Ikan Patin Siam
(Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan introduksi yang telah lebih
dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya ikan patin siam mulai berkembang
pada tahun 1980 sejak keberhasilan tehnik produksi massal benih secara buatan
(Hardjamulia et al.,1981). Ikan patin yang sedang dikembangkan di Indonesia
yaitu ikan patin siam. Kementrian kelautan perikanan (KKP) telah menetapkan
patin sebagai salah satu komoditas perikanan dalam program percepatan
industrialisasi dari jenis komoditas perikanan budidaya. Ikan patin siam
merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi
baik pada tahap pembenihan maupun pada tahap pembesaran.
KLASIFIKASI IKAN
PATIN SIAM
Klasifikasi
ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) menurut Susanto dan Amri (2002) dalam
Brawidyastiti (2013) adalah sebagai berikut:
Phylum
: Chordata
Sub
phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub
class : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub
ordo : Siluroidea
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Species
: Pangasius hypophthalmus
HABITAT IKAN PATIN
SIAM
Habitat
ikan patin adalah di tepi sungai-sungai besar dan muara-muara sungai serta
danau. Di lihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit agak ke
bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar perairan. Ikan patin
sangat terkenal dan digemari masyarakat karena daging ikan patin sangat gurih
dan lezat untuk dikonsumsi.
Ikan
patin siam merupakan ikan introduksi Thailand pada tahun 1972. Ikn ini proses
domestikasinya mudah dan cepat di perairan Indonesia sehingga budidayanya
berkembang dengan pesat. Penyebaran kegiatan budidaya Patin Siam meliputi
pembesaran di kolam, sungai, danau atau waduk buatan di pulau Sumatera,
Kalimantan dan Jawa. Untuk budidaya di kolam sudah bisa dilakukan di
lahan-lahan marginal yang tidak produktif untuk tanaman seperti lahan gambut
dan rawa-rawa. Hal ini karena Patin Siam mempunyai kelebihan bisa hidup dan
berkembang di perairan-perairan ekstrim, yaitu yang memiliki pH dan kandungan oksigen yang sangat rendah (Khairuman dan Sudenda,
2009 dalam Brawidyastiti, 2013).
Penyebaran
geografis ikan patin di alam cukup luas. Secara alami ikan ini merupakan
penghuni sungai, rawa, dan danau di semenanjung Indocina yang meliputi Vietnam,
Myanmar, Laos, Kamboja dan Thailand. Di Indonesia ikan patin siam telah
diterima masyarakat luas. Khususnya di Sumatera, Kalimantan, DKI dan Jawa Barat
menggantikan ikan patin (Pangasius pangasius) asli Sumatera dan Kalimantan.
Susanto dan Amri (2002) dalam Brawidyastiti (2013) mengatakan, ikan patin
bersifat nocturnal atau melakukan aktivitas di malam hari sebagaimana umunya
ikan Catfish lainnya. Ikan patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi
sungai dan termasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang
agak kebawah (Cholik et al., 2005 dalam Brawidyastiti, 2013).
FISIOLOGI IKAN PATIN
SIAM
Selama
perkembangan oosit, vitelogenin disintesis di hati di bawah rangsangan hormon
estrogen. Peningkatan konsentrasi plasma dari vitelogenin dapat disebabkan
karena adanya rangsangan hormon estrogen. Jumlah reseptor estrogen pada
sejumlah jaringan menurun seiring bertambahnya umur, produksi telur menurun
ketika estrogen menurun (Beck and Hansen 2004). Vitelogenin merupakan komponen
utama dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan oleh hati. Hati merupakan
organ vital yang berfungsi sebagai detoksifikasi dan mensekresikan bahan kimia
yang digunakan untuk proses pencernaan (Saraswati et al. 2013). Sebagian zat
toksik yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh sel akan dibawa ke hati
melalui vena porta, sehingga hati berpotensi mengalami kerusakan (Loomis 1978).
Selama
perkembangan oosit, vitelogenin disintesis di hati di bawah rangsangan hormon
estrogen. Peningkatan konsentrasi plasma dari vitelogenin dapat disebabkan
karena adanya rangsangan hormon estrogen. Jumlah reseptor estrogen pada
sejumlah jaringan menurun seiring bertambahnya umur, produksi telur menurun
ketika estrogen menurun (Beck and Hansen 2004). Vitelogenin merupakan komponen
utama dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan oleh hati. Hati merupakan
organ vital yang berfungsi sebagai detoksifikasi dan mensekresikan bahan kimia
yang digunakan untuk proses pencernaan (Saraswati et al. 2013). Sebagian zat
toksik yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh sel akan dibawa ke hati
melalui vena porta, sehingga hati berpotensi mengalami kerusakan (Loomis 1978).
Upaya
produksi ikan patin dalam jumlah besar tidak mudah jika hanya bergantung pada
proses pemijahan secara alami. Upaya yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan
produksi benih adalah dengan mempercepat waktu pematangan gonad induk. Ada dua
cara yang dapat dilakukan, yaitu aplikasi nutrisi pada pakannya sehingga akan
berpengaruh positif pada kualitas telur dan sperma (Izquierdo et al. 2001) dan
dengan dukungan hormonal yang ditujukan untuk merangsang proses reproduksi
(Lieberman 1995). Pemijahan buatan dengan metode pemberian pakan induk dengan
hormon menjadi salah satu alternatif produksi benih dalam jumlah besar. Salah
satu hormon yang bisa digunakan adalah Oodev yang mengandung Pregnant Mare
Serum Gonadotropin (PMSG) dan antidopamin, Hormon PMSG ini banyak mengandung
unsur daya kerja Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang berperan dalam
pematangan gonad awal atau vitelogenesis (Bolamba et al. 1992), sedangkan
antidopamin akan membuka blok dopamin pada hipothalamus agar dapat
mensekresikan hormon-hormon gonadotropin. Antidopamin juga dapat mengaktifkan
reseptor antagonis sehingga memperlancar aliran neurotransmitter ke hipothalmus
(Rachman 2013).
MORFOLOGI IKAN PATIN
SIAM
Ikan
Patin Siam memiliki bentuk tubuh memanjang pipih, letak mulut agak kebawah
(subterminal) dan kepala relatif kecil. Ujung kepala terdapat mulut yang
dilengkapi empat pasang sungut. Warna tubuh kehitaman dengan bagian perut
berwarna putih keabu-abuan serta memiliki garis-garis pita hitam lengkung
memanjang dari kepala hingga pangkal ekor. Sirip ekor bercagak dengan tepiannya
berwarna putih dan sirip dubur mempunyai garis putih di tengah. Ikan patin
tidak memiliki sisik, di bagian punggung terdapat sirip dengan sebuah jari-jari
keras yang dapat berubah menjadi patil, jari-jari lunak berjumlah 6-7 buah.
Bentuk sirip ekor simetris bercagak. Di sirip dada terdapat D. 12-13 dan D. I
yang berfungsi sebagai patil. Sirip duburnya panjang, terdiri dari D. 30-33.
Sementara itu, di sirip perutnya terdapat D. 6 (Khairuman dan Amri, 2008 dalam
Brawidyastiti, 2013).
Tubuh
ikan Patin Siam terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, badan dan ekor.
Kepalanya kecil, dan gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil,
hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila dan mandibular, atau kumis. Inilah
yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis seperti kucing). Pada rongga
mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari tulang vormer. Tutup insang
tidak terlalu besar, menutup bagian kepala. Sirip punggung (dorsal fin)
mempunyai D. I yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di
belakangnya, sedangkan jari-jari lunak pada sirip D. 6-7 buah. Pada permukaan
punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat kecil. Sirip dubur (anal
fin) agak panjang dan mempunyai D. 30-33. Sirip perut (ventral fin) terdapat D.
6, sedangkan sirip dada (pectoral fin) terdapat D. I yang berubah menjadi patil
dan D. 12-13. Sirip ekor (caudal fin) bercagak dan bentuknya asimetris. Ketika
masih kecil, warna berkilauan seperti perak ini sangat cemerlang sehingga
banyak orang memeliharanya di aquarium sebagai ikan hias. Ketika ukurannya
semakin besar, warnanya mulai memudar sehingga kurang menarik untuk dipajangkan
di aquarium (Khairuman dan Sudenda, 2009 dalam Brawidyastiti 2013).
CIRI-CIRI IKAN PATIN
SIAM
Menurut
Susanto dan Amri (2002) dalam Susi Susanti (2007), ikan patin siam (Pangasius
hypopthalmus) mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih dan tidak bersisik.
Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, suatu ukuran ikan yang cukup besar.
Warna tubuh patin siam pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan
bagian perut yakni berwarna putih keperak-perakan. Kepala patin ini relati
kecil dengan mulut terletak di ujung
agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas dari golongan ikan catfish. Pada
sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut (kumis) pendek yang berfungsi sebagai
alat peraba.
Ikan
patin siam mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, berwarna putih perak dengan
punggung berwarna agak kebiruan, kepala ikan relative kecil dengan mulut terletak
di ujung kepala agak kebawah (Susanto,2002). Ikan patin tidak memiliki sisik,
hal ini merupakan ciri khas golongan catfish, panjang tubuhnya dapat mencapai
120 cm, sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai
peraba (Subagja, 1999). Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak dengan
ukuran yang sangat kecil dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk
simetris (Subagja, 1999).
REPRODUKSI IKAN PATIN
SIAM
Sistem
reproduksi ikan Patin Siam terdiri atas kelamin, gonad, kelenjar hipofisa dan
syaraf yang berhubungan dengan perkembangan alat reproduksi. Secara alami
sistem kerja reproduksi ikan yakni disebabkan oleh lingkungan perairan, seperti
suhu, cahaya dan cuaca yang merangsang hypothalamus sehingga menghasilkan GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone). Selanjutnya, GnRH bekerja merangsang
pituitary untuk melepaskan GnH (Gonadotropin Hormone) yang berfungsi dalam
perkembangan dan pematangan gonad hingga terjadi pemijahan (Peranginangin, 2003
dalam Brawidyastiti, 2013).
Usaha
dan peningkatan produksi benih ikan patin perlu dijaga terus-menerus
dikarenakan hambatan yang terjadi saat pemijahan ikan patin secara alami yang
terjadi setahun sekali, telur dan semen tidak tersedia sepanjang tahun karena
termasuk ikan petelur musiman, gonad jantan dan betina ikan patin tidak matang
pada waktu yang sama di kolam budidaya selain itu Motilitas dan Viabilitas
spermatozoa akan terus menurun setelah dikeluarkan dari tubuh ikan. Salah satu
cara yang bisa menyediakan ikan patin sepanjang tahun yaitu malalui penyimpanan
spermatozoa induk jantan (Rahardhianto, 2012 dalam Brawidyastiti, 2013).
PERAN IKAN PATIN SIAM
DI PERAIRAN
Patin
merupakan ikan pemakan segala (omnivore), tetapi cenderung kearah karnivora.
Susanto dan Amri (2002) menjelaskan, di perairan ikan patin memakan udang renik
(crustacea), insekta dan moluska. Selain itu ikan patin memangsa rotifera, ikan
kecil dan daun-daunan yang ada di perairan.
TINGKAH LAKU IKAN PATIN
SIAM
Patin
dikenal sebagai hewan yang bersifat (nocturnal), yaitu beraktifitas di malam
hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang-liang tepi sungai. Benih patin di alam
biasanya bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup oksigen
langsung dari udara menjelang fajar. Untuk budidaya ikan patin, media atau
lingkungan yang dibutuhkan tidaklah rumit, karena patin termasuk golongan ikan
yang mampu bertahan pada lingkungan perairan yang buruk. Walaupun patin dikenal
dengan ikan yang mampu hidup pada lingkungan yang buruk, namun ikan ini lebih
menyukai perairan dengan kondisi baik.
Ikan
patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air, artinya ikan patin ini
dapat bertahan hidup baik pada kisaran pH 5-9, kandungan O2 terlarut yang
dibutuhkan berkisar antara 3-6 ppm, CO2 yang bisa ditoleran berkisar antara
9-20 ppm, alkalinitasnya antara 80-250, suhu air media pemeliharaan yang
optimal berkisar antara 28-300 C.
MANFAAT IKAN PATIN
SIAM
Usaha
ikan patin masih berprospek cerah karena segmentasi pasarnya masih
terbuka luas baik di dalam negeri maupun di pasar internasional untuk skala ekspor.
Menurut kementrian kelautan perikanan perkembangan produksi budidaya ikan patin
menujukkan kenaikan sangat signifikan. Sebagai contoh pada tahun 2006 produksi
ikan patin mencapai 31.490 ton pertahun dan pada tahun 2012 mengalami
peningkatan menjadi 651.000 ton pertahun (Kementrian Kelautan Perikanan, 2013).
Ikan
patin siam merupakan salah satu spesies ikan introduksi yang memiliki nilai
ekonomis untuk dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena ikan patin siam
memiliki keunggulan antara lain laju pertumbuhannya cepat, fekunditas tinggi,
dapat diproduksi secara massal dan memiliki harga jual yang tinggi serta rasa
daging yang digemari oleh masyarakat (Susanto & Amri, 2002).
PENULIS
Wafa
Uliningrum
FPIK
Universitas Brawijaya Angkatan 2015
EDITOR
Gery
Purnomo Aji Sutrisno
FPIK
Universitas Brawijaya Angkatan 2015
DAFTAR PUSTAKA
Brawidyastiti.2013.Teknik
Pembesaran Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus).pkl.FPIK.UB
Dewi.2014.
Kombinasi Tepung Kunyit (Curcuma longa) dan Hormon Tiroksin Untuk Meningkatkan
Peforman Reproduksi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus).Bogor
Fauzan-mustopa-blogspot.co.id/2010/10/ikan-patin-siam-pangasius-hypopthalmus.html
http://repository.ump.ac.id/385/3/BAB%20II.pdf
https://books.google.co.id
https://zaldibiaksambas.files.wordpress.com/2010/06/pembesaran-ikan-patin-dalam-keramba-jaring-apung.pdf
Kreasi-hermanoceaniz.blogspot.co.id/2011/04/teknik-pembenihan-ikan-patin-siam.html
Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46501/4/Chapter%20II.pdf
Susanto
dan Amri.2001.Budidaya Ikan Patin.Jakarta:Penebar Swadaya
Post a Comment for "Ikan Patin Siam; Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll"