BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kegiatan
budidaya ikan sangat terkait erat dengan parameter kualitas air dimana usaha
tersebut dilaksanakan. Indikator parameter kualitas air menjadi prasyarat utama
kelayakan usaha budidaya perairan.
Kondisi
kualitas air suatu perairan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :
|
Polusi dari dalam perairan yang dapat menyebabkan polusi perairan
sebagai hasil dari terlepasnya nutrien secara berlebihan.
|
Polusi dari luar perairan, seperti kegiatan industri dan kegiatan
pertanian. Akumulasi dari nutrien yang cukup tinggi dari dalam perairan
(tambak) dapat mengakibatkan self pollution yang akhirnya dapat menurunkan
produktifitas perairan, ditandai dengan adanya serangan penyakit pada
organisme budidaya.
|
Pemeliharaan
kualitas/mutu air sangat dibutuhkan untuk menunjang kelulushidupan dan
pertumbuhan optimal dari biota yang dibudidayakan. Kualitas air yang baik dapat
memasuk kebutuhan akan oksigen untuk pertumbuhan dan metabolit yang dihasilkan
oleh udang, alga dan bakteria dalam konsenterasi yang rendah. Beberapa
parameter kualitas air yang perlu mendapatkan perhatian antara lain adalah :
Oksigen terlarut (disolved oxigen) (O2), pH (derajat keasaman dan kebasaan
air), Salinitas (kadar garam), Karbondioksida (CO2), Asam belerang (H2S),
Ammoniak (NH3) dan Nitrit (NO2).
Sulfur
termasuk salah satu unsur yang terdapat melimpah di alam dengan kandungan dalam
kerak bumi mencapai 880 mg/kg. Kadar sulfur (sebagai total sulfur) dalam batuan
beku dan batuan sedimen berkisar antara 270-2400 mg/kg, dalam air laut 905
mg/L, sementara dalam air tawar mencapai 3,7 mg/L. Senyawa sulfur yang
ditemukan di alam memiliki tingkat oksidasi bervariasi antara -2 sampai +6,
dengan tingkat oksidasi yang stabil yaitu -2, 0, dan +6. Sulfur memiliki peran
penting dalam sistem biologis yaitu dalam menstabilisasi struktur protein dan
dalam proses transfer hidrogen secara enzimatis dalam metabolisme redoks.
Berkaitan dengan geomikrobiologi, terdapat setidaknya dua peranan sulfur bagi
prokaryot, yaitu: i) Dalam bentuk sulfur tereduksi, sulfur berperan sebagai
sumber energi dan tenaga pereduksi; ii) Dalam bentuk sulfur teroksidasi dan
sulfur elemental, sulfur berperan sebagai akseptor eletron terminal dalam
respirasi anaerobik (Ehrlich and Newman, 2009 dalam Sadi dan Tri, 2010).
Rumusan
Masalah
|
Apa sumber H2S di Perairan Budidaya?
|
Bagaimana bentuk H2S di Perairan Budidaya?
|
Apakah dampak H2S terhadap Budidaya Ikan?
|
Bagaimana pencegahan dan pengendalian H2S pada Perairan Budidaya?
|
TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh asam belerang Hidrogen
Sulfida (H2S) terhadap organisme budidaya perairan.
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER H2S DI
PERAIRAN BUDIDAYA
Hidrogen
sulfida (H2S) adalah gas yang terdapat dalam air yang berasal dari limbah perkotaan,
kegiatan pertanian dan industri. Senyawa sulfat berasal dari limbah organik
yang mengandung sulfur dan terdegradasi secara anaerob membentuk H2S.
Selanjutnya H2S teroksidasi menjadi sulfat yang berasal dari aktivitas
fotosintesis bakteri. Senyawa sulfat juga dapat berasal dari limbah industri.
Disamping
itu juga berasal dari hasil proses penguraian zat-zat organik oleh
mikroorganisme. Toksisitas H2S tergantung pada pH air laut. Semakin rendah pH
air laut semakin tinggi toksisitas H2S. Pada kadar 0.05 ppm sudah bersifat
fatal bagi organisme-organisme yang sensitif seperti ikan “trout” (ikan forel).
Tanah masam (pH rendah) mengandung banyak FeS. Unsur-unsur pokok yang
diperlukan dalam pembentukan pyrite (FeS2) adalah sulfat, besi hasil
metabolisme bahan organic, bakteri pereduksi belerang, dan kondisi anaerob
merupakan ciri kebanyakan daerah mangrove. Kondisi sangat memungkinkan
terbentuknya hydrogen sulfida dalam perairan budidaya terutama tambak. Saat
pyrite terdedah pada oksigen, belerang tereduksi di oksidasi menjadi asam
sulfat. Akibat buruk terhadap udang dapat diakibatkan oleh kemasaman mineral
tersebut.
Pada
lokasi perairan pantai disekitar lahan pertambakan intensif yang padat,
kecepatan proses penimbunan limbah organik yang harus diuraikan secara alami
jauh lebih tinggi dari kemampuan perairan (jasad renik) untuk menguraikan
limbah tersebut. Jika keadaan ini terus berlangsung, penimbunan limbah organik
semakin menumpuk dan mengubah lingkungan aerob menjadi anaerob. Pertumbuham
bakteri anaerob meningkat yang menghasilkan senyawa beracun seperti NH3
(ammonia), Hidrogen Sulfida (H2S) dan CH4 yang membahayakan perkembangan biota
budidaya terutama udang dalam tambak.
Pakan
sisa yang tidak terkonsumsi oleh organisme budidaya juga merupakan sumber Hidrogen
Sulfida (H2S) dalam lahan budidaya disebabkan oleh suasana anaerobik yang
memungkinkan oksidasi Hidrogen Sulfida (H2S).
Pada
ekosistem perairan alami, siklus produksi dimulai oleh produser. Produser
adalah organisme autotrop yang mampu mensintesa bahan organik yang berasal dari
bahan anorganik melalui proses fotosintesis (beberapa jenis bakteri melakukan
khemosintesis) dengan bantuan cahaya matahari. Produser utama pada ekosistem
perairan adalah fitoplankton. Pada perairan alami sumber bahan anorganik
berasal dari proses dekomposisi yang merubah bahan organik (termasuk sisa
pakan) menjadi bahan anorganik.
Sementara
itu kandungan gas hydrogen sulfida (H2S) didalam air limbah merupakan gas
berbau busuk yang dihasilkan dari proses penguraian senyawa belerang dari bahan
organikoleh bakteri anaerob yang terjadi pada air tercemaryang tidak mengandung
oksigen terlarut. Proses anaerob ini biasanya terjadi di perairan yang airnya
tidak bersirkulasi dan tidak mempunyai kontak langsung dengan udara sehingga mengurangi
kemampuan air untuk melarutkan oksigen. Semakin berat tingkat pencemaran air
maka oksigen terlarut semakin sedikit begitu juga dengan jenis organisme
aerobnya. Ketika oksigen terlarut tidak tersedia lagi maka penguraian bahan
organik akan dilakukan oleh mikroorganisme anaerob yang mengeluarkan gas asam
sulfida (H2S) dan gas metana (CH4) (Khiatuddin, 2003 dalam Abdulgani et al.,
2014).
BENTUK H2S DI
PERAIRAN BUDIDAYA
Di
perairan, sulfur berikatan dengan ion hydrogen dan oksigen. Beberapa bentuk
sulfur di perairan adalah sulfida (S2-), hydrogen sulfida (H2S), ferro sulfida
(FeS), sulfur oksida (SO2), sulfit (SO3) dan sulfat (SO4).
Hidrogen
sulfida, H2S, adalah sulphur dalam bentuk gas yang tidak berwarna, beracun,
mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari
aktivitas biologis ketika bakteri menguraikan bahan organik dalam keadaan tanpa
oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa dan saluran pembuangan kotoran.
Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas
alam.
Hidrogen
sulfida juga dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas),
sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). IUPAC
menerima penamaan "hidrogen sulfida" dan "sulfana"; kata
terakhir digunakan lebih eksklusif ketika menamakan campuran yang lebih
kompleks.
Hidrogen
sulfida merupakan hidrida kovalen yang secara kimiawi terkait dengan air (H2O)
karena oksigen dan sulfur berada dalam golongan yang sama di tabel periodik.
Hidrogen
sulfida merupakan asam lemah, terpisah dalam larutan aqueous (mengandung air)
menjadi kation hidrogen H+ dan anion hidrosulfid HS− :
H2S
→ HS− + H+
Ka
= 1.3×10−7 mol/L; pKa = 6.89.
Ion
sulfid, S2−, dikenal dalam bentuk padatan tetapi tidak di dalam larutan aqueous
(oksida). Konstanta disosiasi kedua dari hidrogen sulfida sering dinyatakan
sekitar 10−13, tetapi sekarang disadari bahwa angka ini merupakan error yang
disebabkan oleh oksidasi sulfur dalam larutan alkalin.
Pada
kondisi anaerobic dilapisan hipolimnion, bakteri heterotrof (misalnya
Desulfovibrio) akan menggunakan sulfat dan sulphur organic teroksidasi sebagai
penerima electron dalam metabolisme dan menguraikan sulfida sebagai berikut :
SO42-
+ 8H+ S2 + H2O (1)
Sulfida
dihasilkan dari proses ionisasi Hidrogen sulfida (H2S) dan terjadi reaksi
kesetimbangan antara HS dan S2.
H2S
= HS- = H+ (2)
HS-
= S2- + H+ (3)
Reduksi
(pengurangan dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hidrogen sulfida
pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organik menimbulkan bau
busuk dan meningkatkan korosifitas logam. Proses reduksi dilakukan oleh bakteri
heterotrof (Desulfovibrio) banyak terjadi didasar perairan. Hidrogen sulfida yang
dihasilkan kemudian dilepaskan ke atmosfer.
SO42-
+ bahan organik ---- bakteri ---- S2- + H2O + CO2 (4)
S2
+ 2H+ ----- anaerob ----- H2S (5)
Bakteri
heterotrof juga dapat mereduksi sulfit (SO32-), tiosulfat (S2O32-), hiposulfat
(S2O42-), dan unsur sulfur menjadi hidrogen sulfida (H2S). Pada kondisi aerob,
hidrogen sulfida segera dioksidasi oleh bakteri Thiobacillus menjadi sulfat.
Beberapa bateri, misalnya Chlorobacteriaceae dan Thiorhodaceae dapat
mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur.
Sulfur
(S) berada dalam bentuk organik dan anorganik.
Hidrogen sulfida (H2S)
adalah sulfur dalam bentuk
gas yang biasa
ditemukan di atmosfer. Sulfur anorganik terutama terdapat
dalam bentuk sulfat (SO42-) adalah
bentuk sulfur utama
di perairan dan tanah . Sulfur merupakansalah satu
elemen esensial bagi
makhluk hidup. Di perairan
sulfur berikatan dengan
ion hidrogen dan oksigen.
Beberapa bentuk sulfur
perairan adalah sulfida (S2-),
hidrogen sulfida (H2S),
ferro sulfide (FeS), sulfur
dioksida (SO2), sulfit
(SO3), dan sulfat (SO4) (Kamil, 2012).
DAMPAK H2S PADA
BUDIDAYA IKAN
Pembentukan
ammonia dan Hidrogen Sulfida (H2S) didasar tambak merupakan sebagian masalah
utama yang menurunkan laju pertumbuhan dan survival rate (SR) udang ditambak
intensif.
Adanya
senyawa H2S menyebabkan terjadinya eutrofikasi, pertumbuhan terhambat,
penurunan terhadap daya tahan terhadap penyakit dan kematian udang. Kematian
benih udang windu yang dibudidayakan tersebut merupakan respon terhadap senyawa
toksik H2S.
Jika
suplai oksigen berkurang sampai nol karena dihabiskan oleh bakteri aerob dalam
proses dekomposisi bahan organik, bakteri aerobik akan mati dan bakteri
anaerobik mulai tumbuh. Bakteri anaerobik akan mendekompisisi dan menggunakan
oksigen yang disimpan dalam molekul-molekul yang sedang dihancurkan. Hasil dari
kegiatan bakteri anaerobik dapat membentuk Hidrogen Sulfida (H2S), gas yang
berbau busuk dan berbahaya, serta beberapa produk lainnya. Produk utama dari
oksidasi aerobik adalah karbondioksida (CO2) dan air yang dapat dimanfaatkan
kembali oleh produsen primer dalam melakukan fotosintesis.
Pada
proses reproduksi bakteri terdapat mekanisme keseimbangan antara reproduksi
bakteri dengan keberadaan oksigen dan bahan organik atau nutrisinya. Proses
reproduksinya dengan membelah diri dari satu sel menjadi dua sel dan seterusnya
secara eksponensial, dibatasi oleh kondisi oksigen dan bahan organik, sehingga
lajunyapun terhambat atau bahkan terhenti.
Tingginya
limbah bahan organik yang masuk ke danau dari sisa pakan budidaya ikan dengan
keramba jaring apung (KJA) menyebabkan menurunnya kualitas air seperti
akumulasi bahan organik, pengayaan kandungan nutrien nitrogen dan fosfor
sebagai pemicu penyebab terjadinya eutrofikasi dan meningkatkan produksi
sulfida di lapisan hipolimnion yang anoksik. Dampak dari produksi sulfida,
bergantung pada hidrokimia dari danau, dapat menyebabkan hilangnya besi,
pelepasan fosfat, akumulasi/toksisitas sulfida dan eutrofikasi internal.Besi
bebas yang terdapat di danau akan bereaksi dengan sulfida memebentuk mineral
besi sulfida (FeS) menyebabkan tidak tersedianya kandungan besi bebas untuk
mengikat fosfat di danau. Apabila besi bebas tidak tersedia, sulfida dapat
bereaksi dengan besi yang terikat pada besi fosfat kompleks membentuk mineral
besi sulfida yang menyebabkan fosfat terlepas ke perairan. Memahami mekanisme
yang mengontrol ketersediaan/avilabilitas fosfat sangat penting untuk menjawab
masalah eutrofikasi (Henny dan Sulung, 2012).
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN H2S PADA PERAIRAN BUDIDAYA
Upaya
pencegahan dan pengendalian dampak keracunan hidrogen sulfida dalam perairan
budidaya dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pH air melalui pengkapuran
dan meningkatkan kandungan oksigen perairan melalui pemakaian kincir (aerasi)
dan atau pergantian air yang mempunyai kandungan oksigen yang tinggi.
Pengkapuran merupakan salah satu cara terbaik untuk mempertahankan pH yang
optimal bagi pertumbuhan udang ditambak. Sedangkan pemberian aerasi pada
perairan budidaya bertujuan untuk meningkat kosentrasi oksigen terlarut dalam
air sehingga perairan kaya dengan oksigen. Hal ini akan menurunkan kandungan
hydrogen sulfida (H2S) dalam perairan karena sulphur yang dihasilkan oleh
proses dekomposisi bahan organic akan teroksidasi dan terionisasi dalam bentuk
lain yang tidak berbahaya bagi organisme budidaya, seperti udang dan ikan.
Hubungan
antara hydrogen sulfida dengan budidaya ikan adalah sangat terkait erat, dimana
peningkatan kosentrasi kandungan H2S yang tidak terionisasi melewati ambang
batas sebesar 1 ppm dapat mengakibatkan kematian organisme budidaya secara
massal.
Batas
maksimum konsentrasi H2S yang masih dapat ditoleransi untuk kegiatan budidaya
hanya 0,002 mg/L. Tingginya kandungan H2S selain bersumber dari proses
dekomposisi limbah di dasar perairan (LIPI, 2007 dalam Erlania, 2010).
Hasil
pengukuran parameter utama kualitas air menunjukkan bahwa pH air dan tanah
cenderung netral, namun demikian terlihat pH tanah lebih rendah dibandingkan
dengan pH air. Hal ini disebabkan karena banyaknya timbunan bahan organik di
dasar perairan yang bewarna hitam dan berbau tidak sedap. Bau tidak sedap ini
berasal dari gas H2S yang dihasilkan dari proses penguraian bahan organic
(Muchlisin, 2009).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sumber
hydrogen sulfida H2S dalam perairan budidaya antara lain berasal dari proses
dekomposisi bahan organic, sisa pakan yang terakumulasi, limbah perkotaan,
kegiatan pertanian dan industri.
Di
perairan, sulfur berikatan dengan ion hydrogen dan oksigen. Beberapa bentuk
sulfur di perairan adalah sulfida (S2-), hydrogen sulfida (H2S), ferro sulfida
(FeS), sulfur oksida (SO2), sulfit (SO3) dan sulfat (SO4).
Daya
racun hidrogen sulfida (H2S) bebas tergantung pada keadaan ionisasinya. Hidrgen
sulfida yang tidak terionisasi sangat beracun, tetapi dalam bentuk lain tidak
berbahaya. Daya racun paling berbahaya adalah pada keadaan pH rendah dan
kondisi anaerob. Senyawa H2S dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi,
pertumbuhan terhambat, penurunan terhadap daya tahan terhadap penyakit dan
kematian udang.
Pencegahan
dan pengendalian dampak hidrogen sulfida dalam perairan budidaya dengan
pengapuran (menaikkan pH) dan pemberian aerasi yang cukup (meningkatkan
oksigen) perairan.
SARAN
Saran
yang dapat penulis sampaikan tentang hubungan hidrogen sulfida (H2S) pada
kegiatan Budidaya Perikanan adalah dalam kegiatan budidaya harus dilakukan
pengukuran kualitas air secara periodik terutama untuk memantau kandungan H2S
yang dapat mengakibatkan kematian massal organisme budidaya. Persiapan lahan
terutama pengapuran juga perlu diperhatikan.
PENULIS
Yusuf
Hidayah
Siti
Roziah Ria Famuji
FPIK
Universitas Brawijaya Angkatan 2015
EDITOR
Gery
Purnomo Aji Sutrisno
FPIK
Universitas Brawijaya Angkatan 2015
DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani,
H., Munifatul I. dan Sudarno. 2014. Kemampuan Tumnuhan Typha Angustifolia dalam
Sistem Subsurface Flow Constructed Wetland untuk Pengelolaan Limbah Cair
Industri Kerupuk (Studi Kasus Limbah Cair Sentra Industri Kerupuk Desa Kenanga
Kecmatan Sindang Kabupaten Indramayu Jawa Barat). BIOMA. 16 (1): 90-101 ISSN:
1410-8801
Erlania.,
Rusmaedi., Anjang B. P. dan Joni H. 2010. Dampak Manajemen Pakan dari Kegiatan
Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Keramba Jaring Apung terhadap
Kualitas Perairan Danau Maninjau. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur
Henny,
C. dan Sulung N. 2012. Dinamika Sulfida di Danau Minanjau : Implikasi terhadap
Pelepasan Fosfat di Lapisan Hipolimnion. Prosiding Seminar Nasional Limnologi
VI
Kamil,
M. T. 2012. Status Mutu Air Sungai Lampanang di Kecamatan Teweh Timur Kabupaten
Barito Utara. Journal of Tropical Fisheries. 7 (1): 601-605
Muchlisin,
Z. A. 2009. Studi Pendahuluan Kualitas Air untuk Pengembangan Budidaya
Perikanan di Kecamatan Sampolnit Aceh Jaya Pasca Tsunami. Biospecies. 2 (1):
10-16
Sadi,
N. H. dan Tri W. 2010. Pengaruh Ahtivitas Bakteri Sulfur terhadap Aspek
Geomikrobiologi di Perairan. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V
Post a Comment for "Pengaruh Asam Belerang Hidrogen Sulfida (H2S) Dalam Budidaya Ikan (Limnologi Atau Limnology)"