumlah
oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme biologis aerobik untuk memecah
hadir organik dalam airvpada suhu tertentu selama periode waktu tertentu .
Nilai BOD paling sering dinyatakan dalam miligram oksigen per liter. Nilai BOD
sering digunakan sebagai pengganti dari tingkat polusi organik air (Clair et
al.,2013).
BOD
(Biological Oxygen Demand ) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain
sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Pemecahan bahan
organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai
bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Alaerts dan
Santika, 1984 dalam arief et al., 2012).
FAKTOR PEMBATAS BIOCHEMICAL
OXYGEN DEMAND (BOD)
Faktor
yang mempengaruhi hasil BOD adalah Bibit
biological yang dipakai, pH jika tidak dekat dengan aslinya (netral),
Temperatur jika selain 20 0C (68 0F), Keracunan sampel, Waktu inkubasi. Selama
pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah
kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/
sampel tersebut yang harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu. Hal
ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal
ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen salam air terbatas dan
hanya berkisar 9 ppm pada suhu 200C (Salmin. 2011).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi BOD adalah jenis limbah, suhu air, derajat keasaman (pH),
kondisi air secara keseluruhan. Proses pengolahan air secara biologi selain
dipengaruhi oleh mikroorganisme, juga dipengaruhi oleh jumlah oksigen terlarut
/ dissolved oxygen. Dissolved Oxygen adalah kadar Oksigen terlarut yang
dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO juga dibutuhkan untuk
mencegah timbulnya bau yang merugikan. Temperatur dan nilai sanitasi yang
tinggi menyebabkan DO semakin rendah (Agusnar, 2008 dalam priyono dan naufal,
2010 ).
PENGERTIAN TAN (TOTAL
AMONIA NITROGEN)
Menurut
Lies. (2011) , Hal ini terkait dengan seberapa banyak unsur hara yang dapat
dimanfaatkan fitoplankton sebagai energi untuk tumbuh dan reproduksi. Unsur
hara utama adalah nitrogen baik dalam wujud N yang terionisasi (NH4+) maupun N
yang tidak terionisasi (NH3) bagi ikan atau gabungan keduannya yang disebut
dengan total amonia nitrogen (TAN)
NH3
adalah bentuk amonia beracun yang merupakan racun bagi organisme air tawar di
konsentrasi mulai dari 0,53 ke 22.8mg / L . Namun tingkat toksisitas ini
tergantung baik pada pH dan suhu. Karena kedua pH dan suhu menurun, toksisitas
meningkat. Jumlah kelebihan tingkat amonia dapat membahayakan kehidupan air
karena dapat langsung keperubahan jaringan insang, hati dan ginjal
(Dasthagir,2012).
FAKTOR PEMBATAS TAN
(TOTAL AMONIA NITROGEN)
Pengukuran
mutu air menunjukkan jumlah amonia dan nitrit cukup tinggi. Ini terlihat nyata
pengaruhnya pada rendahnya SR panen dan FCR yang tinggi. Untuk mengurangi
pengaruh negatif dari amonia dan nutrit, maka proses sirkulasi air sebaiknya
dilakukan secara rutin setiap sehari dan penebaran probiotik dilakukan secara
rutin (Arief, Irene dan Rahayu, 2010 dalam Sumantadinata et al, 2013).
Amonia
yang terukur di perairan berupa amonia total (NH-3 dan NH4+). Amonia bebas
tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium dapat terionisasi. Di perairan
alami, pada suhu dan tekanan normal amonia berada dalam bentuk gas dan
membentuk kesetimbangan dengan gas amonium. Ikan tidk dapat bertoleransi
terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses
pengikatan oksigen di dalam darah. Kadar amonia di perairan alami biasanya
kurang dari 0,1 mg/liter (Effendi,2003 dalam Radhiyufa (2011).
PROSES NITRIFIKASI
Nitrifikasi
merupakan proses pembentukan senyawa nirat dari senyawa amonium. Nitifikasi
dapat terjadi dalam tanah, air tawar. Atau air laut. Bakteri yang melakukan
proses nitrifikasi terdiri dari dua kelompok, yaitu bakteri yang mengubah
ammonium menjadi senyawa nitrit (nitritasi) dan bakteri yang mengubah nitrit
menjadi senyawa nitrat (nitratasi). Pada proses nitrifikasi, zat organic yang
berasal dari kotoran hewan atau sisa tanaman akan mengalami pembusukan atau
dekomposisi yang berlangsung secara aerob. Salah satu hasil pembusukan senyawa
organic yang mengandung nitrogen adalah (ammonium). Ammonium yang terdapat
dalam tanah akan dioksidasi menjadi senyawa nitrit (NO2) oleh bakteri
nitritasi. Setiap molekul nitrit yang terbentuk akan diubah oleh bakteri
nitratasi menjadi senyawa nitrat (NO3) dan energy. Energy tersebut selanjutnya
digunakan untuk berbagai proses yang terjadi dalam tubuh organism. Senyawa NO3
yang terdapat dalam tanah dapat berasal dari N2 di udara yang terkena lecutan
listrik alami (petir) (karmana, 2008).
Dalam
proses nitrifikasi, ammonium diubah menajdi nitrit, dan kemudian nitrit diubah
menjadi nitrat. Kedua proses tersebut dibentuk oleh dua genus bakteri yang
berbeda yaitu nitrosomonas dan nitrobacter. Nitrosomonas mengubah ammonium
menjadi nitrit. Ammonium bereaksi dengan oksigen yang kemudian menghasilkan
nitrit, air, dan ion hydrogen. Sedangkan bakteri nitrobacter menguah nitrit
menjadi nitrat. Nitrit bereaksi dengan oksigen kemudian menghasilkan nitert.
Nitrit juga beracun bagi lingkungan air laut, sehingga harus dirombak menjadi
nitrat (kuncoro, 2004)
PEMBAGIAN PERAIRAN
BERDASARKAN KESUBURAN PERAIRAN
Menurut
Effendi (2011), berdasarkan tingkat keduburannya (Tropik status) perairan
tergenang khususnya danau dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai berikut:
a)
Oligotropik (miskin unsure hara dan produktifitas rendah) yaitu perairan dengan
produktifitas primer dan biomasa yang rendah, perairan ini memiliki kadar
unsure hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen.
b)
Mesotropik (unsure hara dan produktifitas sedang) yaitu perairan dengan
produktivitas primer dan biomasa sedang perairan ini merupakan perairan antara
akgotropik dan entropik.
c)
Eutropik (Kaya unsure hara dan tingkat produktifitas tinggi) yaitu perairan
dengan kadar unsure hara dan tingkat produktifitas primer tinggi
d)
Hipereutropik yaitu perairan dengan kadar unsure hara dan produktifitas primer
sangat tinggi
e)
Distropik yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik (misalnya
asam humus dan fulfic)
Eutrofikasi
diklasifikasikan menjadi empat kategori status trofik Wiryanto et al (2012)
dalam Shalehet al (2014) yaitu:
-Oligotrof:
Status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsure hara berkadar
rendah. Status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alami belum tercemar
dari sumber unsure hara N dan P.
-Mesotrofik:
Status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsure hara berkadar sedang.
Status ini menunjukkan adanya peningkatan kadar N dan P,namun masih dalam batas
toleransi
-Eutrofik:
Status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsure hara berkadar tinggi.
Status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan kadar N dan P.
-Hipereutrofik:
Status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsure hara berkadar sangat
tinggi. Status ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar
N dan P.
KISARAN PARAMETER
KUALITAS AIR OPTIMUM DALAN KEGIATAN BUDIDAYA
Menurut
Asmawi (2010), kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
survival dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup yang baik tumbuh-tumbuhan
renik yang mempu berasimilasi. Agar tumbuh-tumbuhan renik dapat berasimilasi
air harus:
•
Mempunyai suhu yang optimum untuk mendorong proses hidup
•
Menerima cahaya matahari yang cukup
•
Mengandung gas karbondioksida yang cukup
•
Mengandung mineral-mineral yang cukup
Suhu
air yang optimal untuk selera makan ikan adalah 250C-270C perairan yang
mengandung 5 mg/l. oksigen pada suhu 20-300C masih dipandang sebagai air yang
cukup baik untuk kehidupan ikan kadar amoniak yang baik untuk kehidupan ikan
dan organisme perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm.
Menurut (Sihotang 2011),Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang
pertama adalah pengukuran kualitas air dengan dengan parameter fisika dan
kimia (suhu, O2 terlarut, CO2 bebas
, pH, konduktivitas, kecerahan, Alkanitas) sedangkan yang kedua adalah pengukuran
kualitas air dengan parameter biologi (plankton dan benthos).Lima syarat utama
kualitas air bagi kehidupan ikan adalah:
1.Rendah
kadar amonia dan nitrit
2.Bersih
secara kimia
3.memiliki
pH,kesadahan dan temperatur yang sesuai
4.Rendah
kadar cemaran organik
5.stabil
DAMPAK YANG
DITIMBULKAN TIAP PARAMETER
PARAMETER FISIKA
SUHU
Menurut
Closset et al.(2006) dalam Retnaningdyah et al. (2011), cahaya juga berfungsi
dalam memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu pada perairan. Pengaruh
cahaya pada suhu yaitu semakin lama dan besar intensitas cahaya, maka suhu air
akan semakin meningkat. Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan
sebagai habitat, karena pada organisme memiliki kisaran minimum dan maximum
suhu untuk kehidupannya.
Menurut
Yumameet et al. (2013), terdapat factor-faktor yang mempengaruhi suhu perairan.
Faktor-faktor tersebut antara lain letak ketinggian dari permukaan laut, letak
tempat terhadap garis edar matahari, musim, cuaca, waktu pengukuran, kedalaman
air dan kegiatan manusia di sekitar perairan, misalnya industry dan pemukiman.
Proses pencernaan yang dilakukan oleh ikan, akan berjalan sangat lambat pada
suhu yang rendah, tetapi lebih cepat pada perairan yang suhunya lebih tinggi.
KECEPATAN ARUS
Di
wilayah sungai pada kedalaman 0,5 meter, kecepatan arus di sekitar muara
mengalir ke laut, sedangkan di bagian tengah kecepatan arus lebih tinggi.
Kecepatan arus pada sungai yang berpengaruh terhadap pengangkutan air dan
sedimen. Daerah sungai yang memiliki peluang cukup besar untuk mengalami
perubahan kondisi ini adalah hilir sungai yang merupakan bagian sungai yang
bertemu langsung dengan laut (Agustini et.al., 2013)
Arus
juga merupakan kekuatan yang menentukan arah dan sebaran sedimen. Kekuatan ini
juga yang menyebabkan karakteristik sedimen berbeda sehingga pada dasar
perairan disusun oleh berbagai kelompok populasi sedimen. Secara umum partikel
berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang tidak jauh dari sumbernya,
sebaliknya jika halus akan lebih jauh dari sumbernya (Rifardi, 2008 dalam
daulay ,2014).
KECERAHAN
Menurut
Romimohtarto et al. (1987) Dalam Niartiningsih (2012), Penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan kualitas perairan yang mempengaruhi tingkat
kelimpahan kima. Kecerahan merupakan salah satu faktor penting yang sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kima karena hal ini berkaitan erat
dengan kehidupan simbion kima yaitu zooxanthella yang membutuhkan cahaya
matahari untuk proses fotosintesis. Zooxanthella membutuhkan cahaya untuk
berlangsungnya proses fotositesis sehingga kima membutuhkan perairan yang
dangkal dan jernih.Variabel ini memberikan pengaruh secara langsung terhadap
kelimpahan kima dari hasil analisis korelasi.
Nilai
kecerahan berkisar antara 85 hingga 112 cm dengan kedalaman perairan berkisar
antara 148 hingga 1.130 cm. Nilai kecerahan yang relatif tinggi dijumpai di
bagian perairan yang bebas dari tanaman air dan kegiatan budidaya. Nilai
kecerahan tergantung dengan keadaan cuaca, waktu pengukuran, warna air,
kekeruhan dan padatan tersuspensi yang ada didalam perairan. Nilai kecerahan
suatu perairan berpengaruh bagi produksi oksigen pada suatu perairan dan
tentunya berpengaruh pada kesuburan perairan. Danau yang mengalami penyuburan
yang relatif cepat seperti Limboto memiliki kisaran nilai kecerahan perairan
500 – 4.200 cm (Suryono et.al., 2010).
KEDALAMAN AIR
Menurut
( Nining, 2010), pada kedalaman yang cukup besar antara 500-2000 m, kecepatan
arus yang ditimbulkan angin ini menjadi nol. Kedalaman dimana arus samadengan
nol disebut kedalaman tanpa gerakan atau kedalaman Ekman. Perubahan arah dan
kecepatan arus terhadap kedalaman menimbulkan suatu transport massa air yang
geraknya tegak lurus kearah angin di belahan bumi utara dan kearah kiri
kebelahan bumi selatan.
Kedalaman
maksimum yang dapat dideteksi oleh citrasatelit, merupakan fungsi dari panjang
gelombang dan kecerahan perairan.Jika kondisi perairan jernih, kanal spectra
490nm dapat mendeteksi kedalaman hingga 580 nm dan 400 hingga 610 mampu
mendeteksi kedalaman hingga berturut-turut 20 m dan 10m. Variasi spectral per
kedalaman ini, adalah dasar dari system penginderaan jauh (sinar tampak) untuk
mendeteksi objek dasar perairan dan batimetri ( IOCCG,2013).
WARNA PERAIRAN
Warna
air mempunyai hubungan dengan kualitas perairan. Warna perairan dipengaruhi
oleh adanya padatan terlarut dan padatan tersupensi. Nilai warna perairan
diduga ada kaitannya dengan masuknya limbah organik dan anorganik yang berasal
dari kegiatan keramba jaring apung dan permukiman penduduk di sekitar perairan
danau. Kondisi ini juga dapat meningkatkan blooming pertumbuhan
fitoplanktondari filum Cyanophyta (Pujiastuti et al., 2013).
Berdasarkan
hasil pengukuranwarna air di waduk Selorejo selama penelitian yang dilakukan
secara visual maka warna air pada tiap stasiun pengambilan sampel yang paling
dominan adalah warna hijau dan coklat keruh. Warna air tersebut sangat
tergantung pada plankton yang mendominasi. Kondisi air sedikit berbau dan
berwarna hijau karena dekat dengan pemukiman dimanater dapat aktivitas manusia
dimungkinkan adanya buangan limbah domestik dari sisa rumah tangga keperairan
waduk tersebut (Suryanto,2011).
SUBSTRAT PERAIRAN
Substrat
dasar perairan dapat menjadi faktor pembatas, baik secara sendiri maupun
komulatif terhadap organisme perairan. Substrat dasar perairan sangat.
Berhubungan dengan kecepatan arus, dan aktivitas manusia di sepanjang DAS.
Substrat dasar akan berpengaruh terhadap distribusi organisme perairan.
Organisme perairan secara morfologi memiliki kekhasan tertentu untuk dapat
hidup pada habitat perairan dengan tipe substrat dasar tertentu (Satino,2010).
Welch
(1952), dalam Putra (2015), menjelaskan bahwa substrat didasar perairan akan
menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan benthos. Jenis sedimen
berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Pada
jenis sedimen yang berpasir kandungan oksigen relatif lebih besar di bandingkan
dengan sedimen yang lebih halus, karena pada sedimen berpasir terdapat pori
udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air
di atasnya.
PARAMETER KIMIA
PH (DERAJAT KEASAMAN)
PH
adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan tingkat asam atau basa
suatu larutan. Ph merupakan suatu faktor yang mempengaruhi aktifitas
pengelolaan dan perairannya. Derajat keasaman memiliki pengaruh yang besar
terhadap tumbuhan dan hewan air. Derajat keasaman sering digunakan sebagai
petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan (Hendrasaite,2010).
Biasanya
angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya
keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur
kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi
akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2.
Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam
telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi
tetapi dengan cara perlahan (Sari, 2010).
OKSIGEN TERLARUT (DO)
Oksigen
terlarut didapat karena proses transfer dari atmosfer ke air, dan transfer
lewat fotosintesa algae dan tumbuhan berwarna. Kualitas badan air dipengaruhi
oleh lancar tidaknya oksigen dari udara
ke air. Oksigen diperlukan ikan untuk katabolisme yang menghasilkan energi bagi
aktivitas seperti berenang,reproduksi dan pertumbuhan.Dengan demikian konversi
pakan dan laju pertumbuhan sangat ditentukan oleh ketersediaan oksigen
disamping terpenuhinya faktor-faktor lain (Irianto, 2005 dalam Rahman dan Khairoh,
2012).
Menurut
Boyd (1990) dalam Puspitaningrum (2012),konsumsi oksigen dilakukan oleh semua
organisme melalui proses respirasi dan perombakan bahan organik.peroduksi
oksigen berlangsung melalui proses fotosintesis oleh komunitas
autotrof,sedangkan konsumsi oksigen dilakukan oleh semua orhanisme melalui
proses respirasi dan perombakan bahan organik.dinamika oksigen terlarut dalam
ekosistem perairan ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dan konsumsi
oksigen.
KARBONDIOKSIDA (CO2)
Menurut
Wahyono (2011), dilaut gas karbondioksida yang digunakan
fitoplankton untuk proses fotosintesa, tenggelamnya kedasar lautan bersama
kotoran mahkluk hidup pemakan fitoplankton dan predator mahkluk hidup pemakan
fitoplankton dan predator tingkat tinggi lainnya. Terjadinya up welling , CO2
di lepaskan ke atmosfer. Sebaliknya , pada daerah downwelling CO2 berpindah dari atmosfer ke lautan. Selain itu dalam proses sirkulasi termohalin,
CO2 yang terlarut dalam air laut akan
terbawa dalam massa air dipermukaan yang lebih berat ke dalam laut atau
interior laut.
Karbondioksida
bebas (free CO2) digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air. CO2
bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 diperairan yang membentuk kesetimbangan
dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang terukur biasanya berupa CO2 bebas.
Proses fotosintesis di perairan dapat memanfaatkan karbondioksida bebas maupun
ion bikarbonat sebgai sumber karbon
(Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003)
ALKANITAS
Alkalinitas
adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion air
yang dapat menetralkan kation hidrogen serta sebagai kapasitas penyangga
terhadap perubahan pH perairan. Peningkatan alkalinitas pada media pemeliharaan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kelangsungan hidup larva ikan. Alkalinitas yang optimal akan mampu menyangga
perubahan pH perairan serta dapat mendukung laju pertumbuhan yang optimum
(Djokosetiyanto et al., 2011).
Alkalinitas
limbah cair membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan
oleh penambahan asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan
zat-zat kimia dan biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba.
Alkalinitas yang terbentuk pada air buangan berasal dari CO2 yang bersenyawa
dengan air membentuk membentuk asam karbonat dan berdissosiasi membentuk
ion-ion hidrogen dan ion-ion bikarbonat. Ion-ion ini yang berfungsi sebagai
buffer (Utami et al., 2015).
TOTAL ORGANIC MATTER
(TOM)
Menurut
Zulkifli et al.(2009) dalam Tio (2013), tingginya kandungan bahan organik akan
mempengaruhi kelimpahan organisme, dimana terdapat organisme-organisme tertentu
yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga
dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi. Pada penelitian ini parameter
kandungan bahan organik yang diukur adalah Total Organic Matter (TOM), TOM
menggambarkan kandungan bahan organic total dalam suatu perairan yang terdiri
dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid
Bahan organic
merupakan salah satu indikator
kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di
darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan menjadi faktor kualitas
perairan pada suatu lingkungan. Bahan organik dalam jumlah tertentu akan
berguna bagi perairan, tetapi apabila jumlah yang masuk melebihi daya dukung
perairan maka akan mengganggu perairan itu sendiri. Gangguan tersebut berupa
pendangkalan dan penurunan mutu air (Odum, 1997 dalam Sari et al.,2014).
ORTHOFOSFAT
Hasil
pengukuran kadar ortofosfat dilapisan permukaan berkisar antara 0.10–0.29 mg/l
dan pada lapisan dasar kandungan ortofosfat di perairan 0.17 – 0.54 mg/l,
termasuk dalam kategori cukup pekat. Tingginya kandungan ortofosfat di dasar
perairan disebabkan karena dasar perairan umumnya kaya akan zat hara, baik yang
berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organic yang berasal
dari jasad flora dan fauna yang mati. Ortofosfat merupakan nutrien yang hal ini
dapat berasal dari buangan limbah organik yang berasal dari drainase-drainase
sekitar sehingga bahan organik dalam perairan tinggi namun tidak dapat
dimanfaatkan optimal oleh fitoplankton karenanya adanya faktor lain seperti
suhu dan cahaya (Sidjabat ,1976 dalam
Kristi et al., 2015)
Tingginya
konsentrasi ortofosfat disebabkan karena letaknya yang dekat dengan muara
sungai dan juga diakibatkan karena adanya pengaruh arus saat menuju pasang yang
bergerak dari timur ke barat. Selain itu, suhu dan kecerahan juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya konsentrasi ortofosfat.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba. Proses dekomposisi inilah yang nantinya menghasilkan zat-zat hara
seperti ortofosfat ( Septia et al., 2016).
NITRAT NITROGEN
Menurut
Yool et. al.,(2014) bahwa proses nitrifikasi berjalan dengan baik apabila
konsentrasi nitrat di air meningkat, di mana kalau di perairan terbuka ditandai
dengan tumbuhnya fitoplankton. Pada penelitian Yool menunjukkan dengan sempurna
bahwa air over flow yang dilewatkan ke media biofilter meningkat konsentrasi
nitrat. Konsentrasi nitrat yang berlebihan akan sangat bermanfaat apabila
dimanfaatkan untuk kegiatan aqriculture (pertanian) seperti hydroponic.
Nitrifikasi
adalah suatu proses oksidasi enzimatik yakni perubahan senyawa ammonium menjadi
senyawa nitrat yang dilakukan oleh bakteri-bakteri tertentu. Proses ini
berlangsug dalam dua tahap dan masing-masing dilakukan oleh grup bakteri yang
berbeda. Tahap pertama adalah proses oksidasi ammonium menjadi nitrit yang
dilaksanakan oleh bakteri Nitrosomonas dan tahap kedua adalah proses oksidasi
enzimatik nitrit menjadi nitrat yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrobakter.
Nitrat nitrogen sangat mempengaruhi proses nitrifikasi (Damanik et.al. , 2011).
BOD (BIOLOGICAL
OXYGEN DEMAND)
Nilai
BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
organisme aerob untuk aktivitas hidup. Secara spesifik dalam hal ini adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk mendegradasi
senyawa organik dalam perairan. Nilai BOD menunjukkan kandungan bahan organik
dalam perairan, semakin tinggi nilai BOD maka mengindikasikan bahwa perairan
tersebut banyak mengandung bahan organik didalamnya. Demikian juga sebaliknya,
apabila nilai BOD rendah maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut miskin
bahan organik.(Satino,2010)
Menurut
Happy et.al (2012), Biologycal Oksigen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen
biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan organisme hidup di dalam air
lingkungan untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan anorganik
yang ada di dalam lingkungan tersebut. Nilai BOD yang tinggi menunjukkankan
dungan oksigen di dalam air banyak digunakan oleh bakteri untuk memecah zat organik. Keadaan ini dapat
mempengaruhi konsentrasi DO di dalam air.
TAN (TOTAL AMONIA
NITROGEN)
Dekomposisi
biota yang telah mati seperti fitoplankton merupakan sumber utama dari nitrogen
yang terakumulasi dalam sedimen kolam. Melalui remineralisasi, yang merupakan
konversi nitrogen organic menjadi nitrogen anorganik yang dimediasi oleh
bakteri, TAN dalam sedimen dikembalikan ke kolam air. Hal ini menjadikan proses
sedimentasi dan remineralisasi menjadi parameter yang sangat penting dalam
mempengaruhi dinamika nitrogen dalam kolam udang. Apabila terdapat laju
remineralisasi yang tinggi yang diikuti stocking density yang tinggi, maka
dapat diprediksi bahwa konsentrasi TAN dalam kolom air akan tinggi pula
(kondisi yang bersifat toksik). Untuk berbagai jenis spesies udang, konsentrasi
median TAN yang bersifat letal berada pada kisaran 30-110 mg/L TAN dan hal ini
juga bergantung pada ukuran dan umur udang (Schuler, 2008 dalam Astriana,
2015).
Metode
analisis untuk nitrogen amonia dalam ukuran air TAN yang terdiri dari tidak terionisasi
amonia (NH3) dan amonium (NH4 +) dalam pH- dan suhu tergantung keseimbangan.
Tidak terionisasi amonia memberikan kontribusi terutama untuk toksisitas
amonia, tetapi konsentrasi NH4+ yang tinggi memiliki beberapa tingkat
toksisitas karena mengganggu dengan luar. Gerakan amonia melalui insang.
Proporsi meningkat NH3 dengan meningkatnya pH dan suhu dan konsentrasi NH3
harus diestimasi dari dana konsentrasi TAN. Tabel faktor untuk menghitung NH3
dari TAN, pH, dan suhu air tersedia. Total konsentrasi amonia nitrogen dalam
sistem budaya kadang-kadang cukup besar untuk menekankan hewan budaya tapi
jarang cukup tinggi menyebabkan kematian langsung (Zhou et al., 2016).
APLIKASI LIMNOLOGY
DALAM KEGIATAN BUDIDAYA
Menurut
Aisyah dan Luki (2012), mempelajari limnologi bertujuan untuk mengukur dan
mengevaluasi parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap pengelolaan
budidaya perikanan. Parameter PH, suhu, oksigen terlarut (DO) dan padatan
teruspensi (TTS) mendukung untuk kegiatan perikanan. Hasil pengamatan kualitas
air pada penelitian pada umumnya cukup baik untuk kehidupan ikan.
Menurut
hardiyanto et al(2012), di dalam limnologi terdapat nilai rata-rata
produktivitas primer bersih (NPP) yang merupakan nilai oksigen bersih yang akan
digunakan untuk respirasi organisme akuatik yaitu ikan. Ikan butuh oksigen
terlarut untuk metabolisme tubuhnya sehingga dapat melakukan aktivitas. Semakin
tinggi nilai produktivitas primer bersih (NPP), semakin baikperairan tersebut
untuk melakukan kegiatan perikanan budidaya.
EDITOR
Gery
Purnomo Aji Sutrisno
FPIK
Universitas Brawijaya Angkatan 2015
DAFTAR PUSTAKA
Adrian
Nur, Arief J., Heru S.2012.Sintesis dan Karakteristik Monotite Ukuran Nano
Secara Elektrokimia.Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi
Periode III.Yogyakarta.
Agustini,
Tri. Muh. Ishak.j, Andi Ihwan.2013. Simulasi Pola Sirkulasi Arus Di Muara
Kapuas Kalimantan Barat.Prisma Fisika.Vol.I.No.1.hal. 33-39.
Aisya,
siti dan luki subehi. 2012. Pengukuran dan evaluasi kualitas air dalam rangka
mendukung pengelolaan perikanan di danau limboto. Prosiding seminar nasional
limnologi. VI : 457-466.
Anwar,
J.2012. Ekologi Ekosistem Sumatera. Universitas sumatera utara. Sumatera
Anwari,
Nurmila. 2013. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Jakarta.Rawamangun,Jakarta
Aridianto,
E. 2010. Meode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Simbiosa Rekatama Media :
Bandung.
Arief,
Happy., Masyamir dan Dahiyat, Yayat. 2012. Distribusi kandungan logam berat Pb
dan Cd pada kolam air dan sedimen daerah aliran sungai citarum hulu. Jurnal perikanan
dan kelautan. Vol 3, no 3: 175-182
Asmawi,
S. 2010. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. PT. Gramedia, Jakarta.
Astriana,
Baiq Hilda. 2015. Konseptual Model Dinamika Nitrogen dalam Sistem Integrated
Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) Menggunakan Penaeus monodon, Crassostrea sp.
dan Gracilaria sp. BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi. Program Studi
Budidaya Perairan. Universitas Mataram
Cahyonono,
B .2011. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Kanisius : Jakarta.
Clair
N. Sawyer, Perry L. McCarty, Gene F. Parkin (2003). Chemistry for Environmental
Engineering and Science (5th ed.). New York: McGraw-Hill.
Cole,
Gerald A dan Paul E Wike. 1994. Text Book of
Limnology Fifth Edition. Wafeland Press Inc. United States of America.
Damanik,
M.M.B ; B.E. Hasibuan ; Fauzi ; Sarifuddin ; H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah
dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Dapus:
Wetzel, Robert G. 2001. Limnology Lake And River Ecosystems Third Edition.
Academic Press. An Imprint of Elsevier. San Diego. California. USA
Dasthagir,
Famila Farvin Binti Ghulam.2012. Assessment of Microbiological Activities of Empurau Fish (Tor Tambraides) of Local
Fish Farm.Universitas Malaysia
Daulay,Arief
Budiman.2014. Karakteristik Sedimen Di Perairan Sungai Carang Kota Rebah Kota
Tanjung Pinang Provinsi Riau.FIKP UMRAH
Djokosetiyanto,
D., R. K. Dongoran., E. Supriyono. 2011. PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasius sp.).
Jurnal Akuakultur Indonesia. IPB. Bogor. Vol 4 (2) : 53 – 56.
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan, Kanisius, Yogyakarta, 46-50 hlm.
Effendi,Hefni.2003.Telaah
Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius :
Yogyakarta
Effendie.
2011. Klasifikasi Perairan Tingkat Kesuburannya. Jakarta: Pustaka Raya
Efrizal,
T. 2010. HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR DENGAN KELIMPAHAN
FITOPLANKTON DI PERAIRAN PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNG PINANG PROVINSI KEPULAUAN
RIAU. FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN.
Universitas Raja Ali Haji: Tanjungpinang.
Erlina
D. Lestari, Setyo Budi U.2010.Pemantuan Kandungan Ortofosfat Sebagai Paramater
Uji Pengoprasian Sistem Injeksi Inhibitor Korosi (PAQ2) Pada Sistem Pendingin
Sekunder RSG-GA.SIWABESSY.Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir.Yogyakarta.
Fatah,
Abdul Lukman. 2015. Prototipe Perapian Tahu dengan Metode PWM Berbasis
Mikrokontreler. Program Studi Teknik Informatika STMIK LPIKA: Bandung.
Feryatun
Fiki, Boedi Hendrarto, Niniek Widyorini. 2012. KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN
(SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU. JURNAL PERIKANAN. FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN. UNDIP
: Semarang. VOL 1 : (7).
Firdaus,
Adil Mahfudz, Tridoyo Kusumastanto. 2014. Analisis Kelayakan Teknis dan
Finansial Pengembangan Energi Arus Laut di Selat Madura. Program Studi Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika, Institut Pertanian Bogor.
Galingging,
M.B.R. 2010. Hubungan Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Faktor Fisik
Kimia Air di Muara Sungai Asahan. Tesis. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam: Medan.
Happy,A.,Musyamsierdan
Y.Dhahsyat.2012.Distribusi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada kolam air dan
Sedimen Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan
3(3),175-182.
Hardiyanto,
rizky., henhen suherman dan rusky intan pratama. 2012. Kajian produktivitas
primer fitoplankton di waduk saguling, desa bongas dalam kaitannya denfan
kegiatan perikanan. jurnal perikanan dan kelautan. 3(4) : 51-59.
Hasbi.2014.Studi
Laju Dekomposisi Serasah Mangrove Di Pantai Larea-Rea Kabupaten
Sinjai.(Skripsi).UNHAS Makassar
Hauer,
F.R and G.A. Lamberti. 1996. Method in Stream Ecology. Academic Press.San
Diego, California, USA, p. 96-97.
Hem,
JD. 1989. Study and Interpretation of The Chemical Characteristic of Natural
Water. Alexandria : USGS
Hendrasaite.2010.Arus
Lintas Indonesia sebagai Pengantar Oseanografi.ITB: Bandung
Hutasoit,MS.
2010. Penentuan Alkalinitas dan Silika pada Internal treatment di pabrik kelapa
sawit. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sumatera Utara
Indrayani,
Ervina., K.H. Nitimulyo., S. Hadisusanto. 2015. Analisis Kandungan Nitrogen,
Fosfor Dan Karbon Organik di Danau Sentani – Papua. Jurnal Manusia dan
Lingkungan. 22 (2): 217-225.
IOCCG,
(2013), Remote Sensing of Ocean Colour in Coastal, and Other Optically-Complex,
Waters, Sathyendranath, S. (eds.). Reports of the International Ocean-Colour
Coordinating
Irawati.2015.
PENGARUHPERBEDAAN BOBOT THALLUS TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Kappaphycus
alvarezii STRAIN COKLAT YANG DIKAYAKAN.Skripsi. Universitas Hasanuddin:Makassar
Juwana,
S.2011.Biologi Laut. Djambtan:Jakarta
Kaban,
Siswanta dan Husnah. 2009. Distribusi Oksigen Terlarut dan Hubungannya Terhadap
Sebaran Jenis di Perairan Sungai Siak, Provinsi Riau. Prosiding semnaskan UGM.
Kalangi,
Patrice, Kawilarang Masengi, Masamitsu Iwata. 2012. PROFIL SALINITAS DAN SUHU
DI TELUK MANADO PADA HARI-HARI HUJAN DAN TIDAK HUJAN. JURNAL PERIKANAN DAN
KELAUTAN TROPIS. UNIVERSITAS SAM RATULANGI: Manado, Sulawesi Utara.
Karmana,
oman. 2008. Biologi untuk kelas XII semester 1 sekolah menengah atas. Grafindo
media pratama. Bandung
Khairuman
dan K. Amri.2010. Ikan Baung Peluang Usaha dan Teknik Budidaya Intensif.
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. 34 hlm.
Kordi,
KMGH dan Tancung A.B. 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.
Jakarta : Rineka Cipta
Kristi,
Devi Purba., Pujiono Wahyu Purnomo dan Max Rudolf Muskananfola. 2015. Analisis
Kesuburan Perairan Sekitar Muara Sungai Tuntang, Morodemak Berdasarkan Hubungan
Antara Nilai Produktivitas Primer Dengan NO3 dan PO4. Diponegoro Journal Of
Maquares. 4(1) : 19-24.
Kuncoro,
E., budi. 2004. Akuarium laut. Kanisius. yogyakarta
Kuncoro,
Eko Budi. 2008. AQUASCAPE : Pesona Taman Akuarium Air Tawar. Kanisius:
Yogyakarta.
Manampiring,Aaltje
E..2010. Studi Kandungan Nitrat (NO-3) Pada Sumber Air Minum Masyarakat
Kelurahan Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon.Skripsi.Universitas
Samratulangi: Manado.
Marpaung
Sartono, Teguh Prayogo. 2014. ANALISIS ARUS GEOSTROPIK PERMUKAAN LAUT
BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI. Deteksi Parameter Geobiofisik dan
Diseminasi Penginderaan Jauh: LAPAN.
Miftahul,
Yudi.2013. Jurnal Faktor Pembatas VOL: 1 NO.1, Mei 2013: 1-6.
Niartiningsih
A. (2012). Kima, Biota Laut Langka: Budidaya dan Konservasinya. Makassar:
Identitas Universitas Hasanuddin.
Nining,
S. N.2010 .Oseanografi Fisis. Kumpulan Transparansi Kuliah Oseanografi Fisika,
Program Studi Oseanografi, ITB.
ODUM,
E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.
Patty,
Simon I. 2014. KARAKTERISTIK FOSFAT, NITRAT DAN OKSIGEN TERLARUT DI PERAIRAN
PULAU GANGGA DAN PULAU SILADEN, SULAWESI UTARA.Jurnal Ilmiah platax.vol 2:(2)
Prasetyaningtyas,
T., B. Priyono dan T.A. Pribadi. 2012. Keanekaragaman Plankton Di Perairan
Tambak Ikan Bandeng Di Tapak Tugurejo, Semarang. Jurnal Biologi. FMIPA UNNES.
Priyono,
F., Hendro dan Nufal, M. 2010. PENGUJIAN
KONSENTRASI KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGIS (KOB) AIR TANAH DI WILAYAH LINGKAR
PERWIRA, BOGOR. Jurnal teknik sipil dan lingkungan: institute pertanian bogor
(ipb)
Pujiastuti
Peni, Bagus Ismail, Pranoto. 2013. KUALITAS DAN BEBAN PENCEMARAN PERAIRAN WADUK
GAJAH MUNGKUR. JURNAL EKOSAINS FAKULTAS TEKNIK. Universitas Setia Budi: Solo.
Vol. V, No. 1.
Pujiastuti,
P., Bagus, I., Pranoto. 2013. Kualitas Dan Beban Pencemaran Perairan Waduk
Gajah Mungkur. Jurnal Ekosains vol 5 (1)
Pujiyati,
Sri, Sri Hartati. P, Wijo Priyono. 2010.
EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP
NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 59-67. FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN. IPB: Bogor.
Puspitaningrum,
Mawar.,dkk.2012. PRODUKSI DAN KONSUMSI OKSIGEN TERLARUT OLEH BEBERAPA TUMBUHAN
AIR. Laboratorium Biologi Struktur
Fungsi Tumbuhan Jur Biologi FMIPA UNDIP. Hal. 44-55.
Putra,
D S. 2015. Keanekaragaman Gastropoda di Perairan Liotral Pulau Pengujan
Kabupaten Bintan.Skripsi.Tanjungpinang: Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Radhiyufa,
Muhib.2011.Dinamika Fosfat Dan Klorofil dengan Penebaran Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Pada Kolam Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Sistem Heterotrofik.Skripsi.Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah:Jakarta.
Rahman,
A dan L.W. Khairoh. 2012. Penentuan tingkat pencemaran sungai desa Awang
Bangkal berdasarkan nutrition value oeicient dengan menggunakan ikan nila
(Oreochromisniloticuslinn.) sebagai bioindikator. EKOSAINS. 4(1) : 1 – 10.
Ramawijaya.,
Rosidah., M. Yusuf Awaludin., Widodo S. Pranowo. 2012. Variabilitas Parameter
Oseanografi dan Karbon Laut di Teluk Banten. Jurnal Perikanan dan Kelautan.
Vol. 3. No. 3.
Ramdhan,
Muhammad. 2015. Studi Kualitas Perairan Teluk Ekas BerdasarkanKomponen
Fisika-Kimia. Social Science Education Journal. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 2 (1): 58-66.
Retnaningdyah,
C., N. Marwati., A. Soegiantodan B. Irawan. 2011. Media Pertumbuhan. Intensitas
Cahaya dan Lama Penyinaran yang Efektif Untuk Microcystis, HasilIsolasidan Waduk
Sutami di Laboratorium. JEP. 13 (2) : 123-130
Rinaldy
A.Zahidah H.Rosidah.2012.Struktur Komunitas Plankton di Situ Patengan Kabupaten
Bandung Jawa Barat.Jurnal Perikanan dan Kelautan.Vol.3.No 3.Unpad:Bandung.
Rohmani,
Y.M. 2013. Faktor Pembatas. Jurnal Faktor Pembatas. 1(1): 1-6.
Rohmani,
Y.M. 2013. Faktor Pembatas. Jurnal Faktor Pembatas. 1(1): 1-6.
SALMIN.
2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan
Teluk Banten. Dalam : Fora- minifera Sebagai Bioindikator Pen- cemaran, Hasil
Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky
Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 – 46.
Salmin.2011.
OKSIGEN TERLARUT (DO) DAN KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD) SEBAGAI SALAH SATU
INDIKATOR UNTUK MENENTUKAN KUALITAS PERAIRAN. Jurnal Oseana, Volume XXX, Nomor
3: 21 – 26
Sari,
Tiara Asmila., W. Atmojo., R. Zuraida. 2014. Studi Bahan Organik Total
(BOT)Sedimen Dasar Laut di Perairan Nabire, Teluk Cendrawasih, Papua. Jurnal
Oseanografi. 3 (1): 81-86.
Sari,TA.
Atmodjo, W dan Zuraida, R. 2014. STUDI BAHAN ORGANIK TOTAL (BOT) SEDIMEN DASAR
LAUT DI PERAIRAN NABIRE, TELUK CENDRAWASIH, PAPUA. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro
Sari.2010.pengantar
Ilmu Kelautan.Grasindo:Jakarta
Satino,S.Si.,M.Si.2010.Diktat
Kuliah Biologi Perikanan staff site Universitas Negeri Yogyakarta.Yogyakarta.
Satino,S.Si.,M.Si.2010.Diktat
Kuliah Biologi Perikanan staff site Universitas Negeri Yogyakarta.Yogyakarta.
Sehabudin,
Sindi. 2011. Penambatan Karbondioksida dan Pengaruh Densitas Alga Air Tawar
(Chlorella sp.) Terhadap Pengurangan Emisi Karbondioksida. Skripsi. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Septia
, Ferri Purwadi., Gentur Handoyo dan
Kunarso. 2016. Sebaran Horizontal Nitrat Dan Ortofosfat Di Perairan
Muarasungai Silugonggo Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Jurnal Oseanografi.
5(1) : 28 – 39.
Setiawan,
A. Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan. Nuha Medika : Jakarta.
Setijaningsih,
Lies.2011. Keanekaragaman Plankton pada Budidaya Ikan Nila Best (Oreochromis
niloticus) Dengan Penambahan C-organik.Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
: Bogor
Shaleh,
Fuquh.,Soewardi, Kardawan., Hariyadi, sigid. 2014. Kualitas Air dan Status Kesuburan
Perairan waduk sempor, Kebumen.Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.Vol. 19 (3):
169-173
Sihotang,C.dan
Efawani.2006.Penuntun Praktikum Limnologi.Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan
UNR:Pekanbaru.26 hal
Sudarto,
Wihelmina Patty, Adrie A. Tarumingkeng. 2013.
Kondisi arus permukaan di perairan pantai: pengamatan dengan metode
Lagrangian. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. FPIK UNIVERSITAS SAM
RATULANGI : Manado. VOL 1(3): 98-102
Sugiyono,
Vani. 2010. Trik Super Cepat Menyelesaikan Soal UN Fisika SMA. Linguakata:
Surabaya.
Sumantadinata,
Komar.Suryani, Ani. Jaja.2013. Usaha Pembesaran dan Pemasaran Ikan Lele serta
Strategi Pengembanganya di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat.8 (1):45-56
Suryanto,
A. M. 2011. Kelimpahan Dan Komposisi Fitoplankton Di Waduk Selorejo Kecamatan Ngantang
Kabupaten Malang. Jurnal Kelautan. Universitas Brawijaya. Vol 4 (2).
Suryono,
T., S. Sunanisari, E. Mulyana dan
Rosidah. 2010. Tingkat kesuburan dan pencemaran Danau Limboto, Gorontalo. Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia Volume 36 (1): LIPI, Puslit. Oseanografi. p. 49-61.
Susanto
P. 2011. Kuantifikasi dan karakterisasi acoustic backscattering dasar perairan
di Kepulauan Seribu-Jakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syahrul,
S. Suryani dan Bannu.2015. Kajian
Analisis Air Danau UNHAS : Pembahasan Khusus Pada Proses Eutrifikasi. Fisika
FMIPA Universitas Hasanuddin.
Tarigan,
Rani Rehulina. 2012. Faktor Fisika Perairan : Oceanografi. FAKULTAS PERIKANAN
DAN ILMU KELAUTAN. UNIVERSITAS BRAWIJAYA: Malang.
Tarigan,
Rani Rehulina. 2012. Faktor Fisika Perairan : Oceanografi. FAKULTAS PERIKANAN
DAN ILMU KELAUTAN. UNIVERSITAS BRAWIJAYA: Malang.
Tarigan,
Rani Rehulina. 2012. Faktor Fisika Perairan : Oceanografi. FAKULTAS PERIKANAN
DAN ILMU KELAUTAN. UNIVERSITAS BRAWIJAYA: Malang.
Tarigan,
Rani Rehulina. 2012. Faktor Fisika Perairan : Oceanografi. FAKULTAS PERIKANAN
DAN ILMU KELAUTAN. UNIVERSITAS BRAWIJAYA: Malang.
Tio
Perdana. 2013. KAJIAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TERHADAP KELIMPAHAN KEONG BAKAU
(Telescopium telescopium) DI PERAIRAN TELUK RIAU TANJUNGPINANG
Ulqodry,
T. Zia.dkk.2010.Karakterisitik dan Sebaran Nitrat, Fosfat, dan Oksigen Terlarut
di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal Penelitian sains.vol 13 : (1)
Utami,
Resarizki., Adrianto. A., Edward. HS. 2015. Pengaruh Laju Alir Umpan
TerhadappH, Alkalinitas dan Asam Volatil Dalam Bioreaktor Hibrid Anaerob Dua
Tahap Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Sagu. Fakultas Teknik Universitas
Riau. Pekanbaru. Vol 2 (1)
Wahyono,Ikhsan
Budi.2011.Kajian Biogeokimia Perairan Selat Sunda dan Barat Sumatera Ditinjau
dari Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO2) antara Laut dan Udara.Program Pasca
Sarjana.FMIPA UI
WARDOYO,
S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan.
Dalam: Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds Dirjen Pengairan
Dep. PU.), hal 293-300.
Yool,
A., A.P. Martin., C. Fernández and D.R. Clark. 2014. The significance of nitrification
for oceanic new production. Nature, 447. 999-1002.
Yuliana.2012.Hubungan
Antara Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter Fisika – Kimiawi Perairan di
Teluk Jakarta.Jurnal Akuatika.Vol.III.No 2.IPB:Bogor.
Yumame,
R. Y., R. Rompas dan N.P.L Pangemanan. 2013. KelayakanKualitas Air Kolam di
Lokasi Pariwisata Embung Klamalu Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat. Budidaya
Perairan. 1 (3) : 56-62
Yumame,
Rut Yullyn., Robert Rompas., N.P.L. Pangemanan. 2013. Kelayakan Kualitas Air
Kolam di Lokasi Pariwisata Embung Klamalu Kabupaten Sorong Provinsi Papua
Barat. Jurnal Budidaya Perairan. Vol. 1. No. 3: 56-62.
Zhou,
Li; Claude E Boyd. 2016. Comparison of Nessler, Phenate, Salicylate and Ion
Selective Electrode Procedures for Determination of Total Ammonia Nitrogen in
Aquacultur. School of Fisheries. Aquaculture and Aquatic Sciences. Swingle
Hall. Auburn University : USA
Post a Comment for "Pengertian Limnologi Atau Limnology Adalah"