Seperti halnya pada beberapa hewan perairan
pada umumnya, ada beberapa jenis hewan yang dianggap berbahaya dan dapat mencelakai
manusia. Mimi (Horse Shoe Crab), adalah salah satu hewan-hewan berbahaya tersebut
yang digolongkan ke dalam kelompok Xiphosura (sebangsa laba-laba (Pratiwi, 1993).
Bagi orang awam, binatang ini memang menakutkan
bila pertama kali melihatnya. Dengan tubuh yang seperti “tempurung” (dilihat
dari atas), berwarna kecoklatan, berduri panjang dibagian belakang, membuatnya nampak
seperti kendaraan “lapis baja” ( “panser” ) yang berjalan perlahan-lahan di sepanjang
pantai (Pratiwi, 1993).
Sesungguhnya hewan ini bukan merupakan mahluk yang asing lagi bagi penduduk pantai, terutama masyarakat sekitar Laut Jawa ( Jawa Tengah ). Mereka mengenalnya dengan sebutan "Mimi" (bila ditemukan sendiri) dan "Mimi Mintuno" (bila ditemukan sepasang) (Pratiwi, 1993).
Bagi nelayan disekitar pantaipun sudah
merupakan hal yang biasa kalau menemukan hewan ini, karena hampir setiap hari
"Mimi Mintuno"ini terjaring. Hewan ini juga merupakan hasil sampingan
yang dapat dijual secara langsung di pasar (tidak harus lewat TPI), di samping
juga merupakan makanan sehari-hari yang sangat digemari oleh keluarganya (Pratiwi,
1993).
Melihat struktur tubuh Mimi yang hampir
keseluruhannya terdiri dari cangkang yang keras, maka hampir dapat dipastikan hewan
ini tidak begitu digemari dipasaran. Di samping itu juga dagingnya relatif sedikit,
sehingga bagian yang biasa dimakan oleh nelayan ( penduduk setempat ) hanyalah telur-telurnya
saja (Pratiwi, 1993).
Sebenarnya Mimi, King Crab atau Horse
Shoe Crab ini dianggap sebagai hewan laut langka (primitive marine animal) dan
dikelompokkan kedalam katagori rawan. Dalam "Red Date Book", Mimi
dikategorikan ke dalam jarang (rare). Mengingat status populasi hewan ini yang
belum diketahui secara pasti tetapi cenderung sering terjaring dan ditangkap
oleh nelayan, maka telah dilakukan tindakan perlindungan terhadap hewan tersebut
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. : 12/Kpts. 11/1987 PPSDAHP
(1987/1988). Dalam (Pratiwi, 1993).
Mimi atau belangkas merupakan hewan
dari famili Limulidae yang dikenal sebagai living fossils dan di Indonesia merupakan
salah satu sumberdaya genetik. Mimi merupakan hewan yang memiliki peranan
penting, baik secara ekonomi maupun ekologi. Secara ekonomi, mimi dimanfaatkan
sebagai hewan umpan untuk menangkap ikan sembilang (Euristhmus microceps),
belut (Anguilla rostrata), siput besar, dan whelk (Busycon carica dan B.
canaliculatum). Peranan mimi dibidang medis yaitu haemolymph dari Carcinoscorpius
rotundicauda dapat menetralisir Tetrodotoxin (TTX). Sel darah C. rotundicauda
sebagai imun aktif saat terjadinya infeksi (Meilana, 2015).
Blangkas , crabfish , mimi , atau
mintuna , adalah beberapa spesies reptilia ( artropoda ) yang menghuni perairan
dangkal rawa dan kawasan bakau yang bentuknya mirip tapal kuda dengan ekor.
semuanya (empat spesies) termasuk dalam keluarga limulidae dan mewakili orang
Xiphosurida yang masih hidup . Pola vosil hewan-hewan ini tidak mengalami
perubahan signifikan dari periode Devon (400-250 juta tahun yang lalu) hingga
bentuknya saat ini, meskipun spesiesnya tidak sama. Mimi ya adalah nama dalam
bahasa jawa untuk laki-laki dan perempuan untuk perempuan (Wikipedia, 2020).
Kepiting Tapal Kuda di Indonesia
tergolong hewan laut yang primitif, dan memiliki telah dikelompokkan ke dalam
kategori rentan atau langka. Populasi kepiting kuda sekarang menurun karena
penangkapan ikan secara intensif oleh nelayan dan degradasi habitat. Upaya
penegakan hukum terhadap pelaku satwa dilindungi terlalu lemah.
Klasifikasi
Mimi, Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau
Pari Kepiting
Belangkas merupakan anggota filum
arthropoda, subfilum chelicerata, kelas merostomata, subkelas xiphosura, ordo
xiphosurida, dan famili limulidae.
Menurut Pratiwi (1993), klasifikasi Mimi,
Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau Pari
Kepiting sebagai berikut:
Filum: Arthropoda
Anak-filum: Chelicerata
Kelas: Merostomata
Anak-kelas: Xiphosura
Marga: Carcinoscorpius Limulus, Tachypleus
Jenis: Carcinocorpius rotundicunda,
Limulus polyphemus, Tachypleus gigas, Tachypleus tridentatus
Menurut Wikipedia (2020), klasifikasi Mimi,
Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau Pari
Kepiting sebagai berikut:
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Subfilum: Chelicerata
Kelas: Xiphosura
Memesan: Xiphosurida
Keluarga: Limulidae
Genera: Carcinoscorpius, Limulus,
Mesolimulus, Takipleus
Morfologi
Mimi, Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau
Pari Kepiting
Bentuk tubuh Mimi terbagi dalam tiga bagian
yaitu 1. Bagian depan (anterior prosoma) yang menyerupai "Tapal Kuda".
Bagian ini mempunyai tepi yang licin, menu-tupi ruas-ruas kepala dan ruas-ruas
dada (Cephalothorax) ; 2. Bagian
tengah opisthosoma). Bagian ini menutupi 7 ruas perut (abdomen), dimana tepinya
terdapat duri-duri yang panjangnya bervariasi tergantung dari jenis kelamin
hewan tersebut ; 3. Bagian yang paling belakang dengan bentuk menyerupai dun
yang panjang dan runcing, disebut sebagai duri ekor (Gambar Morfologi Mimi) (LON-LIPI
1973 ) Dalam (Pratiwi, 1993).
Gambar
Morfologi Mimi Limulus polyphemus. A.
dorsal; B. ventral, a. anus; ap.8-13 episthosomatic appendages; chi. chilarium;
chl. chilera; d.e.simple dorsal eye; ep. epistome (=upperlip); 1.1, 1.5, first
and fifth legs; I.e. compound lateral eye; mo. mouth; op. operculum; 1. Bagian
muka (anterior prosoma) 2. Bagian tengah (posterior episthosoma); 3. Bagian
belakang (duri ekor) ( LON - LIPI, 1973 dan SNODGRASS, 1952 ) Dalam (Pratiwi,
1993).
Di alam bentuk Mimi (betina) dan Mintuno
(jantan), hampir sama, hanya pada hewan betina bagian depan tubuhnya (anterior
prosoma) agak lebar dan dipenuhi ribuan telur, sedangkan yang jantan bagian depan
lebih kecil. Tubuh dapat mencapai ukuran 23 - 24 cm, sedangkan duri ekornya yang
runcing, keras dan berwarna hitam pekat dapat mencapai sampai dengan 24 cm (Pratiwi,
1993).
Habitat Mimi, Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau Pari Kepiting
Hewan-hewan ini biasanya hidup di laut (pantai berlumpur atau berpasir), tetapi sering juga ditemukan di muara-muara sungai. Di Indonesia (Asia Tenggara) yang umum dikenal adalah dua jenis yaitu Tachypleus gigas dan Carcinoscorpius rotundicunda, sedangkan Limulus spp. Ditemukan hanya disepanjang pantai Amerika Utara (LON-LIPI 1973, MARSHALL & WILLIAMS 1972). Dalam (Pratiwi, 1993).
Menurut LON-LIPI (1973) perbedaan Tgigas dan C. rotundicunda hanyalah pada ukurannya saja, dimana T. gigas biasanya berukuran lebih besar dan ekor berbentuk segitiga dalam potongan melintang. Sedangkan C. rotundicunda ukuran lebih kecil, ekor bulat atau lonjong dalam potongan melintang. Dalam (Pratiwi, 1993).
Seringkali Mimi dan Mintuno ditemukan berpasang-pasangan, berenang atau berjalan perlahan-lahan menyusuri pantai. Biasanya hewan jantan terletak di sebelah belakang, ia dapat memegang betinanya dengan pasangan kaki depan yang ujungnya berbentuk sapit ( LON-LIPI 1973). Dalam (Pratiwi, 1993).
COUSTEAU (1975b) berdasarkan pengamatnya, mengatakan bahwa he wan ini sangat menyukai moluska dan cacing yang di temukan di dalam pasir atau lumpur. Hewanhewan tersebut didapatkan dengan cara mengaduk pasir atau lumpur, yang dilakukan dengan membalikkan tubuhnya (seperti orang berjungkir balik), dengan bantuan ekornya yang runcing dan karapasnya yang keras. Dalam (Pratiwi, 1993).
Walaupun bentuk tubuhnya menakutkan dan dilengkapi dengan sapit diseluruh pasangan kaki, hewan ini tidaklah menggigit. Sapit-sapitnya digunakan hanya untuk mencari makan dan senjata untuk melindungi dirinya dari ancaman predator (Pratiwi, 1993).
Reproduksi
Mimi, Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau
Pari Kepiting
Organ reproduksi biasanya berbentuk seperti
tabling yang terdiri dari beberapa lobus anterior anastomosis, dengan lubang kelamin
(genital) yang terletak pada segmen ke delapan (MASHALL & WILLIAMS 1972).
Usia matang seksual yang biasanya dimulai setelah usia 3 tahun. Dalam (Pratiwi,
1993).
Bila akan melakukan perkawinan, Mimi
jantan biasanya memegang erat Mimi betina dengan pasangan kaki pertama. Mimi
jantan akan segera menggali lubang di pasir (daerah pasang surut) dan akan membenamkan
diri beberapa bulan sampai saatnya telur-telur terse but dilepaskan. Mimi betina
akan bertelur sepanjang tahun dengan jumlah telur yang sangat banyak (Pratiwi,
1993).
Seperti juga halnya dengan jenis
kepiting, pembuahan (fertilisasi) Mimi terjadi di dalam tubuh (internal) (Pratiwi,
1993).
Telur-telur yang ditetaskan akan
menetas menjadi larva yang bersifat pelagis. Di samping mengalami segmentasi
(anamery) dan berkembang melalui tingkatan-tingkatan diantaranya trilobita
(segmen pertama) dan teloblastic (segmen ke dua) (Pratiwi, 1993).
Masa juvenil biasanya merupakan saat yang
rawan, karena tubuh masih belum membentuk cangkang yang keras, sehingga banyak predator
mengincarnya. Predator yang biasa memangsanya adalah burung dan ikan yang besar-besar.
Tetapi setelah mengalami beberapa kali ganti kulit, maka akan terbentuklah
cangkang keras (prosoma) dan biasanya sudah tidak ada lagi predator yang menginginkannya,
selain keras seperti "baja", dagingnya pun tidaklah banyak (COUSTEAU
1975a). Dalam (Pratiwi, 1993).
Predator yang mungkin masih ingin memanfaatkannya
barangkali hanyalah manusia (Pratiwi, 1993).
Jenis-Jenis
Mimi, Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau
Pari Kepiting
Terdapat empat spesies Belangkas yang
dijumpai hidup di dunia, yaitu Limulus polyphemus Linnaeus 1758, hanya terdapat
di sepanjang pantai Atlantik Amerika Utara dan Teluk Mexico (21°-44° LU dan
68°-90° BB), sedangkan tiga spesies lainnya hanya terdapat di Asia (Indo
Pasifik): Tachypleus gigas (Muller, 1785), T. tridentatus, dan Carcinoscorpius
rotundicauda (Lattreille 1802), dengan sebaran geografis di 6° LS - 31° LU dan
90°-125° BT (Sekiguchi and Shuster, 2009). Secara umum, ketiga jenis belangkas
Asia dapat ditemukan di Indonesia, meskipun pada beberapa perairan hanya ditemukan
satu atau dua jenis saja (Sato and Soji, 1993; Nishida and Koike, 2009; Sekiguchi
and Shuster, 2009; Gauvry, 2015; Meilana, 2015; Anggraini et al., 2017; Mashar
et al., 2017; Sumarmin et al., 2017; John et al., 2018; Vestbo et al., 2018).
(Erwansyah, et al., 2018).
Ketiga jenis belangkas tersebut ditetapkan
sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018,
tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Botton et al. (2015)
menjelaskan bahwa keberadaan ketiga spesies Asia dalam kategori IUCN adalah
data deficient. Pencantuman taksa dalam kategori ini menunjukkan bahwa
diperlukan lebih banyak informasi tentang populasinya (Erwansyah, et al.,
2018).
Informasi populasi Belangkas di Indonesia
serta beberapa negara lain seperti India, Hongkong dan Mexico masih terbatas, basis
data yang diperlukan untuk menduga status populasi belum dikumpulkan dan belum
ada tindakan monitoring yang memadai. Sumber utama informasi tentang status
populasi berasal dari cerita, bukan berasal dari informasi ilmiah (Berkson et
al., 2009). Pada dekade terakhir, studi tentang belangkas Asia terus meningkat
di Jepang, China dan India (Botton et al., 2015), sedangkan di Indonesia masih
terbatas, terutama untuk jenis T. tridentatus, yaitu distribusi di pantai utara
Jawa dan selatan Madura (Meilana, 2015; Mashar et al., 2017) serta morfometri
di pantai utara Jawa, serta Sungai Nipah dan Air Bangis Sumatera Barat (Meilana,
2015; Sumarmin et al., 2017). Perairan pesisir Balikpapan Timur sebagai salah
satu lokasi yang diketahui keberadaan T. tridentatus belum memiliki informasi lebih
lanjut tentang spesies tersebut (Erwansyah, et al., 2018).
Tambahan Jenis belangkas menurut Wikipedia:
Genus
Carcinoscorpius
·
Carcinoscorpius rotundicauda , mimi
ranti, hidup di perairan bakau Asia Tenggara
Genus
Limulus
·
Limulus polyphemus , mendiami pantai
timur Amerika Utara
Genus
Tachypleus
·
Tachypleus gigas , mimi moon, mendiami
pantai Asia Tenggara dan Asia Selatan
·
Tachypleus tridentatus , mendiami
pantai Asia Timur
Dari keempat spesies tersebut, hanya
L. polyphemus yang tidak ditemukan di perairan Indonesia.
Mitos
Mimi, Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau
Pari Kepiting
Ada mitos yang masih dipercaya para nelayan
dan diturunkan ke anak cucu, bahwa bila ingin mengkonsumsi Mimi haruslah sejodoh
(sepasang). Karena bila kedua Mimi Mintuno tersebut dimasak bersama, racun yang
ada pada tubuh hewan tersebut dapat ternetralisir (menjadi netral atau pudar). Dan
mereka beranggapan bahwa Mimi (si betina) berfungsi sebagai "penawar
racun"bagi Mintuno (si jantan) yang mengandung racun di tubuhnya. Hal ini
disebabkan karena terjadi reaksi dari bagian tubuh betina yang berupa juntai-juntai
di atas pangkal kaki, sewaktu dimasak bersama sang jantan. Apabila pelaksanaan
ini tidak dipatuhi akan mengakibatkan keracunan bahkankematian, tetapi bila
dipatuki maka akan selamatlah mereka. Benarkah Mimi beracun ?. (Pratiwi, 1993).
Untuk itu perlu adanya penyuluhan agar
penduduk atau nelayan tidak lagi menagkap atau mengkonsumsi hewan tersebut. Mengingat
populasinya di alam yang belum diketahui dengan pasti dan dapat menyebabkan
kematian bila tidak berhati-hati dalam mengkonsumsinya (Pratiwi, 1993).
Lain halnya dengan "suku
laut" yang hidup dipinggiran pantai Kabupaten Riau dan Bengkalis, terhadap
binatang laut yang satu ini. Masyarakat Riau menyebutnya dengan sebutan
"Tapak Kuda" (Pratiwi, 1993).
Tapak Kuda memiliki makna tersendiri bagi
keluarga yang juga diturunkan turun - temurun ke anak cucu. Mereka menganggap binatang
tersebut sebagai jimat penolak bala bagi anak-anaknya, dengan cara
menggantungkan mimi di leher anak-anak, agar tidak terserang penyakit dan tidak
didekati roh jahat. Untuk memakainya, terlebih dahulu mimi dibersihkan dan
dikeringkan, setelah itu dibuatkan rantai untuk dikalungkan ke leher. Seolah-olah
mimi dijadikan seperti "liontinnya". Sedangkan ekornya yang keras dapat
dimanfaatkan oleh kaum wanita sebagai tusukkonde. (Dan ini sebagai pengetahuan saja jangan dipercayai, karena percaya
hal-hal mistik jimat dan lain-lain merupakan hal Syirik dan kita sebagai umat
Islam tidak boleh percaya tahayul, yang harus kita percayai dan imani hanya kepada
Allah SWT saja, tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusannya).
Maka tepatlah kiranya apabila melalui tulisan
ini dapat disajikan informasi dan gambaran jelas tentang status
"Mimi" yang langka dan dilindungi serta bahayanya racun di tubuh hewan
tersebut. Di samping juga lebih mendorong upaya untuk melestarikannya.
Mimi,
Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau Pari
Kepiting Apakah Beracun?
Sampai sejauh ini, pihak Dinas
perikanan atau instansi terkait belum ada yang meneliti secara khusus mengenai
Mimi, terutama bagian tubuh mana yang mengandung racun yang begitu mematikan.
Selain itu juga bagaimana pula proses racun tersebut dapat tawar sendiri secara
otomatis,apa bila dimasak sekaligus sepasang (Pratiwi, 1993).
Perlu diingat kembali bahwa Mimi
merupakan anggota dari sub-kelas Xiphosura (bangsa Iaba4aba purba) yang masih
mempunyai hubungan dekat dengan kalajengking dan laba-laba dari sub-kelas Arachnida.
Jenis hewan tersebut (baik kalajengking pun laba-laba) memiliki kelenjar
beracun dalam tubuhnya yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa, sehingga diduga
pula halnya dengan bangsa mimi (Pratiwi, 1993).
Menurut MARSHALL & WILLIAMS (1972)
, letak kelenjar racun dari kalajengking adalah di bagian ujung dari ekor
(segmen terakhir) yang berupa kantong racun dan berfungsi sebagai penyengat.
Pada Mimi, ekornya hanya berupa duri panjang yang tidak mengandung apa-apa. Namun
diduga bahwa racun yang terkandung di dalam hati dan empedu sangat pekat
sekali. Dari dugaan tersebut, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa daging tubuh
Mimi memang beracun dan dapat menewaskan pemakannya. Dalam (Pratiwi, 1993).
Selain dagingnya, nelayan juga sangat menyukai
telur Mimi yang setelah direbus diolah menjadi makanan sehari-hari. Namun ternyata
telur Mimi juga dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian, sehingga nelayan
beranggapan bahwa telur-telur tersebut berasal dari induk Mimi yang sendirian
(tidak berpasangan) (Pratiwi, 1993).
Diduga beberapa telur yang berasal dari
induk Mimi betina yang sendirian, ada yang sudah busuk karena tidak sempat
dikeluarkan dari tubuh, selain juga tidak ada pejantan yang akan membuahinya (Pratiwi,
1993).
Dari kenyataan itu (makan daging dan makan
telur), sebenarnya jelas terlihat dua - hal yang harus dibedakan (dipisahkan)
secara tegas, yaitu makan daging tubuh Mimi dan makan telurnya.. Bila memakan
dagingnya bisa meninggal, tetapi bila makan telurnya tidak. Perlu diadakan
penelitian untuk dapat membuktikan kebenarannya (Pratiwi, 1993).
Karena masih adanya kesimpangsiuran pendapat
dan masih berpengaruhnya kepercayaan (mitos) terhadap Mimi, maka untuk sementara,
kepada nelayan dapat diberikan penyuluhan boleh mengkonsumsi telur Mimi dengan
syarat, jangan sekali-kali memakan daging tubuhnya. Selain resiko menelan racun,
tubuh Mimi juga tidak memadai. Karena bagian tubuh yang empuk hanyalah insang
dan otot-otot yang berada dalam ruas kali (Pratiwi, 1993).
Selain itu juga cara pengolahannya perlu
diperhatikan. Sebaiknya sebelum dimasak dibersihkan dahulu hingga tuntas, terutama
hati dan kantong empedunya. Jangan sekali-kali mencoba untuk memisahkan jerohannya
(jantung, hati, empedu, usus dan Iain-lain), karena tidak mudah Bila caranya
salah, akan membuat celaka (Pratiwi, 1993).
Yang terpenting dan perlu
digarisbawahi ialah, populasi Mimi di alam masih be lum dapat dipastikan,
sehingga perlu dijaga kelestariannya, agar tidak punah (Pratiwi, 1993).
Penulis
Gery Purnomo Aji Sutrisno S.Pi
Daftar
Pustaka
Erwansyah., Y. Wardiatno., R. Kurnua., dan N.
A. Butet. 2018. Kepastian Taksonomi Dan Sebaran Belangkas Tachypleus
Tridentatus Leach 1819 Di Perairan Balikpapan Timur. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. Vol. 10 No. 3, Hlm. 547-559
Najah, M. 2019.Identifikasi Morfometrik Dan
Distribusi Mimi/Belangkas Sebagai Primitive Marine Animal Di Perairan Pesisir
Banyuasin. Skripsi.Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya. 24 Halaman
Pratiwi, R. 1993. MIMI (Horse Shoe Crab)
Penyebar Maut Yang Dilindungi. Jurnal Oseana Volume 18, Nomor 1 : 25-34.
Wikipedia. 2020. Blangkas. https://jv.wikipedia.org/wiki/Blangkas. Diakses pada kamis 23 September 2020.
Post a Comment for "Mimi, Belangkas, Blangkas, Kepiting Tapal Kuda, Kepiting Ladam, Mintuna, Atau Pari Kepiting; Klasifikasi, Morfologi, Habitat, Reproduksi, Jenis-Jenis, Mitos, Apakah Beracun?"