Gambar Struktur Sel Dunaliella salina (Richmond, 2004)
Klasifikasi
Klasifikasi
mikroalga Dunaliella salina menurut Goyal et al. (1998) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Phylum
: Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Order : Volvocales
Family
: Dunaliellaceae
Genus
: Dunaliella
Species
: Dunaliella salina
Morfologi Dunaliella
salina
Dunaliella
salina merupakan alga hijau uniseluler dari kelas Chlorophyta (Oren, 2005). Sel
Dunaliella salina memiliki panjang 5-29 µm dan lebar 4-20 µm. Sel Dunaliella
salina memiliki bentuk bervariasi yaitu elips, bulat telur dan silinder
tergantung kondisi lingkungan tertentu. Dunaliella salina mempunyai dua flagela
sama panjang yang terletak pada bagian anterior. Dunaliella salina mempunyai
struktur sel yang terdiri dari kloropas,
pyrenoid, vakuola, nukleus, nukleolus dan badan golgi serta memiliki bintik
mata pada bagian anterior. Sel tertutup oleh mucus yang berasal dari selaput
membran plasma. (Polle and Ben-Amotz, 2009).
Dunaliella
salina memiliki sel yang lebih besar dibandingkan dengan genus dunaliella lain,
sehingga mampu memproduksi β-karoten lebih banyak (Oren, 2005). Sel Dunaliella
salina mengandung kloroplas dengan bentuk menyerupai cangkir yang terletak di
tengah dan dikelilingi oleh granula. Dunaliella salina bersifat halofilik,
mempunyai sebuah central pyrenoid dan memiliki kloroplas berbentuk melengkung,
mengandung banyak β-karoten pada bagian tepi sel sehingga sel berwarna
kemerahan (Borowitzka and Siva, 2007).
Habitat Dunaliella
salina
Dunaliella
salina merupakan fitoplankton halofilik yang memiliki habitat perairan laut dan
mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang memiliki kadar garam tinggi (Polle
and Qin, 2004). Menurut Chen (1994), salinitas optimal bagi pertumbuhan
Dunaliella salina adalah 20-35 ppt. Dunaliella salina dapat tumbuh pada suhu
25-40oC (Juneja et al., 2013). Pertumbuhan normal Dunaliella salina adalah pada
intensitas cahaya 1.200-2.200 lux. Kisaran pH 6-9 merupakan kisaran pH terbaik
untuk pertumbuhan fitoplankton (Boyd, 2011)
Dunaliella
salina sering ditemukan di habitat laut dengan pH 7-9. Alga ini berwarna merah
dan mengandung β-karoten dengan konsentrasi yang tinggi. Selain itu, Dunaliella
salina juga dapat dijadikan sebagai sumber gliserol komersial. Dunaliella
salina juga dapat tumbuh di lingkungan yang asam dengan pH 0-1. Selain itu,
Dunaliella salina dapat tumbuh pada suhu 0ºC, dapat mentolerir intensitas
cahaya yang tinggi dan dapat tahan terhadap kontaminasi minyak dibandingkan
jenis alga lainnya. Mikroalga ini sangat unik karena kemampuannya beradaptasi
dengan berbagai kondisi yang ekstrem (Trafeshi dan Shariati, 2009).
Siklus Hidup
Dunaliella
salina mengalami siklus hidup kompleks yang mencangkup pembagian sel motil,
bereproduksi secara seksual dan gabungan dari dua gamet yang berukuran sama dan
membentuk zigot. Zigot Dunaliella salina berwarna hijau atau merah dan
dikelilingi dinding halus yang sangat tebal. Setelah itu akan terjadi
pembelahan pada inti zigot hingga mencapai 32 sel yang ditandai dengan pecahnya
dinding sel induk (Borowitzka dan Borowitzka, 1982). Adapun fase pertumbuhan
Dunaliella salina menurut Abidin dan Trihandaru (2009) yaitu :
1.)
Lag phase
Pertumbuhan pada fase dimana penambahan kepadatan sel
yang terjadi jumlahnya sedikit. Fase ini mudah diamati pada saat pemindahan
media kultur alga ke media kultur baru. Pada fase ini biasanya terjadi stress
pada Dunaliella salina karena terjadi perubahan kondisi lingkungan media hidup
dari satu media awal ke media yang baru.
2.)
Eksponensial phase
Setelah
fase lag, mikroalga akan mengalami pertumbuhan secara cepat atau disebut dengan
fase eksponensial dan ditandai dengan penambahan jumlah sel yang sangat cepat.
Biasanya para pembudidaya memanen Dunaliella salina pada fase ini karena
kepadatannya yang tinggi. Selain itu, pada fase akhir eksponensial didapatkan
kandungan protein dalam sel sangat tinggi sehingga kualitas sel mikroalga
benar-benar terjaga untuk kepentingan budidaya lebih lanjut.
3.)
Declining growth phase
Pada
fase ini pertumbuhan Dunaliella salina mengalami penurunan kecepatan
pertumbuhan sampai mencapai fase awal pertumbuhan yang stagnan. Fase ini
ditandai dengan berkurangnya nutrien dalam media sehingga mempengaruhi
kemampuan pembelahan sel sehingga hasil produksi semakin berkurang. Walaupun
kepadatan sel masih terjadi penambahan, namun nilai nutrisi dalam sel mengalami
penurunan. Fase ini adalah alternatif kedua untuk dilakukan pemanenan.
Reproduksi Dunaliella
salina
Reproduksi
Dunaliella salina dapat terjadi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara
seksual dipicu oleh perubahan kondisi lingkungan sedangkan reproduksi secara
aseksual terjadi pada kondisi normal (Borrowizka dan Siva, 2007). Reproduksi
seksual yaitu dengan menggabungkan dua gamet jantan dan betina untuk membentuk
zigot. Proses pertama adalah flagelata saling bersentuhan sebagai jembatan dari
penggabungan kedua gamet untuk menghasilkan zigot (Oren, 1992). Zigot yang
dihasilkan memiliki lapisan dinding yang tebal sehingga memungkinkan zigot
dapat bertahan pada air tawar selama musim panas. Zigot hasil reproduksi
seksual bersifat haploid dengan berjenis kelamin betina (Loeblich,1969).
Reproduksi
secara aseksual dilakukan dengan cara isogami melalui proses konjugasi.
Reproduksi ini terjadi tanpa campur tangan gamet jantan, hanya individu betina.
Sel Dunaliella salina akan mengurangi ukuran selnya menjadi lebih kecil,
kemudian akan membelah membentuk sel epiteka dan hipoteka (Frenkel et al.,
2014). Penggabungan gamet menghasilkan stage dorman yang disebut hynoxygote
atau zygospore yang mampu bertahan pada lingkungan yang tidak mendukung (Zwirn
et al., 2013)
Kandungan Dunaliella
salina
Dunaliella
salina merupakan salah satu mikroalga yang cukup banyak diteliti terutama
sebagai sumber β-karoten dan gliserol. Pemanfaatan Dunaliella salina cukup
beragam, salah satunya sebagai makanan kesehatan seperti yang telah dipasarkan
di negara-negara maju (Balaira et al., 2017). Menurut Nur (2014), β-karoten
dapat ditemukan pada beberapa spesies dari alga merah seperti Dunaliella salina
yang dapat menghasilkan β-karoten sampai 17% berat kering. β-karoten dari
mikroalga ini dapat dimanfaatkan dalam tiga kategori yakni dalam industri
farmasi, industri pangan dan industri kosmetik (termasuk dalam jenis fine
chemical). β-karoten alami memiliki kandungan karotenoid yang komplek dan
nutrien esensial dibandingkan dengan β-karoten buatan. Karotenoid pada Dunaliella
salina merupakan sumber Vitamin A dan vitamin C sebesar 352.000 IU yang dapat
meningkatkan kekebalan tubuh (Talero et al., 2015). Beberapa penelitian
melaporkan bahwa polisakarida dari mikroalga mampu mencegah infeksi virus
dengan bekerja menghambat proses absorbsi virus sampai uncoating virus (Raposo
et al., 2014).
Menurut
Chen et al. (2011), mikroalga juga kaya akan pigmen seperti klorofil (0,5% - 1%
berat kering) dan karotenoid (0,1–0,2% berat kering). Becker (2007) menyatakan
bahwa Dunaliella salina mengandung protein sebesar 57%, karbohidrat sebesar 32%
dan lipid sebesar 6%. El-Baky et al. (2007) menambahkan bahwa Dunaliella salina
mengakumulasi jumlah karotenoid yang tinggi (12,6%, berat kering), termasuk
β-karoten (60,4% dari karotenoid total), astaxantin (17,7%), zeaxantin (13,4%),
lutein (4,6%), dan kriptoxantin (3,9%). Kandungan bioaktif Dunaliella salina
disajikan pada Tabel dibawah.
Tabel Kandungan Bioaktif Dunaliella salina
Penulis
Iddo
Intheo Charistio
Fpik
Universitas Brawijaya Angkatan 2014
Publisher
Gery
Purnomo Aji Sutrisno
Fpik
Universitas Brawijaya Angkatan 2015
Daftar Pustaka
Ben-Amotz,
A. 2004. Industrial production of microalga cell-mass and secondary product
major industrial. In : A. Richmond ed. Handbook of Microalgal Culture:
Biotechnology and Applied Phycology. Australia: Blackwell Science. 23(2):
83-84.
Borowitzka,
M. A and C. J. Siva. 2007. The taxonomy of the genus Dunaliella (chlorophyta,
dunaliellales) with emphasis on the marine and halophilic species. Journal
Applied Phycology. 19(1) : 567-590.
Goyal,
D., G. Singh dan V. Ramamurthy. 1998. Effect of co-cultivation of different
strains of Dunaliella on β-carotene production. Phykos. 1(1): 1-10.
Trafeshi,
A. H dan M. Shariati. Dunaliella biotechnology: methods and applications.
Journal of Applied Microbiology. 107(22): 14-35.
Post a Comment for "Dunaliella salina; Klasifikasi, Morfologi, Habitat, Reproduksi, Kandungan"