1. WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV)
Penyebab :
Whispovirus, Family Nimaviridae
Organisme yang diserang :
Semua jenis udang.
Gejala klinis :
Udang
yang terkena penyakit ini biasanya menunjukan tanda adanya bercak putih pada
bagian karapas. Biasanya tanda tersebut akan terlihat jelas ketika udang telah
mencapai bobot 3 – 5 gram, biasanya untuk udang yang bobotnya kurang dari 3
gram dilakukan tes dengan menggunakan alat shrimp test kit. Adanya bercak putih
pada karapas dan sefalotoraks disebabkan oleh terjadinya abnormalitas pada
penyimpanan garam kalsium di dalam tubuh udang.
Pencegahan / Pengobatan :
Pencegahan meliputi manajemen kolam yang baik, vaksin,
benih yang unggul
serta manajemen budidaya yang
baik. Oleh karena itu,
diperlukan suatu usaha
pencegahan yaitu dengan
melakukan peringatan dini (early
warning) dan pemantauan
terhadap keberadaan virus
tersebut di lingkungan
tambak selama masa budidaya. Menghindari penebaran benih dimusim yang
lebih dingin, menggunakan benur SPF atau benur yang bebas penyait. Menerapkan
biosekuriti dan polikultur udang dengan ikan. Selain itu pakan yang digunakan
menghindari penggunaaan pakan hidup. Tidak ada vaksinasi yang efektif untuk
pengobatan WSSV. Dapat dicegah dengan menambahkan beta-glucan, viamin C,
fucoidan dan imunostimulan lain pada pakan yang dapat meningkatkan resistensi
terhadap virus ini.
2. INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV)
Penyebab :
Virus RNA berutas ganda yang digolongkan dalam famili Totiviridae memiliki panjang diameter 40 nm.
Organisme yang diserang :
Semua jenis udang dapat ditularkan
melalui induk ke benur, udang putih (Litopenaeus vannamei).
Gejala klinis :
Ciri-ciri
udang di tambak jika terkena myo adalah udang pucat, kemudian memerah di bagian
ruas bawah sampai ekor. Gejala klinis yang terlihat secara makroanatomi
ditunjukkan dengan adanya otot putih yang terjadi akibat nekrosis. Otot putih
merupakan gejala klinis yang secara umum terlihat akibat adanya Tingkat infeksi
IMNV.
Pencegahan /
Pengobatan :
udang
mulai memucat, terdapat seperti gumpalan putih dibagian perut, kemudian memerah
di bagian ruas bawah sampai ekor. dapat dicegah dengan memperketat sistem
biosekuriti. Sejumlah langkah yang bisa dilakukan para petambak untuk
meminimalisir penyakit myo, yang pertama adalah selalu gunakan benur dari
indukan yang sudah terbukti bebas dari penyakit atau SPF (Specific Pathogen
Free). Selanjutnya adalah penerapan biosekuriti yang ketat dalam kawasan
pertambakan, kurangi kepadatan tebar benur tanpa oksigen yang cukup untuk supra
intensif dan lakukan pemanenan bertahap. Biosekuriti yang dapat dilakukan
contohnya pembalikan tanah tambak, pengeringan tambak selama 2 minggu,
pemberian klorin yang harus di netralkan nantinya agar tidak menjadi racun yang
membunuh udang. Klorin harus dibilas keluar dari tambak dengan mengalirkan air
ke dalam tambak kemudian airnya dibuang. Selanjutnya dapat dilakukan
penyaringan air dengan tambak tandon, serta aplikasi plankton dan probiotik
dapat memutus mata rantai serangan penyakit. Langkah lainnya untuk mencegah
penyakit myo dan penyakit lain masuk tambak baik melalui air, benur, maupun
agen pembawa (kepiting, ikan, burung dan lainnya). Misalkan dengan memasang
jaring atau plastik di dasar tambak untuk mencegah biota air seperti kepiting
masuk tambak dan menggunakan alat penghalau burung. Penerapan biosekuriti juga
sebaiknya dilakukan pada satu area pertambakan yang menggunakan satu saluran
atau sumber air dan benur yang sama. Tidak ada vaksinasi efektif untuk IMNV.
Pada awal fase Tingkat infeksi ketika mortalitas masih rendah dapat dilakukan:
stabilisasi kualitas air khususnya suhu, salinitas, dan pH; meningkatkan
aerasi; memberikan pakan tambahan yang mengandung vitamin C; memberikan molase
(25% dari FR/hari) atau diberi probiotik; dan mengurangi jumlah pakan atau
menghentikan pakan sementara.
3. INFECTIOUS HYPODERMAL AND HEMATOPOIETIC NECROSIS VIRUS
(IHHNV)
Penyebab :
Famili Parvoviridae, Virus DNA.
Organisme yang diserang :
Jenis udang budidaya
(Penaeus vannamei, Penaeus stylirostris, Penaeus occidentalis, Penaeus monodon,
Penaeus semisulcatus, Penaeus califormiensis, dan Penaeus japonicus).
Gejala klinis :
Pada
juvenil menyebabkan ‘runt-deformity syndrome’ (RDS) dengan tidak stabilnya
pertumbuhan dan berat udang serta terhambatnya pembentukan karapas. Udang yang
terinfeksi akan berenang ke permukaan air, diam tidak bergerak kemudian
berputar dan tenggelam ke dasar. Perilaku ini mungkin dapat berulang hingga
terjadi kematian. saat virus ini menjangkit udang atau inangnya, dampak yang
terjadi pada udang adalah menurunnya nafsu makan pada udang, terjadinya
kanibalisme, dan meningkatkan kematian udang. Pada saat postlarva (PL) dan
juvenil, kematian dapat meningkat hingga 80-90% dalam dua minggu. IHHNV efeknya
cukup rendah pada udang dewasa, tetapi pada post-larva dan juvenil dapat
menyebabkan kematian massal. Sering juga terjadi tidak terjadi kematian tetapi
menyebabkan udang berukuran kecil pada saat panen.
- Warna kemerahan menjadi seperti udang rebus (runt deformity) dan rostrum udang patah (bent rostrum) (Maftuch dan Syamsudin Dalimunthe, 2012).
Pencegahan /
Pengobatan :
Metode
paling memungkinkan adalah melihat secara fisik, terdapat kecacatan pada benih
atau tidak. Pemakaian benih unggulan, pemilihan benih udang yang kurang
tersertifikasi dan kurangnya menjaga kualitas air dapat memicu penyakit ini
muncul pada udang anda. kontrol terbaik adalah pencegahan dengan memilih benur
yang bebas IHHNV atau specific Pathogen Free (SPF). Selain itu menjaga kualitas
air tambak selama budidaya merupakan faktor penting dalam pencegaha terhadap
virus ini. Adanya manajemen kualitas air yang baik dan terkontrol. Seperti
batas kisaran DO optimal untuk udang vannamei yang berkisar 5-9 ppm dan kisaran
suhu optimum yaitu 28-32 derajat celcius. Ada pula monitoring kualitas air
berkala secara mingguan seperti pengukuran parameter TAN, NH3, alkalinitas
total dan HCO3.
4. TAURA SYNDROME VIRUS (TSV)
Penyebab :
Virus ini termasuk kedalam golongan picornavirus.
Organisme yang diserang :
Kemungkinan
penyebaran virus ini dapat terjadi apabila kontrol kualitas benih impor tidak tersertifikasi,
bila benih tidak tersertifikasi, peluang benih rentan penyakit sangatlah besar,
beberapa jenis udang budidaya dapat menjadi inang virus ini, diantaranya Litopenaeus vannamei, Litopenaeus stylirostris, dan Penaeus monodon. Vektor potensial yang
membawa virus ini adalah hewan invertebrata, burung pemakan udang, dan serangga
akuatik.
Gejala klinis :
Ciri
yang diperlihatkan oleh udang saat terserang oleh TSV adalah kondisi ekor udang
vannamei yang memerah, adanya bintik-bintik putih pada tubuh udang seperti terserang
white spot sering munculnya udang pada permukaan kolam karena kekurangan oxygen
adalah salah satu awal penyerangan virus TSV, kurangnya nafsu makan pada udang
selama terjadi penyerangan sehingga daya tahan tubuh udang dapat menurun,
produksi lendir berlebihan merupakan salah satu gejala yang tampak.
Pencegahan /
Pengobatan :
Penyakit
ini dapat dicegah dengan memilih benur kategori SPF (Spesific Pathogen Free)
atau SPR (Spesific Pathogen Resistant), pengelolaan kualitas lingkungan yang
bagus (penyebaran TSV SELALU dipicu oleh menurunnya kualitas lingkungan kolam),
persiapan kolam yang memadai, persiapan air (penyediaan pakan alami), dan
manajemen air dan pakan selama budidaya. Dapat dilakukan langkah panen segera
sebelum udang mengalami kematian atau mortalitas.
5. COVERT MORTALITY NODAVIRUS (CMNV) / COVERT MORTALITY DISEASE (CMD)
Penyebab :
Nodavirus.
Organisme yang diserang :
Virus ini dapat diturunkan secara vertikal yaitu dari
indukan ke anakan. Dapat juga terinfeksi melalui beberapa
invertebrata yang biasanya ada di kolam tambak seperti Artemia sinica, Balanus
sp. (barnakel), Brachionus urceus (rotifera), Corophium sinense (ampipoda),
Crassostrea gigas (tiram), Diogenes edwardsii (kepiting hermit), Meretrix
lusoria (kerang), Ocypode cordimundus (ghost crab), Parathemisto gaudichaudi
(ampipoda), dan Tubuca arcuata (kepiting).
Gejala klinis :
Ketika mati, udang tidak mengapung di permukaan air melainkan tenggelam ke dasar kolam. Infeksi virus akan menyebabkan inti sel-sel hepatopankreas pada udang membesar bersamaan dengan terjadinya nekrosis sel otot ditunjukkan dengan tubuh udang yang berwarna putih, sama seperti gejala Myo. Saluran pencernaan pada udang berwarna menjadi emas kecokelatan, perut udang kosong, cangkang udang melunak, pertumbuhan lambat dan bagian otot perut memiliki warna yang pudar.
Pencegahan :
belum
ditemukan pencegahan terhadap virus ini. Jika udang terkena virus ini, perlu di
isolasi dan dibunuh dengan cara pemanasan pada suhu 70 derajat Celcius. Belum
ditemukan pengobatan terhadap virus ini.
6. YELLOW HEAD DISEASE (YHD)
Penyebab :
Virus Termasuk ssRNA.
Organisme yang diserang :
Dapat menyebar melalui inang, indukan
atau benur yang tidak tersertifikasi, beberapa jenis udang budidaya (Penaeus
monodon, P. japonicus, P. vannamei, dan P. stylirostris) dapat menjadi inang.
Beberapa diantaranya dapat menjadi karier atau pembawa virus.
Gejala klinis :
Hepatopankreas
berubah warna menjadi kekuningan. Seperti nama penyakitnya, cephalothorax
berwarna kekuningan dan membengkak. ekor udang tampak kemerah-merahan disertai
warna kuning menyala pada kepala udang dan warna insang pada udang berwarna
pucat atau kecoklatan. Tanda-tanda ini bisa saja tidak muncul pada udang yang
telah terinfeksi, sehingga penting untuk mengkonfirmasi diagnosa dengan
pewarnaan insang dan pengecekan hemolimfa.
Pencegahan /
Pengobatan :
Deteksi
secara fisik dapat dilihat dengan perubahan warna pada kepala udang menjadi
kuning cerah. pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjaga agar udang tidak
stres dengan memantau PH air agar tetap dikondisi optimal. Setelah pemanenan
udang, sedimen dan organik material harus dihilangkan dengan cermat dan hati
hati. Pemilihan benur udang yang tersertifikasi bebas virus. udang yang mati
dikubur atau dibakar kemudian kolam dikeringkan. Kolam didesinfeksi menggunakan
klorin setidaknya 4 hari. Air kemudian juga diberi perlakuan desinfeksi untuk
menghilangkan potensi adanya organisme pembawa dengan menambahkan 20-30 ppm. Jika
terjadi penyakit, kolam diberi klorin 30 ppm untuk membunuh udang dan karier
potensial. Udang yang mati diambil dan dikubur atau dibakar. Selain itu belum
ada metode vaksinasi yang dikembangkan.
7. Decapod
Iridecent Virus 1 (Div1)
Penyebab :
Genus Decapodiridovirus, Famili Iridoviridae. Memiliki
dua strain yaitu shrimp hemocyte iridescent virus (SHIV) dan Cherax
quadricarinatus iridescent virus (CQIV)
Organisme yang
diserang :
Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei), giant
freshwater prawn (Macrobrachium rosenbergii), red claw crayfish (Cherax
quadricarinatus), red swam crayfish (Procambarus clarkii), oriental river prawn
(Macrobrachium nipponense), tiger shrimp (Penaeus monodon), red crab
(Gecacoidea natalis), dan cladocera.
Gejala klinis :
- Hepatopankreas berwarna pucat
- Badan kemerahan
- Usus kosong
- Pada red claw crayfish (Cherax quadricarinatus),
terdapat warna putih di bawah cephalothorax (white head/ white spot)
Pencegahan /
Pengobatan :
- Menggunakan induk/ calon induk/ benih krustase bebas
Decapod Iridescent Virus 1 (DIV1) yang dibuktikan dengan hasil uji laboratorium
terakreditasi nasional.
- Menerapakan prinsip Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)
dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) pada setiap proses produksi termasuk
penerapan biosekuriti dan sistem pengolahan limbah secara ketat dan konsisten
- Tidak menerapkan budidaya sistem polikultur antar
spesies krustase.
8. MONODON BACULO VIRUS (MBV) ATAU SPHERICAL BACULOVIROSIS
Penyebab
:
Penaeus
monodon-type Baculovirus
Organisme
yang diserang :
PL dan juvenil udang windu. Krustase
yang diketahui sensitif terhadap infeksi jenis virus ini antara lain: Penaeus
monodon, P. Merguensis, P. Semisulcatus, Merapenaeus ensis, dll. Beberapa jenis
udang penaeid yang terekspose oleh virus tersebut juga berpotensi sebagai
pembawa (carrier) (
Gejala
klinis :
- Lemah, dan
kurang nafsu makan
- Infeksi
sekunder oleh organisme penempel (ektoparasit) pada organ insang ataupun
permukaan tubuh lainnya.
- Terdapat
bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri,
sehingga berlanjut pada terjadinya kerusakan alat tubuh udang.
-
Hepatopankreas dan saluran pencernaan berwarna keputihan.
Pencegahan / Pengobatan :
- Zonasi
melalui pengaturan daerah bebas dan daerah terinfeksi yang didasarkan pada
kegiatan monitoring & surveillance yang dilakukan secara longitudinal dan
integratif.
- Penggunaan
induk dan benur yang bebas infeksi MBV.
-
Menghindari stress (fisik, biologi dan kimia).
- Menjaga
status kesehatan udang agar selalu dalam kondisi prima, kualias lingkungan
budidaya yang nyaman serta kualitas dan kuantitas pakan yang sesuai.
- Pemberian unsur imunostimulan (vitamin C), serta penggunaan materi bioremediasi/probiotik untuk mengurangi stressor biologis dan kimiawi sangat disarankan.
9. MACROBRANCHIUM WHITE TAIL DISEASE
(PENYAKIT EKOR PUTIH PADA UDANG GALAH)
Penyebab
:
Macrobranchium
rosenbergii nodavirus
(MrNV) dan extra small virus (XSV)
Organisme
yang diserang :
Udang galah (Macrobranchium rosenbergii)
Gejala klinis :
- Lemah,
anorexia dan memutih pada otot abdominal pada PL.
- Kondisi
tersebut secara bertahap meluas ke dua sisi sehingga mengakibatkan degenerasi
telson dan uropod.
- Warna
keputihan pada ekor merupakan gejala klinis yang definitif, sehingga disebut
penyakit ekor putih.
- Warna
kehitaman (melanisasi) akan mengembang ke 2 sisi (anterior & posterior) dan
menunjukkan degenerasi dari telson dan uropod.
Pencegahan / Pengobatan :
- Tindakan
karantina terhadap calon induk dan larva udang galah yang baru.
- Hanya
menggunakan induk dan benih yang bebas MrNV dan XSV.
- Menjaga
status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat
jumlah dan mutu.
- Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang.
Penulis :
Gery Purnomo Aji Sutrisno, S.Pi.
Daftar Pustaka :
Afrianto, Eddy., Evi Liviawaty., Zafran Jamaris., Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya: Cibubur, Jakarta Timur.
Maftuch dan Syamsudin Dalimunthe. 2012. Penyakit Hewan Akuakultur. UB Press. 153 Halaman.
Penyakit Virus Udang. 2021. Diakses Pada Tahun 2021. (http://www.laborperikananbengkalis.com/diagnosa/virus-ikan/decapod-iridecent-virus-1-div1).
Taukhid., Angela
Mariana Lusiastuti., Mukti Sri Hastuti., Andi Rahman., Dyah Setyowati., Desy
Sugiani., dan Aniek Suryani Sukowati. 2018. Buku Saku Pengendalian Hama dan
Penyakit Ikan.Direktorat Kawasan Kesehatan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 234 Halaman.
Post a Comment for "Penyakit Virus Udang; Penyebab, Gejala klinis, Pencegahan / Pengobatan"