Ada sebuah buku yang pernah di baca, bahwa orientasi seseorang memaknai kehidupan dalam jangan waktu kurang lebih 10 tahun bakalan berubah, memang benar, hal tersebut di terjadi sekarang.
Di usia 23 tahun ini, ku akui aku telah sampai di persimpangan, persimpangan yang di haruskan untuk memilih berputar haluan, atau terus maju ke depan. Memilih menjadi pemuda pemikul beban peradaban ataukah pemuda penambah beban peradaban.
Kalau aku bisa analogikan dalam sebuah jalan, di usia ini dan seterusnya tidak ada lagi yang namanya persimpangan ke depan, inilah persimpangan terakhir, karena ini momentumnya. Ke depan kita hanya bisa berlari kencang, berjalan pelan, atau bahkan berhenti sejenak, tapi tidak akan ada lagi yang namanya putar haluan.
Hari ini ku tetapkan, aku ingin jadi sepotong puzzel dari harrun Ar rasid, sebutir berlian dari bongkahan berlian Al Fatih, dan meneruskan setetes air dari luasnya perjuangan Rasulullah SAW.
Tidak ada kata kembali, semua hanya soal mimpi dan kebiasaan. Sebesar apa mimpimu dan sebaik apa kebiasaan mu. Muawiyah kecil pernah di tanya kenapa tidak bermain dengan anak seperti biasanya. Ia menjawab. "Aku tidak di lahirkan untuk itu". Telat memang, tapi bukan berarti kita harus berhenti, karena ada yang maha besar selalu mendampingi.
Penulis
febriaansyah12 (Instagram)
Publisher
Gery Purnomo Aji Sutrisno
Post a Comment for "Memaknai Kehidupan di Usia 23 Tahun Keatas"