Artemia salina Leach (Abatzopoulos
dkk., 1996 dalam Ruwida, 2010)
Artemia
sp. merupakan
pakan yang sangat baik untuk larva udang maupun organisme akuatik
lainnya (Kontara, 1990 dalam Depita, 2004).
Klasifikasi
Artemia Sp
Klasifikasi Artemia Sp menurut
Mudjiman (1984) dalam Depita (2004) adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Sub class : Branchiopoda
Ordo :
Anostraca
Family : Artemiidae
Genus : Artemia
Species : Artemia sp.
Morfologi
Artemia Sp
Menurut Purwakusuma (2001) dalam
Depita (2004), Siklus hidup dimulai dari saat menetasnya kista. Setelah 15-20
jam pada suhu 25°C kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam
embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada Fase ini, embrio
akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi nupili yang sudah
bias berenang bebas di perairan. Pada awalnya naupili akan berwarna orange
kecoklatan akibat masih mengandung
kuning telur. Artemia sp. yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan
anusnya belum terbentuk secara sempurna. Setelah 12 jam mereka akan mengganti
kulit dan memasuki tahap larva kedua.
Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa alga, bakteri, dan
berupa detritus organik lainnya. Naupili akan berganti kulit sebanyak 15 kali
sebelum mencapai fase dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa mampu tahan
terhadap suhu antara -18 hingga 40°C. Sedangkan suhu yang optimal untuk
penetasan kista Artemia sp. dan pertumbuhan adalah sekitar 25-30°C. Meskipun
demikian, hal ini masih ditentukan oleh strain masing-masing Artemia sp.
menghendaki kadar salinitas antara 30-35 ppt (Depita, 2004).
Sejak stadia naupilus 10, terjadi
perubahan morfologis dan fungsi yang sangat penting. Antena kedua berfungsi
sebagai alat kelamin. Pada Artemia sp. jantan kedua antenna ini berubah menjadi
alat penjepit yang kukuh yang berfungsi sebagai penjepit Artemia sp. betina.
Pada antenna yang terdapat pada Artemia sp.
betina saat kopulasi berfungsi sebagai alat sensor atau peraba (Depita,
2004).
Prakopulasi pada Artemia sp. dewasa
dimulai dengan pendekapan betina oleh jantan dengan alat penjepitnya. Pasangan
ini akan berenang berkeliling dalam posisi berbaringan dengan jantan dibelakang
betina. Pada saat ini kopulasi dilakukan dengan dimasukkannya sperma kedalam
uterus kemudian telur yang telah dibuahi
berkembang dalam uterus. Setiap individu betina memiliki ovari yang terletak
pada kedua sisi saluran pencernaan di balik torakopoda (Purwakusuma, 2001 dalam
Depita, 2004).
Menurut Depita (2004), Parameter lain
yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. pH dengan selang 8-9. Cahaya
minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan mereka. Kadar oksigen harus diperhatikan dengan baik untuk
kelangsungan hidup Artemia. Dengan suplai oksigen yang baik Artemia sp. akan
berwarna merah jambu atau kuning. Warna ini bias berubah menjadi kehijauan
apabila meraka sering mengonsumsi mikro algae. Apabila kadar oksigen dalam
perairan rendah, kadar bahan organic tinggi atau apabila salinitas meningkat,
Artemia sp. akan memakan detritus organik, bakteria, dan sel-sel khamir
(yeast). Pada kondisi demikian meraka akan memroduksi hemoglobin sehingga
meraka terlihat berwarna merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut
maka mereka akan memproduksi kista.
Siklus Hidup Artemia sp.
(Tamaru dkk., 2004 dalam Ruwaida, 2010)
Menurut Purwakusuma (2001) dalam
Depita (2004), kista Artemia sp. dapat ditetaskan secara optimal, apabila
memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Beberapa syarat agar kista Artemia sp.
tumbuh optimal adalah: Salinitas antara 20-30 ppt ditambahkan magnesium sulfate
(20% konsentrasi), suhu air berkisar antara 26-28°C, disarankan untuk
memberikan sinar selama penetasan utnuk merangsang proses, aerasi yang cukup
untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm, pH 8,0 atau lebih, apabila pH
menurun dibawah 7,0 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikna pH, kepadatan
sekitar 2 gram per liter, sebelumnya dapat dilakukan proses dekapsulisasi.
Kadar oksigen tarlarut yang dibutuhkan Artemia sp. agar berkembang dengan baik
adalah 3 ppm, pada dasarnya Artemia sp. merupakan hewan yang dapat menyesuiakan
diri dalam dengan perubahan yang terjadi terhadap kandungan oksigen terlarut.
Perubahan yang terjadi pada kandungan oksigen terlarut (dissolved Oxygen) di
perairan umumnya dikarenakan perairan tersebut kaya akan fitoplankton
(Mudjiman, 1984 dalam Depita, 2004).
Habitat Artemia Sp
Artemia sp. memiliki sistem osmoregulasi yang efisien sehingga mampu beradaptasi pada kisaran salinitas yang luas, yaitu 1-200 ppt. Artemia sp. juga mampu mensintesis hemoglobin secara efisien utnuk mengatasi kandungan oksigen yang rendah pada keadaan salinitas tinggi. Sedangkan suhu optimum bagi Artemia sp. adalah 25-30°C (Mudjiman, 1990 dalam Depita, 2004). Artemia tinggal di perairan laut.
Reproduksi
Artemia Sp
Menurut Depita (2004), Artemia sp.
toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari tawar hingga
jenuh garam. Cara reproduksinya ovipar dan ovovivipar. Menurut Mudjiman (1984)
dalam Depita (2004), perkembangbiakan artemia secara ovipar biasanya terjaid
apabila lingkungan dalm keadaan yang sangat buruk, sedangkan ovovivipar terjadi
apabila keadaan lingkungan cukup baik. Pada umumnya, pakan alami dari Artemia
sp. merupakan detritus (bangkai) yang terdiri dari bahan organik, ganggang,
bakteri, dan cendawan (Mudjiman,1984 dalam Depita, 2004).
Manfaat
Artemia Sp
Salah satu peranan Artemia sp. dalam
bisnis perikanan adalah dengan dibudidayakannya Artemia salina. Menurut
Marihati dkk. (2013), budidaya Artemia salina baik yang menggunakan bibit local
maupun impor dapat diterapkan dalam sistem peladangan garam sebagai
diversifikasi produk dan biokatalisator percepatan penguapan diladang garam,
namun budidaya Artemia salina lokal lebih banyak untuk diterapkan dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Budidaya Artemia salina lokal
sebanyak 200 individu/L air garam 11°Be di lahan peminihan akan meningkatkan
kecepatan penguapan karena meningkatnya nilai transparansi air laut yang semula
50% menjadi 85%.
2. Untuk pencapaian nilai transparansi
di lahan peminihan dari 50% menjadi 90% diperlukan 90.000 individu Artemia salina impor/L air
garam 11°Be
3. Budidaya Artemia salina lokal
sebanyak 200 individu/L air garam 11°Be di lahan peminihan dapat
menghasilkan biomassa sebagai
diversifikasi produk ladang garam sebanyak 48,46 gram biomassa dan detritus
yang dapat digunakan sebagai nutrisi mikroorganisme halofilik untuk pemurnian
NaCl di meja kristalisasi sebanyak 44,86 gram.
4. Budidaya Artemia salina impor
dilahan peminihan sebanyak 90.000 individu/L air garam 11° Be
menghasilkan biomassa 40,16 gram dan detritus 31,04 gram.
5. Diperolehnya diversifikasi produk
berupa biomassa Artemia salina sebanyak 6 ton/ Ha/musim dengan harga sekitar
Rp. 20.000/Kg.
Penulis
Augustriandy Rizkymaris
Fpik Universitas Brawijaya Angkatan
2014
Editor
Gery Purnomo Aji Sutrisno
Fpik Universitas Brawijaya Angkatan
2015
Daftar
Pustaka
Depita, Fera. 2004. Peran Artemia sp. dalam
Penularan White Spot Syndrome Virus (WSYV) Pada Udang Windu (Panaeus monodon
Fabr.) dengan Berbagai Perlakuan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Marihati, Muryati, dan Nilawati. 2013.
Budidaya Artemia salina Sebagai Diversifikasi Produk dan Biokatalisator
Percepatan Penguapan di Ladang Garam. Jurnal Agromedia,Vol.31,No.1.
Ruwaida, Dinah Giyanti. 2010. Uji Toksisitas
Senyawa Hasil Isolasi Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) dengan
Metode Brine Shrimp Lethality Test (Bst). Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret
Post a Comment for "Artemia Sp Adalah; Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll"