Faktor
Fisika
Naiknya suhu menyebabkan kelarutan
oksigen dalam air menurun, sehingga organisme air sulit untuk respirasi.
Banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air akan mempengaruhi kekeruhan
atau turbiditas perairan. Turbiditas pada ekositem perairan juga sangat
berhubungan dengan kedalaman, kecepatan arus, tipe substrat dasar, dan suhu
perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya
matahari ke dalam perairan juga akan berakibat terhadap mekanisme pernafasan
organisme perairan (Sinambela et al., 2015).
Suhu sangat berperan mengendalikan
kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan
viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air. Selain itu, menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi, 2003 dalam Burdames et
al., 2014).
Faktor
Kimia
Menurut Sinambela dan Sipayung
(2015), dalam suatu ekosistem sungai
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan ekosistem
didalamnya. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh signifikan yakni faktor
kimia yang meliputi tingkat keasaman atau kekuatan asam (pH) yang termasuk
parameter untuk menentukan kualitas air. Organisme perairan dapat hidup ideal
dalam kisaran pH antara asam lemah sampai dengan basa lemah. Perairan yang
bersifat asam kuat atau basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup biota,
karena akan menggangu metabolisme dan respirasi. Faktor kimia selanjutnya
adalah jumlah DO (Dissolved Oxygen) merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan
oleh organisme air untuk proses respirasi. Selain kedua faktor tersebut
terdapat pula nilai BOD yang menunjukkan kandungan bahan organik dalam
perairan. Jika semakin tinggi nilai BOD maka perairan tersebut banyak
mengandung bahan organik di dalamnya. Banyaknya kandungan BOD bisa juga
diakibatkan oleh meningkatnya kandungan fosfat sehingga mempengaruhi
eutrofikasi dan dapat menyebabkan blooming alga.
Menurut lumaela et al. (2013),
pencemaran sungai dapat diketahui melalui jumlah kandungan oksigen yang
terlarut dalam air. Salah satu cara yang ditempuh untuk maksud tersebut yaitu
dengan uji Chemical Oxygen Demand. Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara
kimiawi. Limbah rumah tangga dan industri merupakan sumber utama limbah organik
dan merupakan penyebab utama tingginya konsentrasi COD, selain itu limbah
peternakan juga menjadi penyebab tingginya konsentrasi COD.
Faktor
Biologi
Menurut Mulia dan Ngabekti (2015),
kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh
lingkungan di sekitarnya. Masukkan bahan-bahan organik dan non-organik yang
berasal dari lingkungan menyebabkan terjadinya perubahan kondisi perairan baik
faktor fisika, kimia, dan biologi. Makrozoobenthos adalah salah satu faktor
biologi yang mempengaruhi eksosistem sungai. Sifat hewan makrozoobenthos
memiliki banyak keuntungan bila digunakan sebagai indikator biologi diantaranya
mudah diidentifikasi, hidup di dasar perairan, pergerakannya lambat, mempunyai
habitat relatif menetap sehingga selalu terdedah oleh air di sekitarnya.
Menurut Butler (1978) dalam Ridwan et
al. (2016), menyatakan bahwa dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi
khususnya analisis struktur komunitas hewan benthos, dapat memberikan gambaran
yang jelas tentang kualitas perairan. Salah satu aspek biologi yang
mempengaruhi ekosistem sungai adalah makrozoobenthos. Makrozoobenthos merupakan
organisme yang hidup menetap (sesile) dan memiliki daya adaptasi yang
bervariasi terhadap kondisi lingkungan sehingga sangat baik digunakan sebagai
bioindikator lingkungan perairan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang
terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran.
Makrozoobenthos juga merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan dan paling banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam.
Dengan adanya makrozoobenthos, ekosistem sungai menjadi semakin baik.
Publisher
Gery
Purnomo Aji Sutrisno
Fpik
Universitas Brawijaya Angkatan 2015
Daftar Pustaka
Burdames, Y. dan Edwin L. A. Ngangi. 2014.
Kondisi lingkungan perairan budidaya rumput laut di Desa Arakan, Kabupaten
Minahasa Selatan. Jurnal Budidaya Perairan. 2(3): 69-75.
Lumaela, A. K., B. W. Otok dan Sutikno. 2013.
Pemodelan Chemical Oxygen Demand (COD) sungai di Surabaya dengan metode Mixed
Geographically Weighted Regression. Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2
(1):100-105.
Mulia, V. L. dan S. Ngabekti. 2015.
Keanekaragaman spesies makrozoobenthos sebagai indikator kualitas air Sungai
Kreo sehubungan dengan keberadaan TPA Jatibarang. Unnes Journal of Life Science.
4(2): 73-78.
Ridwan, M., R. Fathoni, I. Fatihah dan D. A.
Pangestu. 2016. Struktur komunitas
makrozoobenthos di empat muara Sungai Cagar Alam Pulau Dua, Serang,
Banten. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 9 (1): 57-65.
Sinambela, M. dan M. Sipayung. 2015.
Makrozoobentos dengan parameter fisika dan kimia di perairan sungai Babura
Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Biosains. 1(2): 44-50.
Sinambela, M. dan M. Sipayung. 2015.
Makrozoobentos dengan parameter fisika dan kimia di perairan sungai Babura
Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Biosains. 1(2): 44-50.
Post a Comment for "Faktor-Faktor Ekosistem Sungai Fisika, Kimia, Biologi (Ekologi Perairan)"