Klasifikasi Ikan
Kerapu Cantik (Epinephelus sp)
Adapun
klasifikasi dari ikan kerapu cantik (Epinephelus sp.) Subyakto dan Cahyaningsih
(2003) sebagai berikut:
Phylum
: Chordata
Sub
Phylum : Vertebrata
Class
: Osteichthyes
Sub
class : Actinoperigi
Ordo
: Percomorphi
Sub
ordo : Percoidea
Family
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Species
: Epinephelus sp.
Morfologi Ikan Kerapu
Cantik (Epinephelus sp)
Kerapu
cantik merupakan kerapu hasil hibridasi atau perkawinan silang antara kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus) sebagai induk betina dan kerapu batik (Epinephelus
microdon) sebagai induk jantan (Ismi, 2014). Dilihat dari proporsi bentu badan,
kerapu cantik memiliki proporsi yang lebih besar seperti kerapu macan
dibandingkan dengan kerapu batik.
Habitat dan
Penyebaran Ikan Kerapu Cantik (Epinephelus s.)
Penyebaran
ikan kerapu di Indonesia banyak ditemukan pada perairan Pulau Sumatra, Jawa,
Sulawesi, Bali, Papua, Ambon, Bueu, Bacan dan Kayoa (Gusrina, 2008). Jumlah
spesies di seluruh dunia adalah 159, di kawasan Asia Tenggara adalah 46 dan
dapat ditemukan 39 spesies di Indonesia (WWF Indonesia, 2011). Pada umumnya
kerapu memiliki habitat di dasar perairan laut tropis dan subtropis. Sebagian
besar spesies kerapu berasosiasi dengan terumbu karang di daerah dangkal dan
beberapa tinggal di daerah estuaria yang berbatu, berpasir dan berlumpur,
meskipun juvenil ikan kerapu ditemukan ditemukan di lamun. Suhu 28–32◦C dan
salinitas 30–32 ppt merupakan standar baku mutu air untuk pembenihan ikan
kerapu. Kondisi lingkungan yang dijelaskan di atas merupakan kondisi lingkungan
terumbu karang (Yulianti 2012).
Beberapa
spesies kerapu ditemukan pada kedalaman 100 – 200 meter, kadang samapai
kedalaman 500 meter. Pada lingkungan yang alami, ikan kerapu pada stadia larva
hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3 m. Saat beranjak
dewasas ikan kerapu akan berpindah pada perairan yang lebih dalam, yaitu berkisar
antara 7 – 40 m Syarifudin dkk. (2007)
Tingkah Laku Ikan
Kerapu Cantik (Epinephelus sp)
Menurut
Risamasu (2008) menerangkan bahwa berdasarkan periode aktif mencari makanannya
jenis ikan yang termasuk dalam famili Serranidae adalah ikan nokturnal.
Aktivitas ikan nokturnal mencari makan saat hari mulai gelap. Ikan tersebut
digolongkan pula pada ikan soliter, di mana aktivitas makannya dilakukan secara
individu.
Menurut
Anonymous (2011) ikan kerapu merupakan ikan predator dimana mangsanya adalah
ikan, krustase, cumi dan setong. Biasanya ikan ini bersembunyi di karang untuk
menyerang musuhnya. Lebih banyak menggunakan indra penciuman serta perasa dari
pada penglihatannya.
Reproduksi Ikan
Kerapu Cantik (Epinephelus sp)
Salah
satu sifat biologi ikan kerapu adalah hemaprodit protogini, perubahan kelamin
betina menjadi kelamin jantan pada saat ikan kerapu beranjak dewasa. Sel kelamin
betina terbentuk setelah berumur 2 tahun dengan panjang 50 cm dan berat 5 kg.
Sel kelamin betina berubah menjadi sel kelamin jantan pada umur 4 tahun dengan
panjang tubuh sekitar 70 cm dan berat 11 kg. Proses hibridasi pada kerapu cantik
dilakukan dengan fertilisasi buatan. Proses tersebut dilakukan dengan pemberian
rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad. Proses ovulasinya
dilakukan secara buatan yaitu dengan teknik pengurutan (stripping) (Anonymous,
2011).
Kematangan gonad induk jantan ikan kerapu dapat diketahui dengan cara mengurut (stripping) bagian perut ikan sehingga keluar sperma berwarna putih susu dalam jumlah banyak. Kematangan kelamin induk betina diketahui dengan cara kanulasi, yaitu memasukkan kanula ke dalam lubang kelamin ikan, kemudian dihisap. Kanula adalah pipa plastik bening yang fleksibel dengan panjang 40 – 50 cm (diameter luar 3 mm, dan diameter dalam 1,2 mm) (Sugama dkk.,2013). Ikan yang akan dikanulasi dibius terlebih dahulu kemudian kain atau handuk basah ditempelkan di atas mata untuk membantu menenangkan ikan. Kanula dimasukkan ke dalam ikan pada kedalaman 6 – 7 cm dan dilakukan penghisapan pada ujung lain dari kanula tersebut sebelum kanula itu ditarik keluar dari ikan. Induk betina dikatakan matang gonad yaitu memiliki ciri perut yang membuncit, lubang genital (kloaka) bengkak dan memerah, pergerakannya miring serta warna tubuh terutama pada insang memucat. Menurut BBL Batam (2011) seleksi induk kerapu macan yang siap memijah mempunyai berat minimal 4 kg, sedangkan induk ikan kerapu kertang memiliki berat lebih dari 3 kg.
Proses
pemijahan ikan kerapu cantik biasanya dilakukan saat bulan gelap (dark moon).
Manipulasi lingkungan dilakukan menjelang bulan gelap yaitu dengan cara menaikkan
dan menurunkan permukaan/tinggi air setiap hari. Permukaan air diturunkan
sampai kedalaman 40 cm dari dasar bak, kemudian dinaikkan kembali sampai tinggi
air 1,5 m. Perlakuan ini dilakukan terus menerus sampai induk memijah secara
alami (Tarwiyah, 2001). Dapat dilihat pada Gambar
Telur Kerapu Cantik. Pembuahan telur. Perkembangan embrio telur ikan kerapu
cantik yang tidak terbuahi dan yang terbuahi dapat dilihat pada Gambar Telur Kerapu Cantik dibawah ini.
Gambar Telur Kerapu
Cantik.
Telur kerapu yang telah terbuahi sempurna dan mengandung larva (A); telur yang
tidak terbuahi (B).Sumber : Dokumen pribadi, 2018 Telur yang belum atau telah
terbuahi dengan sempurna dapat diperiksa di bawah mikroskop. Kenampakan yang
harus diperhatikan saat pengamatan adalah ukuran dan bentuk telur yang teratur,
warna yang transparan atau tembus pandang, serta kulit telur atau korion yang
bebas dari parasit (Sugama dkk., 2013). Setelah dipastikan bahwa telur terbuahi
dengan sempurna, maka telur dimasukkan dalam bak inkubasi atau bak penetasan
telur yang dilengkapi dengan air mengalir dan aerasi (Yulianti dkk., 2012).
Pemeliharaan Telur Ikan Kerapu Cantik (Epinephelus sp)
Telur
Telur
dihasilkan pada stadia induk yang sudah memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
Dalam stadia tersebut gonad ikan betina sudah dapat memproduksi telur. ikan
dengan stadia demikian sudah dapat melakukan aktivitas reproduksi atau pemijahan
( Effendi, 2009).
Morfologi Telur
Telur
ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan individu baru,
setelah program perkembangan tersebut diaktifkan oleh spermatozoa. Larva adalah
stadium tertentu dari perkembangan individu yang memiliki pola perkembangan
tidak langsung. Perkembangan tidak langsung adalah pola perkembangan hewan yang
dalam tahapan atau stadium hidupnya memiliki tahapan bentuk larva yang memiliki
perkembangan postnatal yang melibatkan satu atau lebih tahapan bentuk larva.
Larva berasal dari sel telur yang dibuahi atau
biasanya disebut zigot. Sel tunggal zigot selanjutnya akan berkembang
melalui cara cleavage, yaitu pembelahan mitosis biasa dari sel dalam stadium
awal perkembangannya (Effendi, 2009).
Sifat
khusus telur ikan antara lain adalah ukurannya besar, memiliki bungkus telur,
memiliki mikrofil, dan memiliki cadangan makanan. Sifat telur ikan secara umum
adalah bersifat titipotensi yaitu memiliki kemampuan untuk menjadi sebuah
individu. Sifat yang lainnya adalah telur ikan yang tenggelam dan melayang. Serta
memiliki polaritas yaitu ada dua kutub berlawanan yang berbeda. Ovulasi adalah
proses keluarnya telur dari tubuh induk. Telur yang dikeluarkan pada proses
ovulasi tersebut telah mencapai kematangan fisiologis yang siap dibuahi oleh
sperma. Telur yang dibuahi, bagian luar lapisan luar dilapisi oleh selaput yang
dinamakan selaput kapsul atau chorion. Selaput yang mengelilingi plasma telur
dinamakan selaput plasma. Bagian telur yang terdapat sitoplasma biasanya
berkumpul di sebelah telur bagian atas yang dinamakan kutub anima, bagian bawah
yaitu pada kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur. Kuning telur
pada ikan hampir mengisi seluruh volume sel, kuning telur yang ada di bagian
tengah keadaannya lebih padat daripada kuning telur yang ada pada bagian
pinggir karena adanya sitoplasma. Selain itu sitoplasma banyak terdapat pada
sekeliling inti telur (Gusrina, 2008).
Korion
telur yang masih baru akan bersifat lunak dan memiliki sebuah mikrofil yaitu
suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada waktu terjadi
pembuahan. Pada saat telur dilepaskan ke dalam air dan dibuahi, alveoli kortek
yang ada di bawah chiron pecah dan melepaskan material koloid mucoprotein ke dalam ruang perivitelin yang
rerletak antara membran telur dan chorion. Air tersedot akibat pembengkakan
mucoprotein. Chorion mula-mula menjadi kaku dan licin, kemudian mengeras dan
mikrofil tertutup. Sitoplasma menebal pada kutub telur yang ada intinya, ini
merupakan titik dimana embrio berkembang. Pengerasan pada chorion akan mencegah
terjadinya pembuahan oleh sperma, dengan adanya ruang perivitelin di bawah
chorion yang mengeras, maka telur dapat bergerak selama dalam perkembangannya
(Supii, 2014).
Sifat Telur
Stadia
telur yang telah dibuahi adalah output dari aktivitas pemijahan ikan ketika
menetas berubah menjadi stadia larva. Telur ikan setelah keluar dari tubuh induk
akan bersifat adhesif (melekat) dan non adhesive (tidak melekat). Telur adhesive
memiliki pelekat pada dinding cangkang dan menjadi aktif ketika terjadi kontak
dengan air. sifat adhesive telur terbagi menjadi dua macam, yaitu pada obyek
(substrat) dan antar telur sehingg membentuk rumpun atau masa telur. Telur melekat
kuat pada substrat sehingga dapat rusak koyak apabiladicoba untuk dicabut atau
diangkat dan ekuatan pelekat tersebut menjadi berkurang sejalan dengan perkembangan
telur (embryogenesis) hingga menetas (Effendi, 2009).
Membran Telur
Oogenesis
pada ikan teleostei salah satu yang paling mencolok adalah pembentukan sebuah
zona tebal yang sangat berdiferensiasi (membran telur, membrane vitelin, zona
radiate, dan zona pelusida) yang terletak di antara lapisanlapisan granulosa
dan oosit. Perubahan morfologis yang dialami membrane mungkin mencerminkan
adaptasi terhadap berbagai kondisi ekologis. Dalam mikrofag cahaya, membran dicirikan oleh pola
yang bergaris-garis berkaitandengan penembusan mikrovil tonjolan-tonjolan dari
oosit maupun dari sel folikel (Nagahama, 2008).
Fertilisasi
(Pembuahan)
Perkembangan
embrio diawali saat proses impregnasi, dimana sel telur (ovum) dimasuki sel
jantan (spermatozoa). Proses pembuahan pada ikan bersifat monospermik, yakni
hanya satu spermatozoa yang akan melewati mikropil dan membuahi sel telur. Pada
pembuahan ini terjadi pencampuran inti sel telur dengan inti sel jantan. Kedua
macam inti sel ini masing-masing mengandung gen (pembawa sifat keturunan)
sebanyak satu sel (haploid). Sel telur dan sel jantan yang berada dalam cairan
fisiologis masing-masing dalam tubuh induk betina dan jantan masih bersifat non
aktif. Ada beberapa hal yang mendukung berlangsungnya pembuahan dengan baik,
pada saat sel telur dan spermatozoa dikeluarkan ke dalam air mereka aktif,
permatozoa yang tadinya motil (non aktif bergerak) akan bergerak dengan
menggunakan ekornya yang berupa cambuk. Kepala spermatozoa masuk melalui
mikropil dan bersatu dengan inti sel telur, sedangkan ekornya tertinggal pada
saluran mikropil tersebut, dan berfungsi menyumbat serta mencegah masuknya sel
sperma lainnya (Effendi, 2009)
Spermatozoa
masuk lewat mikropil berlangsung dengan cepat sekali supaya persatuan kedua
inti sel kelamin tersebut dapat terjadi, karena inti sel telur akan bergerak
dan daya gerak sperma itu sendiri sangat terbatas 1-2 menit saja (Effendi, 2009).
Spermatozoa lainnya yang bertumpuk pada saluran mikropil, ada yang mengatakan
akan dilebur dijadikan makanan sel telur yang telah dibuahi atau zigot. Tetapi ada pula yang mengatakan dibuang,
didorong keluar oleh reaksi korteks.
Demikian
juga halnya dengan spermatozoa yang menempel pada permukaan chorion harus
dibuang karena mengganggu proses pernapasan (metabolisme) zigot yang sedang
berkembang. Cara pembuangan atau pelepasan spermatozoa dengan reaksi korteks
(Horvath, 2003). Pencampuran inti sel telur dan spermatozoa terjadi dalam
sitoplasma telur. Persatuan kedua inti (pronuklei) dari sel betina dan sel jantan
bersatu dalam proses yang disebut amfimiksis (Effendi, 2009).
Ada
dua fungsi utama fertilisasi yaitu fungsi reproduksi dan fungsi perkembangan.
Pada fungsi reproduksi, fertilisasi memungkinkan perpindahan unsur-unsur
genetik dari para tetuanya. Jika pada gametogenesis terjadi reduksi unsur
genetik dari 2n (diploid) menjadi n (haploid), maka pada fertilisasi memungkinkan
pemulihan kembali unsur genetiknya, n dari tetua jantan dan n dari tetua betina
sehingga diperoleh individu normal 2n. Tanpa fertilisasi (kecuali pada kasus-kasus
tertentu), kesinambungan keturunan suatu spesies tidak akan terjadi. Pada
fungsi perkembangan, fertilisasi menyebabkan stimulus atau rangsangan pada sel
telur untuk menyelesaikan proses pembelahan meiosisnya dan membentuk pronukleus
betina yang akan melebur dengan pronukleus jantan membentuk zigot. Jika tidak
terjadi fertilisasi atau 19 pembuahan, maka sel telur tetap bertahan pada tahap
metafase II yang selanjutnya akan berdegerasi (atresia) tanpa mengalami proses
perkembangan selanjutnya (Nurman, 1998).
Seleksi dan Penetasan
Telur
Seleksi
telur dapat dilakukan dengan mengaduk telur dalam bak dengan cara memutarnya
dengan tangan secara halus dan pelan. Pengadukan secara halus dan pelan dilakukan agar tidak menurunkan
kualitas telur yang telah terbuahi (Sugama dkk., 2013). Hal ini dapat pula
dilakukan dengan cara mengangkat aerasi yang berada pada bak selama kurang
lebih lima menit.
Telur
yang telah terbuahi ditandai dengan mengapungnya telur tersebut di permukaan
bak. Telur yang tidak terbuahi ditandai dengan tenggelamnya telur tersebut di
dasar bak. Telur yang telah dibuahi dipindahkan ke bak atau bak penetasan
telur. Bak penetasan telur yang digunakan berbentuk persegi panjang dengan ukuran
volume 4 x 4 x 1 m3 (Tarwiyah, 2001). Bak penetasan harus berada dalam kondisi
yang steril atau tidak terkontaminasi baik oleh bakter serta parasit, hal ini bertujuan
agar telur dapat menetas dengan sempurna. Lama penetasan telur tergantung dari
faktor internal serta eksternal yang mempengaruhi spesies itu sendiri.
Faktor
internal merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh ikan itu sendiri,
seperti gen dan hormon. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal
dari luar tubu ikan, seperti parameter lingkungan (suhu, salinitas, pH). Suhu dingin
akan mengurangi aktifitas metabolisme dari sel sehingga akan menghambat pertumbuhan
(Andriyanto dkk., 2013). Dapat dilihat pada Gambar Proses embryogenesis.
Gambar Proses
embryogenesis
A) Telur yang terbuahi B) Pembelahan 2 sel C) Stadia 4 sel D) Stadia 8 sel E)
Stadia 32 sel F) Stadia Morula G) Gastrula H) Pembentukan embrio I) Blastopore
mulai mendekat J) Penyatuan dengan Balstopore K) 5 miyomer dan kepala terbentuk
L) Penglihatan mulai terbentuk M) N) O) P) Q) R) S) . (Sumber : Luan et al,
2016)
Telur
umumnya mengalami proses embriogenesis, yaitu proses perkembangan telur hingga
menjadi larva definitif. Embriogenesis akan berlangsung pada saat inkubasi yang
dimulai dari proses pembelahan sel telur (cleavage), morulasi, blastulasi,
gastrulasi, dan dilanjutkan dengan organogenesis yang selanjutnya menetas.
Perkembangan Larva
Larva
kerapu menggunakan cadangan makanan berupa kuning telur (yolk egg) serta
gelembung minyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesaat setelah menetas,
serta untuk membentuk organ – organ yang belum terbentuk sempurna. Menurut Sugama dkk. (2013), mulut akan mulai terbentuk
dan terbuka pada umur 2 hari (D2) setelah telur menetas. Kuning telur akan
terserap secara keseluruhan pada saat berumur empat hari (D4).
Tahap Perkembangan
Larva Kerapu
Hari
ke |
Tahap
Perkembangan |
Panjang
(mm) |
D1 |
Larva
baru menetas transparan, melayang, dan tidak aktif |
1,89-2,11 |
D3 |
Timbul
bintik hitam di kepala dan pangakl perut |
2,14-2,44 |
D7-8 |
Timbul
calon sirip punggung yang keras dan panjang |
7,98-8,96 |
D15-17 |
Duri
memuti, bagian ujung agak kehitaman |
17,2-18,6 |
D23-26 |
Sebagian
duri mengalami reformasi dan patah, pada bagaian ujung tumbuh sirip awal
lunak |
20,31-22,64 |
D29-31 |
Sebagian
larva yang pertumbuhannya cepat, membentuk ikan dewasa |
22,40-23,42 |
Sumber
: Sari, 2011
Pada
umur tiga hari (D3) pigmen melanofor akan terbnetuk, selain itu usus juga telah
terbentuk. Pigmmen pada mata dan perut mulai tampak pada umur sepuluh sampai
tiga puluh hari jari – jari sirip punggung serta sirip pektoral akan berkembang
memanjang. Pada umur dua puluh lima sampai dua puluh tujuh hari (D25 – 27) duri
pada sirip pectoral akan mereduksi, pada umur dua puluh lima sampai tiga puluh
lima hari larva akan berubah menjadi benih.
Pemberian Pakan
Pemberian
pakan pada larva kerapu mulai dilakukan pada hari ke dua setelah telur menetas.
Hal ini mengingat cadangan makanan berupa kuning telur serta gelembung minyak akan terserap habis,
selain itu pada umur dua hari ini pula mulut larva mulai terbuka. Pemilihan pakan
yang baik pada larva harus memperhatikan hal – hal berikut, diantaranya ukuran
pakan harus sesuai dengan bukaan mulut larva, mudah dicerna, tidak beracun,
mengandung nutrisi tinggi, mudah dikultur secara massal. Pakan yang diberikan
pada pemeliharaan larva kerapu diantaranya adalah mikroalga (Nannochloropsis
occulata), rotifer (Branchionus plicatilis), serta artemia. Pakan buatan yang
berupa mikropelet diberikan pada larva sejak D6 (Ismi, 2011), pemberian
mikropelet dimulai pada D9 dengan ukuran 200-400 μm (Sugama dkk., 2013). Pakan
ditaburkan ke permukaan air dalam jumlah kecil dengan frekuensi sering (setiap
jam) sepanjang hari. Ukuran pakan meningkat menjadi 400–800 μm pada D30–45.
Pola Pemberian Pakan pada Larva Kerapu
Sumber
: Ismi (2011)
Keterangan
:
x
= Masa pemberian jenis pakan
Publisher
Gery
Purnomo Aji Sutrisno S.Pi
Daftar Pustaka
http://eprints.umm.ac.id/42344/3/BAB%20II.pdf
Post a Comment for "Ikan Kerapu Cantik (Epinephelus sp); Klasifikasi, Morfologi, Habitat, Reproduksi, Tingkah Laku, Pemeliharaan Telur, Larva"